28/12/2011
Sentra Batu Alam Majalengka, Jawa Barat
Sentra Batu Alam Majalengka, Jawa Barat
Pemain Baru Hadir Kompetisi Jadi Sengit
Kehadiran teknologi pemotongan batu merubah nasib perajin batu alam di Majalengka. Usaha mereka membesar hingga mampu merekrut puluhan tenaga kerja. Namun kompetisi menjadi sengit ketika pemain baru datang dan berani menjual batu alam dengan harga murah.
KEHADIRAN teknologi pemotongan batu alam membawa berkah bagi perajin batu alam di Majalengka. Pemakaian teknologi itu berhasil menggenjot kapasitas produksi batu alam dan menaikkan hargajual.
Maklum, dengan penerapan teknologi pemotongan batu mampu mengubah kualitas produk batu alam perajin menjadi lebih baik. Alhasil, pembeli batu alam itu kini datang dari mana-mana. Tak hanya dari Majalengka tapi juga dari daerah lain termasuk Jakarta
Sudomo, pemilik usaha batu alam dari PD Darma Mulya bilang, dengan kualitas lebih baik ia berani memasok batu alam untuk kebutuhan pengembang properti kelas kakap. "Sampai sekarang pengembang properti itu menjadi langganan saya," terang Sudomo.
Selain membawa berkahbagi pengusaha batu alam seperti Sudomo, kenaikan permintaan batu alam juga dirasakan oleh warga setempat Sejak memakai teknologi pemotongan batu, Sudomo mampu menyerap 30 sampai 50 orang tenaga kerja dari warga setempat. Sudomo memberdayakan warga menganggur itu menjadi operator mesin pemotong batu alam miliknya. "Usaha ini adalah usaha bersama dengan warga," kata warga asli dari Majalengka itu. .
Kondisi yang sama juga dirasakan Arifin Yusuf, produsen batu alam yang juga direktur CV Cahaya Helga. Sejak memakai teknologi pemotongan batu, ia juga memberdayakan 30 tenaga kerja dari warga Majalengka.
Arifin bilang, semakin banyak pesanan batu alam yang datang kepadanya, semakin banyak pula ia merekrut tenaga kerja.
"Usaha ini menjadi tumpuan ekonomi warga," kata Arifin.
Selain warga yang bekerja langsung di pabrik pemotongan batu, sebagian warga lainnya bekerja secara serabutan mengolah batu sisa pengolahan pabrik. Batu sisa pabrik itu merupakan batu yang tidak terpakai lagi atau tidak bisa diolah menjadi batu alam. Batu itu sengaja disisihkan untuk diolah menjadi batu kerikil yang akan dipakai menjadi material pembuatan jalan atau bangunan.
Warga yang mengolah batu sisa pabrik itu kebanyakan adalah kaum ibu rumah tangga. Mereka memecahkan batu sisa potongan pabrik dengan upah Rp 30.000 per hari. "Mereka bisa bekerja di luar pabrik," terang Toto Suharto, yang juga produsen batu alam di Majalengka.
Dampak dari kenaikan permintaan batu alam di Majalengka temyata mengundang ketertarikan investoryang tertarik dengan bisnis batu alam. Arifin bilang, kehadiran pemain baru itu membuat pasar batu alam bersaing ketat. "Mereka berani menurunkan harga jual," kata Arifin.
Arifin menambahkan, pemain baru berani menjual Iebih murah karena menjual batu alam kelas dua atau batu alam yang ukurannya tidak simetris atau tidak presisi. "Produk mereka laris, tapi segmen pasar mereka adalah kelas menengah ke bawah," terang Arifin.
Baik Arifin atau Sudomo mengaku tidak tertarik memproduksi batu alam kelas dua tersebut Ia menyatakan, akan tetap memproduksi batu alam berkualitas dengan ukuran yang presisi. "Sebab kami memiliki langganan dari kontraktor dan juga pengembang yang butuh batu yang berkualitas," kata Arifin.
Kehadiran teknologi pemotongan batu merubah nasib perajin batu alam di Majalengka. Usaha mereka membesar hingga mampu merekrut puluhan tenaga kerja. Namun kompetisi menjadi sengit ketika pemain baru datang dan berani menjual batu alam dengan harga murah.
KEHADIRAN teknologi pemotongan batu alam membawa berkah bagi perajin batu alam di Majalengka. Pemakaian teknologi itu berhasil menggenjot kapasitas produksi batu alam dan menaikkan hargajual.
Maklum, dengan penerapan teknologi pemotongan batu mampu mengubah kualitas produk batu alam perajin menjadi lebih baik. Alhasil, pembeli batu alam itu kini datang dari mana-mana. Tak hanya dari Majalengka tapi juga dari daerah lain termasuk Jakarta
Sudomo, pemilik usaha batu alam dari PD Darma Mulya bilang, dengan kualitas lebih baik ia berani memasok batu alam untuk kebutuhan pengembang properti kelas kakap. "Sampai sekarang pengembang properti itu menjadi langganan saya," terang Sudomo.
Selain membawa berkahbagi pengusaha batu alam seperti Sudomo, kenaikan permintaan batu alam juga dirasakan oleh warga setempat Sejak memakai teknologi pemotongan batu, Sudomo mampu menyerap 30 sampai 50 orang tenaga kerja dari warga setempat. Sudomo memberdayakan warga menganggur itu menjadi operator mesin pemotong batu alam miliknya. "Usaha ini adalah usaha bersama dengan warga," kata warga asli dari Majalengka itu. .
Kondisi yang sama juga dirasakan Arifin Yusuf, produsen batu alam yang juga direktur CV Cahaya Helga. Sejak memakai teknologi pemotongan batu, ia juga memberdayakan 30 tenaga kerja dari warga Majalengka.
Arifin bilang, semakin banyak pesanan batu alam yang datang kepadanya, semakin banyak pula ia merekrut tenaga kerja.
"Usaha ini menjadi tumpuan ekonomi warga," kata Arifin.
Selain warga yang bekerja langsung di pabrik pemotongan batu, sebagian warga lainnya bekerja secara serabutan mengolah batu sisa pengolahan pabrik. Batu sisa pabrik itu merupakan batu yang tidak terpakai lagi atau tidak bisa diolah menjadi batu alam. Batu itu sengaja disisihkan untuk diolah menjadi batu kerikil yang akan dipakai menjadi material pembuatan jalan atau bangunan.
Warga yang mengolah batu sisa pabrik itu kebanyakan adalah kaum ibu rumah tangga. Mereka memecahkan batu sisa potongan pabrik dengan upah Rp 30.000 per hari. "Mereka bisa bekerja di luar pabrik," terang Toto Suharto, yang juga produsen batu alam di Majalengka.
Dampak dari kenaikan permintaan batu alam di Majalengka temyata mengundang ketertarikan investoryang tertarik dengan bisnis batu alam. Arifin bilang, kehadiran pemain baru itu membuat pasar batu alam bersaing ketat. "Mereka berani menurunkan harga jual," kata Arifin.
Arifin menambahkan, pemain baru berani menjual Iebih murah karena menjual batu alam kelas dua atau batu alam yang ukurannya tidak simetris atau tidak presisi. "Produk mereka laris, tapi segmen pasar mereka adalah kelas menengah ke bawah," terang Arifin.
Baik Arifin atau Sudomo mengaku tidak tertarik memproduksi batu alam kelas dua tersebut Ia menyatakan, akan tetap memproduksi batu alam berkualitas dengan ukuran yang presisi. "Sebab kami memiliki langganan dari kontraktor dan juga pengembang yang butuh batu yang berkualitas," kata Arifin.
Sumber: Harian Kontan
Hafid Fua({