Mendorong (menjadi) Entrepreneur
Michalowicz, penulis buku The Toilet Iaper Entrepreneur, menjual kisah keberhasilannya sebagai pengusaha yang bermula dengan ide sederhana dan modal tipis. Seperti orang yang kebelet ke toilet tetapi tidak menemukan tisu bersih yang cukup, analogi yang dipakai Michalowicz adalah bagaimana memanfaatkan sumber daya yang tersisa, dalam keadaan terpaksa.
Setiap pengusaha pasti pernah mengalami saat-saat seperti Michalowicz, meski mungkin dengan ujung cerita yang tak sama. Keterbatasan dapat membuat seseorang menyerah atau justru memacu orang tersebut untuk lebih kreatif mencari jalan keluar.
Secara kolektif, bangsa Indonesia masuk kategori kreatif mencari jalan keluar, karena sukses melewati krisis ekonomi Asia 1998 dan krisis keuangan global 2007.
Dimotori kebijakan pemerintah yang radikal tetapi efektif pada saat krisis, negara ini mampu bertahan, bahkan bertumbuh, pada saat banyak negara lain yang terjungkal. Kekuatan yang sama turut mendorong keberhasilan mereka yang menjadi kebanggaan bangsa. Seperti misalnya pengusaha muda Sandiaga Uno yang disebut CNN sebagai "Indonesias inspirational entrepreneur" (24 November 2010), karena bermula dengan usaha sendiri, hanya dalam 12 tahun berhasil membangun salah satu investment firm terbesar di Indonesia, dan mempekerjakan lebih dari 20.000 pegawai.
Kekuatan itu juga yang membawa pengusaha TH Mumpuni dari perjalanannya membangun sumber energi listrik di desa-desa terpencil sampai ke Washington, D.C., memenuhi undangan Presiden Amerika Serikat Barack Obama, April 2010. Visi Tri memanfaatkan potensi energi air untuk menyediakan listrik bagi warga yang kekurangan listrik merupakan wujud ideal kepedulian sosial seorang pengusaha.
Kisah-kisah mereka merupakan gambaran betapa para pengusaha muda bangsa ini kaya potensi. Nilai plusnya, banyak yang makin memantapkan pijakan pada bidangnya masing-masing. Kewirausahaan ini juga yang mendorong serta meningkatkan daya saing bangsa, khususnya bagi pengusaha pemula atau pengusaha muda negeri ini.
Salah satu kuncinya untuk meningkatkan daya saing adalah dengan meningkatkan kewirausahaan, baik sisi kualitas maupun kuantitasnya. Menurut sensus ekonomi BPS (2006), jumlah usaha mikro dan kecil (UMK) sebanyak 22,5 juta mencakup 99% dari total usaha di Indonesia. Sebaran geografis usaha terbanyak berada di pulau Jawa, Sumatra dan Sulawesi, sesuai porsi demografi penduduk.
Secara gender, 39% UMK dijalankan oleh perempuan-sebuah fakta yang menunjukkan distribusi peranan cukup baik antara pengusaha lelaki dan perempuan. Masih bisa diperdebatkan, apakah UMK merupakan penggerak utama perekonomian nasional. Namun yang jelas, kontribusi sektor ini patut diperhitungkan, terutama bila melihat potensi pengembangan inovasi yang ditawarkan.
Jika dikelola secara optimal, UMK dapat menjadi sentra inovasi yang maju secara komersial, dan berfungsi sebagai garda depan ekonomi nasional. Dari sudut pandang lain, UMK pun dapatmenjadi solusi terhadap masalah pengangguran di Indonesia. Ini sesuai dengan temuan World Bank-lmage Nations Group (2006) bahwa 78% pemuda Indonesia lebih tertarik mendirikan usaha sendiri, dibandingkan pekerjaan formal di sektor swasta dan publik.
Studi yang sama juga menemukan bahwa pengusaha muda memiliki pendapatan per bulan sedikitnya dua kali lipat rekan seusia mereka yang bekerja sebagai pegawai. Sayangnya, kenyataan menunjukkan, masih banyak hambatan menuju iklim sehat bagi para pengusaha muda mikro dan kecil. Antara lain akibat kesulitan prosedur, tak jauh perbedaan antara tingkat kesulitan mencari pekerjaan dengan tingkat kesulitan memulai usaha. Belum lagi masalah akses pendanaan dan kurangnya keahlian.
Disinilah, diperlukan kerja sama yang baik antara pemerintah dan kalangan usaha, baik industri yang telah ada maupun industri baru, besar atau kecil, secara kolektif maupun secara pribadi.
Meniru Negeri Paman Sam
Menilik Amerika Serikat, proses pendirian UMK dipermudah dengan adanya Small Business Administration, badan yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah federal. Calon pengusaha cukup datang membawa ide dan keahlian. Secara teknis dan finansial, pemerintah akan membantu si calon pengusaha dalam melakukan persiapan, perencanaan maupun pengelolaan. Termasuk di dalamnya, menghubungkan dengan sumber pendanaan.
Kemudahan birokrasi sepertiitulah yang dirindukan di Indonesia, seperti berulang kali diakui banyak kalangan. Panjangnya proses mengurus perizinan, kesulitan birokrasi serta celah bagi praktik korupsi, kolusi dan nepotisme-termasuk yang mesti dicarikan solusinya.
Lalu menyangkut masalah akses pendanaan. Sensus Ekonomi BPS (2006) menemukan bahwa modal merupakan masalah terbesar yang dihadapi oleh para pemilik UMK. Dalam hal ini, merupakan hal imperatif bagi sektor swasta untuk menggandeng pemerintah sebagai pihak pembuat kebijakan.UMK perlu dukungan penuh melalui kebijakan finansial yang pro terhadap dunia usaha, sambil terus memperluas peluang kredit usaha.
Bila diperlukan, tak ada salahnya memberi label dan mengutamakan sektor-sektor tertentu sebagai prioritas.
Namun, jangan berhenti di sana. Targetkan juga masalah akses pemasaran, terutama karena ini berkaitan dengan garis besar visi pemerintah dalam memajukan konektivitas domestik. Menekan biaya transportasi dan distribusi berhubungan langsung dengan perbaikan akses pemasaran.
Secara makro, perbaikan pada elemen-elemen tersebut di atas akan berkontribusiterhadap pertumbuhan ekonomi danpengurangan tingkat kemiskinan-dan sektor UMK berada pada garda depan.Lantas untuk jangka panjang, juga perlu diadakan perbaikan kapasitas sumber daya manusia, dalam hal ini, capacity building yang menargetkan kemampuan nalar bisnis dan keterampilan secara teknis. Lewat cara ini pula, kreativitas dapat diasah, yang bukan tak mungkin berujung pada inovasi dan peluang usaha baru. Proses pembentukan capacity building ini yang nantinya akan menciptakan fondasi kewirausahaan yang kuat mendorong menjadi pengusaha pemula. Mendukung.
info pasar lukisan dan industri kreatif.http://artkreatif.net/