>>>Komitmen Bisnis Tekan Deforestasi Jangan Hanya Sebatas Pencitraan
Sekitar 200 pebisnis dalam dan luar negeri, Jumat (29/4) di Jakarta, mendeklarasikan komitmen berbisnis ramah lingkungan. Namun, niat itu butuh waktu panjang, di antaranya terkait dengan ketidaksiapan perundangan dan keseriusan para pemangku kepentingan.
Deklarasi itu sekaligus mendukung target Indonesia menurunkan emisi karbon 26 persen tahun 2020. Komitmen dibacakan di depan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa.
Keenam isi deklarasi itu, pertama, mendukung berhentinya deforestasi pada 2020 melalui penolakan produk deforestasi Kedua, mengurangi penggunaan sumber daya alam dengan investasi besar pada efisiensi energi dan sumber daya serta program yang mendesain tilang mata rantai produk dan distribusi
Ketiga, mempromosikan praktik bisnis berkelanjutan. Keempat, mendukung program perlindungan kawasan dengan keanekaragaman hayati tinggi dan penyimpan karbon alam. Kelima, berinvestasi dan mempromosikan perencanaan kota lestari serta manajemen penggunaan lahan terpadu. Keenam, secara intensif mempromosikan pola konsumsi yang lebih leslari.
"Ekonomi hijau harus diambil pebisnis agar ada keseimbangan yang memungkinkan pembangunan, tetapi tetap menjaga ke-lestarian lingkungan. Prinsipnya, hindari eksploitasi sumber daya alam berlebihan." kata Hatta sekaligus menutup Business for Environment (B4E) Global Summit 2011, kemarin.
Ekonomi hijau mensyaratkan kreativitas memodifikasi cara berbisnis untuk menjawab tantangan perubahan iklim.Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia Suryo Bambang Sulisto mengatakan, isi deklarasi akan disosialisasikan. Harapannya, bisnis ramah lingkungan bukan lagi beban, melainkan investasi jangka panjang.
Insentif dan disinsentif
Menurut Suryo Bambang Sulisto, deklarasi perlu ditunjang kebijakan pemerintah. Contohnya, insentif bagi perusahaan yang menjalankan isi deklarasi dan, sebaliknya, disinsentif bagi yang melanggar. "Mekanismenya masih harus kami bicarakan dengan pemerintah," katanya.
Juru bicara Greenpeace untuk Asia Tenggara, Bustar Maitar, mengatakan, deklarasi itu adalah kompromi pertumbuhan ekono-mi dengan kepentingan lingkungan. Lebih penting, komitmen itu bisa diterapkan. "Jangan hanya untuk pencitraan," ucapnya
Di tempat lain, Center for International Forestry Research (CIFOR) menghadirkan Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Eivind S Homme, Staf Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim Agus Purnomo, pengusaha, dan akademisi Mereka berdiskusi singkat dengan tema "What does REDD+ mean for business?" REDD+ merupakan program pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan.
Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi mengingatkan, REDD+ bukan tujuan. "REDD+ adalah alat Bukan sekadar berkelanjutan untuk lingkungan, tetapi juga harus mengurangi kemiskinan, menumbuhkan ketahanan energi dan ketahanan pangan berkelanjutan, serta menumbuhkan ekonomi berkelanjutan," ujarnya.
Sementara itu Direktur Umum CIFOR Frances Seymour menegaskan, berbisnis dengan cara-cara biasa harus ditinggalkan. Tawarannya, bisnis sesuai tujuan REDD+, pasar meningkat, produk bagus, dan memiliki jaringan berkelanjutan. "Pasar asing amat sensitif pada isu lingkungan. Harap diingat," ujarnya.
Di sisi lain, pengusaha butuh kejelasan informasi dan kepas-tian usaha. (ICH/ISW)
Sumber : Harian Kompas
Sekitar 200 pebisnis dalam dan luar negeri, Jumat (29/4) di Jakarta, mendeklarasikan komitmen berbisnis ramah lingkungan. Namun, niat itu butuh waktu panjang, di antaranya terkait dengan ketidaksiapan perundangan dan keseriusan para pemangku kepentingan.
Deklarasi itu sekaligus mendukung target Indonesia menurunkan emisi karbon 26 persen tahun 2020. Komitmen dibacakan di depan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa.
Keenam isi deklarasi itu, pertama, mendukung berhentinya deforestasi pada 2020 melalui penolakan produk deforestasi Kedua, mengurangi penggunaan sumber daya alam dengan investasi besar pada efisiensi energi dan sumber daya serta program yang mendesain tilang mata rantai produk dan distribusi
Ketiga, mempromosikan praktik bisnis berkelanjutan. Keempat, mendukung program perlindungan kawasan dengan keanekaragaman hayati tinggi dan penyimpan karbon alam. Kelima, berinvestasi dan mempromosikan perencanaan kota lestari serta manajemen penggunaan lahan terpadu. Keenam, secara intensif mempromosikan pola konsumsi yang lebih leslari.
"Ekonomi hijau harus diambil pebisnis agar ada keseimbangan yang memungkinkan pembangunan, tetapi tetap menjaga ke-lestarian lingkungan. Prinsipnya, hindari eksploitasi sumber daya alam berlebihan." kata Hatta sekaligus menutup Business for Environment (B4E) Global Summit 2011, kemarin.
Ekonomi hijau mensyaratkan kreativitas memodifikasi cara berbisnis untuk menjawab tantangan perubahan iklim.Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia Suryo Bambang Sulisto mengatakan, isi deklarasi akan disosialisasikan. Harapannya, bisnis ramah lingkungan bukan lagi beban, melainkan investasi jangka panjang.
Insentif dan disinsentif
Menurut Suryo Bambang Sulisto, deklarasi perlu ditunjang kebijakan pemerintah. Contohnya, insentif bagi perusahaan yang menjalankan isi deklarasi dan, sebaliknya, disinsentif bagi yang melanggar. "Mekanismenya masih harus kami bicarakan dengan pemerintah," katanya.
Juru bicara Greenpeace untuk Asia Tenggara, Bustar Maitar, mengatakan, deklarasi itu adalah kompromi pertumbuhan ekono-mi dengan kepentingan lingkungan. Lebih penting, komitmen itu bisa diterapkan. "Jangan hanya untuk pencitraan," ucapnya
Di tempat lain, Center for International Forestry Research (CIFOR) menghadirkan Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Eivind S Homme, Staf Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim Agus Purnomo, pengusaha, dan akademisi Mereka berdiskusi singkat dengan tema "What does REDD+ mean for business?" REDD+ merupakan program pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan.
Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi mengingatkan, REDD+ bukan tujuan. "REDD+ adalah alat Bukan sekadar berkelanjutan untuk lingkungan, tetapi juga harus mengurangi kemiskinan, menumbuhkan ketahanan energi dan ketahanan pangan berkelanjutan, serta menumbuhkan ekonomi berkelanjutan," ujarnya.
Sementara itu Direktur Umum CIFOR Frances Seymour menegaskan, berbisnis dengan cara-cara biasa harus ditinggalkan. Tawarannya, bisnis sesuai tujuan REDD+, pasar meningkat, produk bagus, dan memiliki jaringan berkelanjutan. "Pasar asing amat sensitif pada isu lingkungan. Harap diingat," ujarnya.
Di sisi lain, pengusaha butuh kejelasan informasi dan kepas-tian usaha. (ICH/ISW)
Sumber : Harian Kompas