" Status YM ""
ukm indonesia sukses

Sukses Menemukan Titik Balik Bisnis Batik

Pebisnis tidak mengenal kata gagal, kecuali belum berhasil. Demikian kalimat yang disampaikan Rusdi Ahmad Baamir (36) memulai kisahnya menjadi pengusaha batik sukses. Kini dia memiliki 11 toko batik di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, dan puluhan outlet di pusat-pusat pertokoan serta satu pabrik batik.

DIA mengaku belajar bisnis dari jalanan, melalui proses kehidupannya sejak kecil hingga sekarang. Modalnya cukup kejujuran dan kepercayaan. Rusdi pun sukses mendirikan 11 toko batik di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, dan dua workshop di Pekalongan, Jawa Tengah. Rusdi mengklaim bahwa dirinya adalah satu-satunya pemilik toko batik di Tanah Abang yang punya pabrik sendiri. Di samping itu, Rusdi juga menjual produknya melalui 38 outlet Toserba Ramayana di seluruh Indonesia. Produksinya mencapai 100.000 baju batik per bulan.

"Secara materi, bisnis saya sudah beberapa kali bangkrut. Tapi, saya bersyukur tidak pernah mengalami kebangkrutan secara mental," ujar Rusdi, pemilik usaha Batik Saba yang ditemui beberapa waktu lalu.

Dalam membangun bisnis, kata Rusdi, dia banyak mengandalkan intuisinya, termasuk berani melakukan sesuatu yang baru. "Sepanjang orang mau terus berusaha, pasti dia mendapatkan kesuksesan. Itu janji agama. Orang baru disebut gagal kalau dia berhenti berusaha. Itu artinya dia menyerah," ujar Rusdi.

Penciuman bisnis Tahun 1998, Rusdi memulai usahanya sebagai pedagang batik di Pasar Turi, Surabaya. Dia mempunyai penciuman bisnis yang tajam. Hal itu terlihat dari strategi Rusdi merebut pasar.

Bapak dua anak ini memulai dagang batik dengan cara unik. Dia membeli baju-baju yang sudah lama tersimpan di gudang untuk kemudian dicuci hingga bersih dan tampak bagus lagi. Begitu dijual, ternyata laris manis karena harganya murah. Di samping itu, Rusdi juga menjual batik-ba-tik baru yang dibelinya dari Pekalongan.

Usahanya berkembang pesat. Tapi, kesuksesan Rusdi membuat iri pesaingnya. Mulailah dia digencet kiri kanan. Bahkan, mantan bosnya, sengaja membuka toko di sebelah toko Rusdi. Dengan kekuatan modal yang besar, dia menghantam Rusdi dengan menjual batik lebih murah. Pada tahun 2000, bisnis batik Rusdi goyang. Omsetnya merosot tajam. Tokonya sepi. Jika sebelumnya dia mendapat keuntungan sekitar Rp 100.000 per hari, tahun 2000 anjlog menjadi Rp 20.000 per hari. Pendapatan sebesar itu, tentu tidak cukup untuk membiayai kehidupan keluarganya.

Menghadapi situasi sulit itu, Rusdi hanya pasrah. Sampai suatu hari, dia ke Solo untuk menemani saudaranya yang inginmenikah. Dan secara tidak sengaja Rusdi menemukan pabrik kain yang sudah tak beroperasi lagi. Pabrik itu punya kain yang sudah dua tahun ngangkrak di gudang persisnya sejak kerusuhan Mei 1998 lalu.

Kain-kain itu, dibelinya dengan harga murah, yaitu Rp 4.000 per yard lalu dijual Rp 5.000 per yard. "Barang lama itu bisa diproses menjadi batik,"kata Rusdi. Dalam satu hari Rusdi bisa meraup untung Rp 40 juta. Dia menemukakan titik balik dalam kehidupan bisnisnya.

Dari pengalaman itu, Rusdi belajar banyak hal, sekaligus menumbuhkan kesadaran baru yang mencerahkan. "Kalau pekerjaan bisa saja direbut orang lain. Tapi kalau rezeki tidak bisa direbut orang lain walau setetes pun," katanya.
Pengalaman di Pasar Turi juga menumbuhkan kesadaran mengenai pentingnya kewaspadaan. Sedia payung sebelum hujan. Artinya, kita harus selalu menyiapkan skoci, sebagai upaya penyelamatan jika suatu saat bisnis utama kandas.

Tahun 2002, ketika usahanya di Pekalongan, Jawa Tengah, sedang maju-majunya, pesaingnya mulai melakukan manuver bisnis untuk mengusur Rusdi. "Dengan modal kuat, mereka memborong kain dari pabrik sehingga saya tidak kebagian barang. Saya kalah bersaing karena harga mereka lebih murah. Untung saya sudah siap. Kain-kain yang belum terjual, segera saya alihkan untuk dibikin batik. Itulah awal saya terjun bikin batik sendiri," ujar Rusdi.

Otodidak Namun untuk bisa menguasai bisnis batik. Rusdi harus bekerja keras. Apalagi, katanya, ketika itu tidak ada satu pengusa-ha pun yang sudi mengajarinya. "Saya harus belajar batik secara otodidak. Mulai dari nol. Terjun langsung ke lapangan. Mendatangi perajin dan penjahit. Dari situ saya belajar, terus memperbaiki bisnis hingga sekarang saya menguasai bisnis batik dari hulu ke hilir. Dari produksi hingga pemasaran," tambahnya.

Berkat keuletan dan kerja keras, bisnis Rusdi kian berkibar. Dengan cepat, dia masuk ke pasar yang sudah dikenal seperti Pasar Turi maupun ekspansi ke Pasar Tanah Abang. Rusdi membeli toko di Pasar Turi. Di situ, batik merek Salsa miliknya mendapat sambutan pasar yang baik. Sekarang, giliran Rusdi yang berjaya. Sementara mantan bosnya -yang sebelumnya mcngalahkan-nya- bangkrut karena kalah bersaing. Rusdi pernah dua tahun bekerja (1996-1998) sebagai tenaga pemasaran pada mantan bosnya dengan berjualan keliling Jawa Timur menjajakan sarung dan sebagainya.

Rusdi juga mengalami "pendarahan" hebat saat mau memasuki pasar batik di Tanah Abang. Awalnya, dia memasok batik ke toko-toko. Tapi, celakanya begitu batiknya laku keras di pasaran, disain batiknya segera ditiru. Mereka lalu menjual batik "tiruan" itu dengan harga lebih murah.

Tapi, Rusdi tak kehilangan akal. Dia mulai melakukan panetrasi pasar dengan membuka toko sendiri dan sekarang dia memiliki 11 toko di Tanah Abang. Menurut Rusdi, dengan memiliki toko sendiri dia mempunyai kendali penuh untuk merebut pasar. "Selain itu, pesaing tidak bisa lagi meniru produk kita. Sebab, mereka tidak tahu, mana batik yang laris," tambahnya, hc

Berbagi Semangat Lewat Kaus

Riawan Tamin (26), anak muda berdarah Tionghoa ini, sukses membangun bisnis kaus sambil berbagi semangat positif dan membangun kecintaan terhadap Indonesia.ont focus on problem, focus on the solution," kalimat itu tertulis apik di kaus warna kuning sangat menarik perhatian.

"Lewat bisnis kaus, saya Ingin memprovokasi orang untuk berpikir positif." ujar Riawan Tamin, pemilik usaha baju kaus merek "Grin" saat memulai percakapan dengan Warta Kola di rumahnya di Kompleks Taman Duta Mas. Jakarta Barat, beberapa waktu lalu. Riawan menyodorkan tema itu untuk menjadi inspirasi bagi pemakai kaosnya. Misalnya, dalam menghadapi masalah setiap orang harus memberikan respons positif. Dalam arti tidak fokus pada masalahnya tapi fokus pada solusinya.

Saat ini, katanya, dia membuat beragam kaus, tapi dengan tema dan desain beragam, unik, serta khas. Produk-produk Itu meliputi kaus distro, kaus keluarga, dan kaus dengan tema Indonesia.Baju kaus Itu, kata Riawan, didesain sendiri dengan dibantu dua desainer yang bekerja dengannya. "Kaus Itu saya produksi secara outsourching di Jakarta dan Bandung. Lalu, dipasarkan lewat internet," katanya.Riawan memiliki dua website, yakni www.bqjukehxargaku.com dan www.grin-clothing.com. Di luar itu, pria yang baru melepas masa lajarignya pada Desember 2009 ini Juga memasarkan produknya lewat situs www.kaskus.com.

Terkait dengan Isu Itu, Riawan bergabung dengan gerakan Indonesia Unite (sebuah komunitas yang menggelorakan semangat cinta Indonesia). Dia membuat link dengan website www.lndonesia Unite.com Tidak disangka kegiatan itu membuahkan bisnis bagi Riawan.

"Ada 6.000 simpatisan yang pesan kaus. Itu kemudian Jadi basis bisnis kami," ujar alumnus Teknik Informatika Universitas Pelita Harapan Ini.Dari sharing lewat mills. Riawan sering mendapat ide kreatif. "Seseorang bertanya kenapa kita nggak punya kaus dengan lambang dan bendera Indonesia. Sebab, mereka yang sekolah atau sering bolak-balik ke luarnegeri butuh kaus seperti Itu," katanya.

Disomasi

Riawan memulai bisnis sejak dua tahun lalu. Sebelumnya dia menggeluti bisnis lain, di antaranya mulai dari studio tari dan bisnis online www.rumahku. com, sebuah web directory berisi produk kebutuhan rumah. "Saya terjun ke bisnis karena semua lamaran kerja yang dikirim, tidak ada (perusahaan-Red) yang menjawab," katanya.Studio tari dan www.rumahku.com dibangun dengan modal dari ayahnya.Djunaidy Tamin yang memiliki toko lampu hias di Pinangsla, Jakarta Kota. Sementara ibunya. Llm Sloc Lin, menekuni bisnis saniter dekat toko milik Djunaidy.

Usaha kursus tari Hip Hop yang dibangun Riawan bersama teman-teman tak bertahan lama. Lalu. Riawan beralih ke bisnis kaus. Awalnya sih sederhana saja. Riawan beli barang di Pasar Tanahabang lalu barangnya dipotret dan dipasarkan lewat www.kaskus.com. "Awalnya, tidak langsung jalan. Tiga sampai empat bulan, tidak ada penjualan. Dari situ, saya belajar untuk mencari tahu barang-barang yang disenangi pasar.

" ujarnya.Keinginan untuk memproduksi sendiri kaus muncul karena seringkali terjadi kelangkaan barang di Pasar Tanahabang. "Saat kita mau order lagi, barangnya sudah tidak ada," kata Riawan.

Namun kaus yang diproduksinya pada tahap awal belum seperti desain yang dikembangkan sekarang. Riawan masih mendompleng nama tokoh kartun terkenal. Karena mendapat somasi, akhirnya dia fokus mengembangkan desain sendiri.Untuk mengembangkan pasar. Riawan mengembangkan web sendiri pada pertengahan tahun 2009. selain membangun brand sendiri. "Merek Grin yang berarti senyum lebar, memiliki makna yang dalam. Kalau kita selalu tersenyum menjalani hidup, maka sebetulnya kita sedang menarik hal-hal positif masuk ke dalam kehidupan kita," ujar Riawan.

Pria kelahiran Medan, 5 Agustus 1984, mengaku, memulai bisnis kaosnya dengan modal sekitar Rp 300.000. "Saya pakai uang sendiri untuk memulai bisnis baru. Sebab, saya sudah malu minta modal kepada orangtua," ujar Riawan.Saat Ini, bisnis Riawan sudah naik tangga dengan omset Rp 80 Juta hingga Rp 100 Juta per bulan. "Inilah momentum bagi saya untuk konsolidasi, agar ke depan bisa berkembang lebih cepat. Salah satu bidang yang dibenahi adalah membuat sistim bisnis yang soild." ujar Riawan.

Sekolah Bisnis Menjanjikan Gaji Tinggi

MENJADI seorang manajer perusahaan merupakan impian banyak orang. Berbagai cara dilakukan agar bisa mendapatkan posisi tersebut, termasuk memilih jurusan dan sekolah bisnis terkemuka di dunia. Nah, melihat banyaknya peminat di bidang ini, sejumlah perguruan tinggi internasional kini menyediakan pendidikan bisnis jarak jauh.

Salah satu perguruan tinggi yangbanyakmenjaditujuanmaha-siswa bisnis adalah University of Phoenix, Amerika Serikat (AS). Perguruan tinggi ini bisa menampung hingga ribuan mahasiswa program master bisnis. Oleh sebagian mahasiswa reguler, mengambil kuliah jarak jauh terkadang dipandang sebelah mata. Tetapi, peminatnya tetap saja tidak sedikit. Di India misalnya jumlah mahasiswa programmanagementbusi-ness administration (MBA) jarak jauh mencapai angka jutaan mahasiswa.


Menurut laporan Economist (24/02), ada dua macam studi MBA. Pertama, program bersifat demokratis dan terbuka tanpa mempertimbangkan lokasi wilayah, dan pengalaman kerja sebelumnya. Kedua, program yang agak tertutup dan lebih ketat. Mahasiswa program jarak jauh biasanya jarangme-miliki perubahan karier signifikan dibanding reguler karena kebanyakan hanya ingin bisa mengembangkan perusahaan milik sendiri atau tempat dia bekerja selama ini.

Salah satu contoh perguruantinggi yang menawarkan pendidikan jarak jauh adalah Instituto de Empresa (IE) Business School di Spanyol. Lembaga ini sudah menjalankan program jarak jauh selama 10 tahun dengan target segmen kalangan eksekutif yang berpengalaman kerja sekitar tujuh tahun atau karyawan yang sudah memiliki jabatan manajerial di perusahaan.

Menurut Direktur Program MBA IE Business School Gamaliel Martinez, pembelajaran MBA jarak jauh di lembaganya dilakukan dengan cara mengadakan pertemuan dengan mahasiswa selama dua minggu pertama di Madrid. Kemudian selanjutnya dilakukan secara online selama enam bulan. Kemudian kelompok mahasiswa tersebut kembali mengadakan pertemuan selama dua minggu di Shanghai, China di tengah berjalannya program. Untuk enam bulan berikutnya, pola pembelajaran terpisah dengan sistem online. Di akhir pembelajaran, semua mahasiswa kembali berkumpul di Madrid untuk menyelesaikan perkuliahan.

Perbedaan yang mencolok antara kelas jarak jauh dan yang reguler adalah pertemuan tatap muka di kelas. Untuk menyiasati pertemuan, IE Business School menghindari interaksi secara real time karena lembaga ini memiliki mahasiswa dari 20 negara yang tentunya mempunyai perbedaan waktu yang signifikan. Mahasiswa biasanya memasuki forum diskusi pada waktu terbaik yang bisa dila-kukan. Diskusi yang dilakukan secara online terbukti bisa lebih hidup dan lebih dalam. Hal ini karena para mahasiswamempunyai waktu lebih longgar untuk berpikir dan memilih waktu yang paling memungkinkan.

Banyaknya orang memburu jurusan MBA salah satunya karena imej bahwa seorang ch ie/ executive officer (CEO) perusahaan harus lulusan jurusan ini. Tetapi, persepsi ini tidak seluruhnya benar. Menurut penelitian yang dilakukan Harvard Business Review (HBR) yang dipublikasikan Januari lalu, dari SO CEO terbaik dunia, sebagian besar tidak bergelar MBA. Untuk berhasil yang terpenting adalah niat dan kesungguhan untuk menjalankannya.

Riset ini menemukan bahwa peringkat 10 besar dari 50 CEO berkinerja terbaik dunia hanya empat orang yang memiliki latar belakang pendidikan MBA yakni John T Chamber CEO perusahaan teknologi informasi Amerika Serikat (AS) Cysco Systems yang telah menjabat sejak 1995 hingga sekarang.Chamber menempati posisi keempat dalam peringkat 50 besar CEO terbaik di dunia.

Lalu ada John C Martin yang memimpin perusahaan kesehatan AS Gilead Sciences sejak 1996 hingga sekarang. Sementara Steve Jobs, CEO perusahaan Apple yang dinobatkan sebagai CEO terbaik tahun ini, justru tidak memiliki latar belakang MBA.

Entri Populer