13/11/2011
Menembus Ketatnya Bisnis Baju Antiapi
Terlalu banyak kebutuhan di dalam negeri didatangkan dari negara lain, termasuk baju lapangan yang tahan api. Donda Lucia membuktikan, jika ada kemauan kuat, orang Indonesia bisa membuat apa pun.lis Zatnika
SUATU ketika, Donda Lucia menawarkan covcrall (baju yang dipakai pekerja tambang di perusahaan minyak dan gas) ke perusahaan minyak asing yang beroperasi di Indonesia.
Saat sedang menunggu jawaban, bos perusahaan tersebut bertanya dengan bahasa Prancis ke karyawannya, "Selama ini kit.i pakai coverall tahan api. Memangnya lndone-sia mampu membuat baju tahan api?" Donda, yang mengerti bahasa Prancis, saat itu merasa harga diri bangsanya sedang diremehkan. Dia diam saja dan bertekad dalam hati, "Akan saya buktikan Indonesia mampu membual baju antiapi."
Syahdan, pada 2004, dengan modal minus (berutang pada bank) sebesar US$185 ribu, Donda mendirikan Deva Datta, perusahaan penyedia baju heavy duty, pada 2004. Beberapa tahun perusahaan itu berjalan. Namun rasa tidak puas dengan baju biasa-biasa saja dan cemoohan orang Prancis tadi mendorong Donda mengubah siasat. Ia pun membuat safety cloth.
"Produksi garmen Indonesia itu peringkat empat sedunia, sayangnya kita banyak jadi buruh. Teknologi kita oke, bahan-bahan ada. Tapi ternyata produksi Indonesia banyak yang tidak aman, entah dari zat maupun bahan," kata Donda yang sebelumnya pernah berbisnis garmen selama 18 tahun.
Karena terpacu untuk membuat baju aman bagi para pekerja, Donda mencari tahu soal flame ralcrdant. "Bahan apa sih yang membuat baju tahan api? Kenapa Indonesia tidak punya sendiri dan sebagian besar coverall kita impor," kata Donda mengenang awal mula ia menjalankan bisnis barunya itu.
Kemudian Donda coba meneliti sendiri Ia belajar dari internet. Karena merasa kurang, Donda menghubungi segelintir perusahaan di Indonesia yang memproduksi baju tahan api. "Sayangnya mereka bdak memberi tahu triknya karena menganggap saya saingan," ujar Donda dengan mimik kecewa.
Tak putus asa, ia mendatangi ahli serat ke berbagai negara, seperti China, Kanada, Australia, Inggris, dan Amerika. Bahkan ia rela bolak-balik ke China dan Indonesia karena setiap uji cobanya gagal. "Saya harus belajar lagi."
Saat belajar kepada para ahli itu, ia menyadari bahwa takvsemua informasi yang diberikan benar. "Saya selalu uji coba, kok hasilnya beda, ya? Si ahli bilang A ternyata hasilnya B," katanya lagi. Akhirnya Donda tahu bahan tahan api yang bagus terbuat dari batu bara dengan proses panjang menjadi kain yang bernama aramid. "Indonesia punya sekolah tinggi tekstil di Bandung, tapi ada yang belum dipelajari siswanya, yaitu kain aramid. Bayangkan betapa panjang proses pembuatan dari bahan bakar menjadi bahan tahan api," kata Donda,
Nasionalisme
Pada Agustus 2007, Donda dan seorang pengusaha diundang pemerintah untuk membantu mengurangi angka impor Indonesia. "Awalnya saya merasa pemerintah salah tunjuk. Tapi akhirnya saya berpikir apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi angka impor Indonesia," kenang Donda.
Ia teringat pada penelitiannya yang bisa mewujudkan impian mengurangi angka impor. Dengan dasar semangat nasionalisme, dia ingin membuktikan Indonesia bisa. Donda pun terus meneliti dan membuat
lab berjalan, dengan menelusuri p.ibrik-pabrik, "Sejujurnya ini sulit karena sa\.i belajar dan coba-coba sendiri," ungkapm a.
Honda membual i int rail dengan memesan bahan dari pabrik di Indonesia.A lama kemudian, ada komplain dari konsumen sool bau yang menyengat dan tidak hilang setelah di. Zat baju tahan opi itu memang yang terja-hol jika dibandingkan dengan bahan tekstil lain. Dari baunya saja, ia bisa merusak kesehatan entah lew al pemapasan, mata, ataupun in dalam.
Demi menjaga kepercayaan konsumen, Donda membawa potongan bahan dari pabrik tersebut ke lat untuk dites dengan biaya Rp7 juta.
Hasilnya sungguh mengejutkan, pabrik yang sudah x public itu menggunakan /at kimia yang 10 tahun terakhir sudah dilaranguruh dunia.s.ii.i sampai iek ke pabrik yang di ler-man, mereka men;;.it,ikan zat kimia tahan api itu dibeli untuk dimusnahkan. Sa nsw, bukannya benar-benar, dimusnahkan, pembeli ladi menjual kembali ke ni berkembang. Akhirnya 9aya membuang bahan ribuan meter yang sudah dibeli karena ternyata berbahaya untuk manusia," ujar Donda.
Namun, semangat yang kuat tidak membuat Donda menghentikan usahanya Sam pai akhirnya, dia menemukan cara memproduksi baju tahan api vang ideal. Donda menjelaskan secara singkat prose, pembuatan coverall. Pertama, ia membeli serat aramid berbentuk bongkahan I kemudian dipintal menjadi yani. Setelah itu, yuni ditemui menjadi tekstil, kemudian diwarnai. Prosesnya sangat panjang, misal-n\,\ dimasak, dipanaskan, diwarnai, dibilas, dan dimasak lagi.
"Ke depannya saya ingin memberdayakan masyarakat Majalaya, Bandung, untuk menenun bahan-bahan tadi. Setelah bahan siap dibuat coverall, prosesnj a sebanyak 75 dilakukan sendiri seperti desain dan pemotongan bahan, sisa 2591 dikerjakan pabrik di Purwokerto dan Jonggol, yaitu proses penjahitan," tutur Donda yang saat ini sedang meneliti pembuatan |as hujan ramah lingkungan.
Sumber :Media Indonesia