>>>Meraih Untung dari Tahun Ajaran Baru
SAAT tahun ajaran baru datang, banyak orang tua menjerit karena mahalnya biaya persiapan masuk sekolah, seperti halnya keperluan membeli seragam sekolah baru. Namun sebaliknya, tahun ajaran baru justru menjadi musim panen JonoSukendar, penjahit di tepi Jalan Manggarai Utara I, Jakarta Selat.ui
Kondisi keuangan Jono dan 19 rekan sesama penjahit di sekitarnya justru memasuki musim panen, dan bisa meraih pendapatan yang berlipat ganda. Kendati tahun ajaran baru telah dimulai pada Senin (11/7), Jono masih terus mendulang keuntungan dari pekerjaannya. Diperkirakan, penghasilan yang diperolehnya dalam waktu dua pekan terakhir mencapai tiga kali lipat lebih daripada penghasilan biasanya.
"Ini bisa sampai Rpl juta, biasanya saya cuma Rp300 ribu. Ramai yang datang dari seminggu sebelum masuk sekolah sampai seminggu ke depan," kata Jono Sukendar, 29, ketika ditemui di lapak jahitnya di taman Jalan Manggarai Utara I, kemarin.Pesanan jahitan, kata Jono, menumpuk selama dua pekan terakhir ini. Mayoritas pesanan berasal dari pelajar SMP dan SMA.
Pesanan itu meliputi memasang bet (lokasi sekolah dan nama siswa) di kemeja seragam sekolah, memotong rok seragam sekolah, mengecilkan rok dan celana seragam sekolah, hingga mengecilkan kemeja seragam sekolah. Untuk memasang bet sekolah, Jonomematok harga Rp7.000, dan memotong rok dan celana dipatok RplO ribu. Selain itu, mengecilkan pakaian seragam harga dipatok RplO ribu-Rp25 ribu per potong. Harga itu, ucap Jono, diseragamkan seluruh rekannya sesama penjahit untuk menghindari kecemburuan sosial dan menarik pelanggan sebanyak-banyaknya.
"Untuk pasang bet saja sehari bisa lebih dari 10 buah. Apalagi hari Jumat, Sabtu, dan Minggu bisa menumpuk banyak orderan saya. Harga" enggak beda kalau di sini," tutur penjahit asal Kebumen itu. Untuk meningkatkan pendapatannya, Jono dan teman-temannya juga bekerja lebih awal jika dibandingkan dengan hari biasa. Mereka buka sejak pukul 07.00, dari biasanya pukul 09.00, dan kiosnya tutup jika pesanan sudah sepi.
Musim panen, imbuh Jono, tidak hanya ketika tahun ajaran baru tiba. Lebaran dan Natal pun menjadi ajang melipatkgandakan penghasilan. Hampir 10 tahun pria yang tinggal di kamar kontrakan di belakang Stasiun Manggarai itu bekerja sebagai tukang jahit di sana. Namun, tidak terlintas di benaknya untuk berganti profesi.
"Kerja baru butuh modal, sekolah menjahit juga pakai uang. Mending buat anak dan istri, lagi pula saya generasi ketiga di sini. Sebelumnya kakek dan bapak saya juga bekerja seperti ini, disyukuri saja," ucapnya sambil tersenyum. (Nesty Trioka Pamungkas/J-4)
Sumber : Media Indonesia
SAAT tahun ajaran baru datang, banyak orang tua menjerit karena mahalnya biaya persiapan masuk sekolah, seperti halnya keperluan membeli seragam sekolah baru. Namun sebaliknya, tahun ajaran baru justru menjadi musim panen JonoSukendar, penjahit di tepi Jalan Manggarai Utara I, Jakarta Selat.ui
Kondisi keuangan Jono dan 19 rekan sesama penjahit di sekitarnya justru memasuki musim panen, dan bisa meraih pendapatan yang berlipat ganda. Kendati tahun ajaran baru telah dimulai pada Senin (11/7), Jono masih terus mendulang keuntungan dari pekerjaannya. Diperkirakan, penghasilan yang diperolehnya dalam waktu dua pekan terakhir mencapai tiga kali lipat lebih daripada penghasilan biasanya.
"Ini bisa sampai Rpl juta, biasanya saya cuma Rp300 ribu. Ramai yang datang dari seminggu sebelum masuk sekolah sampai seminggu ke depan," kata Jono Sukendar, 29, ketika ditemui di lapak jahitnya di taman Jalan Manggarai Utara I, kemarin.Pesanan jahitan, kata Jono, menumpuk selama dua pekan terakhir ini. Mayoritas pesanan berasal dari pelajar SMP dan SMA.
Pesanan itu meliputi memasang bet (lokasi sekolah dan nama siswa) di kemeja seragam sekolah, memotong rok seragam sekolah, mengecilkan rok dan celana seragam sekolah, hingga mengecilkan kemeja seragam sekolah. Untuk memasang bet sekolah, Jonomematok harga Rp7.000, dan memotong rok dan celana dipatok RplO ribu. Selain itu, mengecilkan pakaian seragam harga dipatok RplO ribu-Rp25 ribu per potong. Harga itu, ucap Jono, diseragamkan seluruh rekannya sesama penjahit untuk menghindari kecemburuan sosial dan menarik pelanggan sebanyak-banyaknya.
"Untuk pasang bet saja sehari bisa lebih dari 10 buah. Apalagi hari Jumat, Sabtu, dan Minggu bisa menumpuk banyak orderan saya. Harga" enggak beda kalau di sini," tutur penjahit asal Kebumen itu. Untuk meningkatkan pendapatannya, Jono dan teman-temannya juga bekerja lebih awal jika dibandingkan dengan hari biasa. Mereka buka sejak pukul 07.00, dari biasanya pukul 09.00, dan kiosnya tutup jika pesanan sudah sepi.
Musim panen, imbuh Jono, tidak hanya ketika tahun ajaran baru tiba. Lebaran dan Natal pun menjadi ajang melipatkgandakan penghasilan. Hampir 10 tahun pria yang tinggal di kamar kontrakan di belakang Stasiun Manggarai itu bekerja sebagai tukang jahit di sana. Namun, tidak terlintas di benaknya untuk berganti profesi.
"Kerja baru butuh modal, sekolah menjahit juga pakai uang. Mending buat anak dan istri, lagi pula saya generasi ketiga di sini. Sebelumnya kakek dan bapak saya juga bekerja seperti ini, disyukuri saja," ucapnya sambil tersenyum. (Nesty Trioka Pamungkas/J-4)
Sumber : Media Indonesia