Banyak orang menyangka berbisnis waralaba merupakan langkah pasti menuju
sukses. Tapi pada kenyataannya, banyak alasan yang membuat bisnis
waralaba berakhir tidak seperti yang diperkirakan.
Dalam artikel yang dikutip dari investopedia, terdapat beberapa
pertimbangan yang bisa anda kaji sebelum terjun langsung ke bisnis
waralaba. Kenali 6 penyebab kenapa bisnis waralaba mengalami kegagalan.
1. Modal awal dan royalti waralaba yang cukup tinggi
Modal awal dan franchise fee bisa sangat mempengaruhi laba penyewa
bisnis waralaba. Sebagai contoh, jika anda ingin membuka waralaba
McDonald's, anda harus punya lokasi sendiri (sewa maupun milik), belum
lagi royalti waralaba sekitar Rp 405 juta (US$ 45.000) untuk memegang
hak waralaba selama 20 tahun, setelah masanya habis maka bisa
diperpanjang.
Jika dihitung-hitung secara total, biaya yang anda harus keluarkan untuk
membuka sebuah restoran cepat saji McDonald's berkisar antara Rp 4,5
miliar sampai Rp 14,4 miliar. Yang paling merepotkan adalah, franchise fee yang harus disetorkan per
tahun. Setiap tahun, pemegang pemegang waralaba harus menyetorkan 12,5%
omzetnya ke pemilik waralaba. Jadi, berapapun omzet anda atau sebaik
apapun bisnis, anda akan terus terikat dengan peraturan ini.
Ongkos sewa tahunan ini merupakan syarat paling standar dalam dunia
waralaba. Bahkan, Burger King meminta tambahan 4,5% jika ongkos
waralabanya mencapai Rp 450 juta, sama seperti Dunkin' Donuts yang
meminta tambahan 5,9% untuk franchise fee di kisaran Rp 360-720 juta
tergantung lokasi.
Dikurangi gaji karyawan, uang makan dan pajak, bisa terlihat bahwa memegang lisensi waralaba tidak semudah seperti kelihatannya.
2. Biaya bahan baku yang mahal
Untuk anda bisa tetap berbisnis, kebanyakan pemilik waralaba memaksa
para pemegang lisensinya untuk membeli bahan baku dari pensuplai yang
biasanya masih ada hubungan 'spesial' dengan si pemilik waralaba.
Biasanya, harga yang ditetapkan oleh pensuplai ini lebih tinggi
ketimbang harga pasar.
Bahkan, beberapa pemilik waralaba makanan cepat saji mematok 5-10% lebih
tinggi dari harga pasar untuk produk-produk seperti sayuran, tomat atau
bahan baku lainnya. Padahal, sayuran tetap sayuran yang harganya
biasanya hampir sama, tapi ini menjadi salah satu cara lain si pemilik
waralaba menggenjot laba.
Jangan sekali-sekali anda membatalkan pesanan bahan baku dari si pemilik
waralaba, karena bukan tidak mungkin ia kan memutus kontrak anda di
tengah jalan sehingga anda tak lagi bisa berbisnis.
3. Minimnya pendanaan
Kebanyakan pemegang lisensi waralaba tidak punya akses ke pendanaan yang
baik. Jadi, jika butuh tambahan modal, kebanyakan pemegang lisensi
waralaba harus merogoh koceknya sendiri. Bisa dibilang, pemegang lisensi
waralaba bergantung pada diri sendiri.
Beberapa pemilik waralaba mengetahui hal ini dengan baik sehingga
memberikan opsi cicilan untuk franchise fee, modal awal, bahan baku dan
peralatan untuk memulai waralaba. Situasi seperti ini biasanya lebih
menarik para calon pemegang lisensi waralaba.
4. Minimnya kontrol lokasi
Beberapa waralaba punya aturan untuk tidak terlalu banyak membuka
tokonya di sebuah kota demi menghindari saturasi pasar dan omzet yang
anjlok. Akan tetapi banyak juga waralaba yang membuka toko sebanyak
mungkin di sebuah kota demi menggenjot penjualan.
Itulah mengapa bukanlah sesuatu yang aneh jika anda melihat lima gerai
McDonald dalam radius 8 km karena perusahaannya berusaha untuk meraup
setiap uang yang ada di wilayah tersebut. Pemilik waralaba memang dapat
untung banyak, tapi yang menderita adalah gerai si pemegang lisensi
waralaba, karena tiap muncul satu waralaba di lokasi yang sama, maka
omzetnya bisa turun sampai setengah.
5. Kurang kreatif
Sebauh waralaba biasanya mewajibkan keseragaman. Mulai dari dekorasi
toko, papan reklame, produk yang ditawarkan sampai seragam pelayannya
harus sama. Untuk orang yang menyukai kreatifitas, ini bisa membuat
frustasi.
Jadi, jika anda yang terbiasa menjadi bos bagi diri sendiri, keseragaman
ini mungkin cukup sulit dilakukan. Mungkin anda tidak cocok untuk
berbisnis waralaba.
6. Pemilik waralaba kurang mengenal daerah baru
Anda pasti sering mendengar kalau kunci sukses dalam berbisnis adalah
lokasi, lokasi, lokasi. Pasalnya, lokasi memang sangat mentukan sukses
atau gagalnya sebuah bisnis.
Intinya, jika anda tidak bisa menemukan lokasi yang tepat untuk membuka
waralaba, anda pasti akan kesulitan, karena si pemilik waralaba pun
tidak bisa banyak membantu anda dalam menentukan lokasi.
Contohnya waralaba pizza. Anda tidak bisa dengan mudah membuka gerai
pizza di sebuah daerah yang cukup ramai penduduk. Tetapi, anda juga
harus perhatikan tingkat usia di lokasi tersebut.
Salah besar jika anda membuka gerai pizza di lingkungan ramai tapi
isinya orang tua. Lebih baik anda cari lingkungan yang lebih sepi tapi
isinya anak muda semua.
Riset seperti ini lah yang biasanya tak dimiliki oleh si pemilik
waralaba. Si pemegang lisensi waralaba lah yang bertugas untuk melakukan
riset ini sendirian tanpa bantuan kantor pusat.
Kesimpulan:
Menjalankan bisnis waralaba adalah sebuah keputusan serius yang harus
dilaksanakan dengan hati-hati. Sebelum anda menyewa waralaba, banyak
belajarlah mengenai perusahaan yang jadi target, begitu pula dengan
produk dan lokasinya. Karena bahkan dengan produk dan lokasi yang baik,
belum tentu anda bisa meraup laba. Jadi, pastikan adan tahu risikonya
sebelum membuka waralaba.
http://ukmindonesiasukses.blogspot.com/2013/04/margahayuland-42-tahun-membangun.html
(Sumber : detikcom)