>>>>>>Pasar Tegal Gubug Cirebon Omzetnya Miliaran
Cirebon - Pasar Kain Tegal Gubug yang berlokasi di Desa Tegal Gubug Kecamatan Arjawina-ngun Kabupaten Cirebon, temyata menghasilkan omzet yang tidak sedikit. Tercatat, pasar kain terbesar se Indonesia, bahkan se- Asia Tenggara tersebut, menghasilkan perputaran uang bernilai miliaran dalam sepekannya.
Sedangkan pasarnya sendiri, beroperasi 2 kali dalam sepekan, yaitu setiap hari Selasa dan Sabtu.Walaupun data tersebut belum valid, namun memang omzetnya mencapai miliaran rupiah setiap pekannya.
"Omzetnya mencapai puluhan miliar. Meskipun kami belum diberikan data valid, tapi kami bisa hitung secara kasat mata," ucap Camat Arjawiangun, Chaidir kepada Neraca, Senin (4/4).
Perhitungan tersebut lanjut Chaidir, dilihat dari banyaknya pedagang kain di lokasi pasar, seluas kurang lebih 4 hektare tadi. Menurutnya, ada sekitar 5000 pedagang kain. Mereka terdiri dari pedagang besar, menengah dan kecil. Jumlah pedagang besar sebanyak 200 orang, sisanya pedagang menengah dan kecil.
"Kabarnya pedagang besar saja, dalam semalam omzetnya bisa mencapai dua miliar. Kalikan dengan dua ra-tus orang. Belum mereka yang masuk kategori menengah dan kecil," ungkap Chaidir.
Chaidir menjelaskan, pengelolaan pasar tersebut diserahkan kepada pihak Desa, dan tidak boleh diberikan kepada pihak ke 3. Hal tersebut lanjutnya, sesuai dengan keputusan Pemkab Cirebon, yang melarang memberikan pengelolaan pasar desa kepada pihak lain.
Sepekan Rp 4 Miliar
Terkait perputaran uang di Pasar Tegal Gubug, disampaikan berbeda oleh Kepala Desa Tegal Gubug, Sambung. Menurut dia, tidak benar kalau dalam sekali hari pasaran, bisa menghasilkan omzet sampai puluhan miliar. Masalahnya lanjut Sambung, hari Sabtu yang nota bene hari pasaran yang cukup ramai, hanya menghasilkan omzet sekitar Rp. 2 miliar saja. Lain lagi dengan hari Selasa, yang kondisnya sedikit sepi.
"Paling bagus sepekan menghasilkan perputaranuang sekitar tiga sampai empat miliaran. Tidak benar kalau dalam sepekan menghasilkan omzet sampai puluhan miliar. Itu perhitungan dari mana?"tukas dia.
Sambung mengakui, kalau jumlah para pedagang kain yang ada di Pasar Tegal Gubug berjumlah sekitar 5000 orang. Jumlah tersebut, termasuk pedagang yang menghuni kios, los dan pedagang lemprakan. Mereka melayani pembeli dari Cirebon, pulau Jawa hingga Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
"Tidak benar kalau dalam sepekan, transaksi perdagangan di sini mencapai puluhan miliar, paling hitungan empat sampai lima miliaran, tergantung kondisi pasar. Kalau hari Selasa malah kondisinya rada sepi," aku Sambung.
Masalah pengelolaan pasar ungkapnya, sepenuhnya dikelola oleh pihak Desa Tegal Gubug. Namun karena banyaknya jumlah pedagang, maka pihak desa menunjuk kepala pasar, sebagai penanggung jawab pasar.
"Kami tidak mengajak pihak ketiga mengelola pasar ini. Tapi kami menunjuk Kepala Pasar, supaya administrasi bisa tertib. Sebulan, kami menerima Rp 10 juta dari pasar sebagai konpensasi. Uang tersebut masuk ke dalam kas desa,"ungkap Kades Tegal Gubug itu.
Kurang Promosi
Sementara itu, masyarakat di luar Kab. Cirebon yang mengaku pernah berkunjung ke pasar Tegal Gubug mengungkapkan, pasar itu sebagai pasar besar yang cukup potensial namun kurang mendapat perhatian dari pemerintah provinsi Jawa Barat khususnya. Potensi itu seharusnya menjadi sebuah potensi yang perlu terus dilestarikan dan ditingkatkan. Bahkan bisa jadi sebagai pasar percontohan bagi daerah lainnya di Indonesia.
"Pasar Tegal Gubug sangat potensial untuk Jawa Barat dan Cirebon khususnya, namun banyak hal yang perlu mendapat perhatian. Misalnya, penataan dan juga sosialisasi. Banyak yang belum mengenal pasar besar di tingkat kabupaten dengan aneka kain yang berkualitas," ujar DR. Mira Siska yang mengaku sudah beberapa kali berbelanja ke pasar tersebut.
Dia merasa yakin kalau keberadaan pasar itu sering dipromosikan, akan menjadi pasar besar dan perputaran uangnya akan jauh lebih meningkat Juga bisa berdampak bagi kepariwisataan di Jawa Barat Sebab, aku dosen di perguruan tinggi swasta di Bandung itu, keberadaan pasar Tegal Gubug itu promosinya relative minim sekali.
Cirebon - Pasar Kain Tegal Gubug yang berlokasi di Desa Tegal Gubug Kecamatan Arjawina-ngun Kabupaten Cirebon, temyata menghasilkan omzet yang tidak sedikit. Tercatat, pasar kain terbesar se Indonesia, bahkan se- Asia Tenggara tersebut, menghasilkan perputaran uang bernilai miliaran dalam sepekannya.
Sedangkan pasarnya sendiri, beroperasi 2 kali dalam sepekan, yaitu setiap hari Selasa dan Sabtu.Walaupun data tersebut belum valid, namun memang omzetnya mencapai miliaran rupiah setiap pekannya.
"Omzetnya mencapai puluhan miliar. Meskipun kami belum diberikan data valid, tapi kami bisa hitung secara kasat mata," ucap Camat Arjawiangun, Chaidir kepada Neraca, Senin (4/4).
Perhitungan tersebut lanjut Chaidir, dilihat dari banyaknya pedagang kain di lokasi pasar, seluas kurang lebih 4 hektare tadi. Menurutnya, ada sekitar 5000 pedagang kain. Mereka terdiri dari pedagang besar, menengah dan kecil. Jumlah pedagang besar sebanyak 200 orang, sisanya pedagang menengah dan kecil.
"Kabarnya pedagang besar saja, dalam semalam omzetnya bisa mencapai dua miliar. Kalikan dengan dua ra-tus orang. Belum mereka yang masuk kategori menengah dan kecil," ungkap Chaidir.
Chaidir menjelaskan, pengelolaan pasar tersebut diserahkan kepada pihak Desa, dan tidak boleh diberikan kepada pihak ke 3. Hal tersebut lanjutnya, sesuai dengan keputusan Pemkab Cirebon, yang melarang memberikan pengelolaan pasar desa kepada pihak lain.
Sepekan Rp 4 Miliar
Terkait perputaran uang di Pasar Tegal Gubug, disampaikan berbeda oleh Kepala Desa Tegal Gubug, Sambung. Menurut dia, tidak benar kalau dalam sekali hari pasaran, bisa menghasilkan omzet sampai puluhan miliar. Masalahnya lanjut Sambung, hari Sabtu yang nota bene hari pasaran yang cukup ramai, hanya menghasilkan omzet sekitar Rp. 2 miliar saja. Lain lagi dengan hari Selasa, yang kondisnya sedikit sepi.
"Paling bagus sepekan menghasilkan perputaranuang sekitar tiga sampai empat miliaran. Tidak benar kalau dalam sepekan menghasilkan omzet sampai puluhan miliar. Itu perhitungan dari mana?"tukas dia.
Sambung mengakui, kalau jumlah para pedagang kain yang ada di Pasar Tegal Gubug berjumlah sekitar 5000 orang. Jumlah tersebut, termasuk pedagang yang menghuni kios, los dan pedagang lemprakan. Mereka melayani pembeli dari Cirebon, pulau Jawa hingga Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
"Tidak benar kalau dalam sepekan, transaksi perdagangan di sini mencapai puluhan miliar, paling hitungan empat sampai lima miliaran, tergantung kondisi pasar. Kalau hari Selasa malah kondisinya rada sepi," aku Sambung.
Masalah pengelolaan pasar ungkapnya, sepenuhnya dikelola oleh pihak Desa Tegal Gubug. Namun karena banyaknya jumlah pedagang, maka pihak desa menunjuk kepala pasar, sebagai penanggung jawab pasar.
"Kami tidak mengajak pihak ketiga mengelola pasar ini. Tapi kami menunjuk Kepala Pasar, supaya administrasi bisa tertib. Sebulan, kami menerima Rp 10 juta dari pasar sebagai konpensasi. Uang tersebut masuk ke dalam kas desa,"ungkap Kades Tegal Gubug itu.
Kurang Promosi
Sementara itu, masyarakat di luar Kab. Cirebon yang mengaku pernah berkunjung ke pasar Tegal Gubug mengungkapkan, pasar itu sebagai pasar besar yang cukup potensial namun kurang mendapat perhatian dari pemerintah provinsi Jawa Barat khususnya. Potensi itu seharusnya menjadi sebuah potensi yang perlu terus dilestarikan dan ditingkatkan. Bahkan bisa jadi sebagai pasar percontohan bagi daerah lainnya di Indonesia.
"Pasar Tegal Gubug sangat potensial untuk Jawa Barat dan Cirebon khususnya, namun banyak hal yang perlu mendapat perhatian. Misalnya, penataan dan juga sosialisasi. Banyak yang belum mengenal pasar besar di tingkat kabupaten dengan aneka kain yang berkualitas," ujar DR. Mira Siska yang mengaku sudah beberapa kali berbelanja ke pasar tersebut.
Dia merasa yakin kalau keberadaan pasar itu sering dipromosikan, akan menjadi pasar besar dan perputaran uangnya akan jauh lebih meningkat Juga bisa berdampak bagi kepariwisataan di Jawa Barat Sebab, aku dosen di perguruan tinggi swasta di Bandung itu, keberadaan pasar Tegal Gubug itu promosinya relative minim sekali.
Sumber : Harian Ekonomi Neraca