" Status YM ""
ukm indonesia sukses

Melapis Laba dari Bisnis Pemasangan Lantai Parket

Hangat di kala dingin, sejuk di kala panas.
Itulah keunggulan dari lantai kayu atau yang kerap disebut lantai parket. Lantai ini juga akan membuat ruangan rumah atau kantor terlihat mewah. Wajar, jika permintaan lantai parket cukup besar. DESAIN interior merupakan hal terpenting dalam sebuah konstruksi bangunan. Jika ruangan rumah atau kantor memberikan kesan sejuk, niscaya penghuninya akan merasa nyaman berada di dalamnya.

Selain dinding, penampilan lantai ruangan, juga memberi andil kenyamanan itu. Nah, untuk memberikan kesan tersebut, kini banyak kontraktor bangunan memanfaatkan lantai parket untuk lapisan lantai di ruangan rumah, apartemen, dan gedung perkantoran. Fenomena tersebut menjadi peluang bisnis menjanjikan bagi sejumlah pebisnis lantai parket. Kini, makin banyak perusahaan penyedia parket sekaligus jasa pemasangannya

Salah satunya. Putut Aribowo. Dengan bendera usaha PT Griya Sanjaya Putra, Putut terjun ke bisnis parket sejak dua tahun lalu. Namun, ia sudah bekerja di perusahaan parket sejak tahun 1998. Menurut Putut, ada tiga jkenis lantai parket Yakni, parket solid yang terbuat dari kayu asli Jenis kayu yang biasa dipakai, antara lain, kayu jati, merbau, dan sonokeling. "Lantai solid ini yang paling awet dan paling mahal harganya," kata dia.

Selain parket solid, ada juga parket engineering. Ini merupakan campuran antara lapisan kayu solid dengan plywood atau kayu lapis. Yang terakhir, parket la rn ina le yang merupakan serbuk kayu yang dipresmenjadi papan.
Menariknya, masing-masing dari jenis parket itu, punya penggemar tersendiri. Putut bilang, sebagian besar konsumennya lebih memilih menggunakan parket solid.

Putut mendapat bahan baku ini dari Solo, Jawa Tengah. Untuk parket solid kayu jati, Putut membande-roi Rp 185.000-Rp 625.000 per meter persegi (m2). "Harganya tergantung ketebalan parket," katanya Putut menuturkan, dalam sebulan, dia bisa memasarkan parket rata-rata 300 rn2. Dengan asumsi biaya pemasangan dan bahan parket Rp 300.000 per m2, Putut bisa mengantongi omzet sekitar Rp 90 juta per bulan.

Selain menggarap pasar secara ritel melalui PT Griya Sanjaya Putra, Putut juga menerima order dari sejumlah kontraktor bangunan besar melalui PT Adhi Karya Bina Nusantara. Berbeda dengan Putut. Arpan, pemilik usaha Arpan Parquet di Bogor, Jawa Barat, lebih banyak menjual parket jenis laminate. Dia memilih menjual jenis ini karena harganya parket jenis ini jauh lebih murah.

Arpan membanderol parket laminate berikut jasa pemasangannya Rp 165.000 per rn2. Adapun harga parket engineering Rp 214.000 per rn2, dan harga parket solid Rp 250.000-Rp 460.000 per rn2. Dalam sebulan, Arpan bisa memenuhi rata-rata 60 rn2 permintaan parket laminate. Dengan harga Rp 165.000 per rri2, Arpan bisa mengantongi omzet Rp 9,9 juta per bulan.

PT Ubin Kayu Indonesia di Gresik, Jawa Timur, tak mau ketinggalan menikmati bisnis parket. Bahkan, Ubin Kayu sudah 23 tahun menjadi eksportir parket. Baru dua tahun terakhir, perusahaan ini memasarkan parket di Indonesia Perwakilan Ubin Kayu di Indonesia Kevin Sie, mengatakan, perusahaannya memproduksi parket solid untuk lantai.l"bin Kayu mematok harga sekitar Rp 250.000-Rp 1,5 juta per m2. Adapun tarif jasa pemasangannya sebesar Rp 100.000 per rn-. Setiap bulan, Ubin Kayu bisa meraup omzet sekitar Rp 1,5 miliar dari bisnis lantai parket.

Jadi Koki sekaligus Tukang Jualan

Kesuksesan Dodik Pranoto dalam mengelola bisnis roti tak datang begitu saja. Lebih dari dua dasawarsa kiprah bisnisnya tersebut juga penuh dengan masa-masa sulit; terutama saat pertama kali Dodik mencari pasar. Setahun awal bahkan dia merangkap jabatan, sebagai juru masak sekaligus tukang jualan roti bikinannya sendiri.

Anastasia Lilin Yuliantina DODIK Pranoto, pria kelahiran Jember, Jawa Timur ini tergolong tangguh dan nekad. Mengaku tak pernah mengenyam pendidikan formal di bidang kuliner, khususnya pembuatan roti, Dodik nyatanya cukup percaya diri menjajal bisnis roti sejak 1989 silam.

Sebelum membuka usaha sendiri, Dodik bekerja sebagai salesman aneka barang, mulai dari peralatan dapur hingga barang elektronik. Profesi ini dia jalani sekitar tiga tahun. Selama menjadi sales, Dodik ingat betul saat itu penghasilannya tak menentu. Saat Dewi Fortuna sedang memayungi, sebulan, dia bisa mengantongi duit Rp 10 juta.

Sebaliknya, saat apes karena penjualan seret, Dodik harus puas mendapatkan duit Rp 1,5 juta dalam sebulan. "Dan, kalau dihitung-hitung, lebih sering apesnya," kenang Dodik. Dalam bekerja, Dodik mengaku cukup santun, sehingga bisa akrab dengan juragannya. Suatu kali, Dodik memberanikan diri bertanya kepada istri, sang juragan mengenai cara membuat kue yang sering dia bawakan buat suaminya ke kantor. Eh, sang istri bos malah menawarkan diri untuk mengajari Dodik.

Selama enam bulan, Dodik belajar membuat kue. Selebihnya Dodik mencoba-coba sendiri dan mengembangkan ilmu yang dia dapat secara cuma-cuma tersebut Tak disangka, Dodik justru (tagihan (lengan keterampil-an mengolah adonan dan meracik bumbu. Dengan segenap keyakinan dan harapan untuk mendapatkan hidup yang lebih maju, Dodik pun memutuskan diri keluar dari tempat kerjanya saat itu dan mendirikan usaha roti. "Modal awal saya waktu itu hanya tiga kilogram (kg) tepung terigu," kata Dodik.

Keinginan untuk mengubah hidup tak bisa langsung terwujud. Dodik yang sudah mengantongi keterampilan membuat roti tersebut masih buta soal pasar. Walhasil, selama setahun awal berbisnis, dia merangkap jabatan. Dodik membuat dan memasarkan sendiri roti bikinannya Dengan berjalan kaki, dia menjajakan rotinya di sekitar tempat tinggalnya

Lalu, usaha mulai berkembang sehingga dia mesti membawa roti di atas sepeda kayuh. Jika lokasi konsumen jauh, Dodik naik angkutan umum. Setahun berselang, Dodik bisa membeli sepeda motor dengan kredit Setahun kemudian, dia mulai merekrut tiga orang tenaga kerja. Pada 1991, pasarnya juga mulai kelihatan dengan munculnya pembeli tetap. Kapasitas produksinya sudah mencapai satu sak atau 25 kg terigu per hari. }

Memasuki tahun ketujuh berbisnis roti, Dodik mulai memikirkan merek dagang. Selain merek, bapak dua anak ini juga mulai merasa perlu melengkapi produknya dengan mendaftarkannya ke Kementrian Kesehatan (Kemkes). Dia memilih nama dagang Aloha Bakery dan sudah memiliki status kelayakan dari Kemkes.

Usaha Dodik mulai bersinar sejak memasuki tahun 1997. Kapasitas produksinya sudah menanjak sampai 10 sak per hari. Bahkan jumlah tenaga kerja yang sudah dia pekerjakan mencapai 30 orang. Namun, Dodik mendapat ujian kesabarannya Ketika usahanya mulai bersinar, badai krisis moneter menghantam. Meski tak sampai merumahkan para karyawannya, Dodik mengaku kapasitas produksinya melorot. Hal ini terutama karena permintaan roti untuk luar kota terhenti.

Tak putus asa, tahun 1999 Dodik mulai mengumpulkan strategi dan semangat. Setahun berselang, pada tahun 2000, bisnis rotinya mulai mengembang lagi. Terbukti, dalam sehari kapasitas produksi sudah melonjak dua kali lipat dibanding sebelumnya menjadi 20 sak per hari. Bahkan pada tahun yang sama, jangkaun pangsa pasar Dodik kian melebar saja Mulai dari warung, toko, pedagang grosir sampai dengan pasar swalayan dia jejali Aloha Bakery. "Saya mulai menguasai pasar roti Jawa Timur," kata Dodik, kalem.

Meski sudah bisa dibilang sukses tapi bukan berarti sekarang Dodik tinggal ongkang kaki. Masih banyak angan-angan yang hinggap di benaknya untuk semakin mengembangkan usaha. Tujuannya satu, yakni membuat usaha rotinya terus berkembang.

Banyak Pesaing, Makin Sepi Pembeli

Tak pertu jauh-jauh ke Senen, kini, sentra onderdil mobil bisa ditemui di berbagai tempat di sekitar Jakarta. Dampaknya, pusat onderdil mobil Proyek Senen Blok V kehilangan banyak pengunjung. Sayangnya, para pedagang tak bisa menawarkan harga yang lebih rendah. Mereka terikat daftar harga resmi dari distributor.

IDEALNYA, semua pedagang menutup kenaikan biaya operasional toko mereka dengan meningkatkan harga jual produknya. Dengan cara ini, omzet yang mereka dapatkan bisa menutup biaya operasional serta menyisakan keuntungan lumayan. Cuma, gerak mereka menjadi terbatas bila volume transaksi minim. Jika nekad menaikkan harga, keuntungan yang diharapkan malah bisa melayang. Kalau sudah begini, pedagang tentu hanya bisa berharap transaksi harian bisa menutup berbagai biaya berdagang.

Itu pula yang dialami para penjual onderdil di Proyek Senen. Dengan volume transaksi yang minim, mereka tak bisa mengerek hargajual onderdil terlalu tinggi. Apalagi, mereka terikat oleh daftar hargaresmi yang dikeluarkan oleh para distributor onderdil. Dalam kondisi terjepit seperti ini, mereka hanya bisa pasrah terlibas oleh sentra onderdil yang terus bermunculan di Jakarta.

Bila dulu konsumen rela pergi ke Senen demi onderdil murah, kini mereka bisa mendapatkan barang dengan harga yang sama di sentra onderdil lain. Pesaing terkuat sekarang bahkan tak jauh dari proyek Senen, yakni di Pusat Onderdil Plaza Atrium. Ahyen, pemilik Niko Motor, melihat, saat irti, terlalu banyak jumlah penjual onderdil mobil di Jakarta. "Lebih banyak supplier dibanding dengan pembelinya," keluhnya.

Kemacetan Jakarta juga mengurangi penggunaan mobil. "Semakin jarang mobil dipakai, semakin jarang pula peanggantian suku cadang," kata Ahyen. Padahal, barang-barang/asf moving, seperti kampas rem dan kaki-kaki,biasanya yang paling banyak dicari di tokonya

Doni, pemilik toko aksesori dan variasi Citra Motor, juga berpendapat, makin banyaknya pemakaian sepeda motor juga menurunkan permintaan produk variasi mobil. "Yang untung adalah penjual variasi motor," tuturnya. Dalam seminggu, Doni mengaku hanya bisa bertransaksi dua sampai tiga kali. Sekali transaksi memang nilainya Rp 2 juta hingga Rp 3 juta, namun bila diambil hitungan rata-rata per bulan, jatuhnya hanya impas. Suku cadang variasi yang paling sering dicari di toko Citra Motor adalah footstep.

Berbeda dengan dua toko itu, nasib Wijaya Motor lebih beruntung. Toko yang bersalin nama dari Berkat Motor ini merupakan sub-supplier suku cadang Toyota. Toko seluas tujuh kios tersebut menyediakan berbagai suku cadang hampir semua mobil Toyota "Yangtak ada hanya suku cadang untuk mobil built-up," kata Hendi Supriatno, putra pemilik toko yang sekaligus pengelola Wijaya Motor. Seperti yang lain, toko yang berdiri sejak 1980-an ini pernah mengalami masa kejayaan saat Proyek Senen masih menjadi pusat onderdil. Bahkan, omzetnya bisa mencapai Rp 700 juta sebulan.

Seiring meletusnya krisis moneter, pendapatan mereka menurun. Omzet mereka kini hanya Rp 500 juta per bulan. Toko-toko di sekitar kerap mencari barang di Wijaya Motor. Tapi, Hendi mengaku tak bisa berharap meraup laba besar. "Untungnya kecil sekali. Suku cadang asli Astra untungnya tak sampai 1% dari harga jual,* kata Hendi. Tak heran. Wijaya Motor tak terlalu mengharapkan margin laba. Tapi, jika omzet tinggi, mereka mendapatkan insentif dari para distributor.

Entri Populer