>>>>>Ketika Perajin Semprong Petromak Bertahan di Era Modern
Dulu 2-3 Kodi Sehari, Sekarang 1 Kodi Butuh Satu Minggu Petromak semakin asingkeberadaannya saat ini. Alat penerangan inisemakin tergurus denganyang lebih modern. Namun para perajin sukucadang alat penerangantradisional ini tetapterus bertahan.
SEBELUM listrik bisa dirasakan kalangan bawah, petromak menjadi alat penerangan yang paling populer. Alat penerangan berbahan bakar minyak tanah itu juga akrab dengan pedagang kaki lima. Alat sederhana itu sangat mudah ditemui di pasar-pasar tradisional. Terlebih pasar sayur mayur. Petromak menjadi ak sesen wajib para pedagang.
Pancarannya yang putih mampu menerangi lapak-lapak. Memberikan warna kesederhanaan. Meski terkadang sesekali meredup. Untuk menggunakannya pun tak repot. Cukup memompa sedikit tekanan dalam tabung petromak. Sambil sesekali mengatur pencahayaan melalui pendi di sisinya. Cahaya putih pun langsung memancar.
Kemewahaan cahaya yang dihasilkan petromak tradisional begitu memesona. Tak heran saat itu petromak juga digunakan rumah tangga. Untuk menggantikan aliran listrik yang padam. Kini petromaks tak lagi marak. Tergusur teknologi terbaru. Lampu-lampu hemat energi itu menggantikan peran petromak. "Petromaks seperti hilang ditelan bumi. Kalau pun ada yang menggunakan sudah sebatas orang saja," ungkap Adi Baung, perajin semprong petromak ini.
Di zaman itu, kenang dia petromak begitu ramah digunakan. Semua pedagang memanfaatkan pe-tromak sebagai penerangan usahanya. Pedagang kaki lima sampai pedagang keliling menggunakannya. Maraknya penggunaan petromak itu, terang Adi memberikan manfaat ekonomis bagi perajin petromak. Terutama para penyedia semprong petromak. "Dulu omzetnya bisa cukup menjadi nafkah keluarga. Kini terus merosot nilainya," paparnya.
Adi mengenang masa keemasan itu dirasakan lebih dari 20 tahun. Terhitung sejak 1980an usaha . pembuatan semprong petromak itu digarap. Dengan pola yang tradisional sekali. Pada.masa itu, tambah dia, harga semprong petromak pun sangat murah. Dihargai sebesar Rp 100 per unitnya. Dengan jumlah produksi mencapai 2-3 kodi sehari. "Sekarang 1 kodi pun belum tentu seminggu. Semuanya terus merosot Tergusur teknologi," ucapnya.
Dia menambahkan, merosotnya usaha semprong petromak ini terjadi sekitar 2004. Saat pemerintah memberlakukan gas sebagai bahari bakar pengganti minyak tanah. Bisnis semprong pun langsung anjlok. Kendati begitu. Adi menyebutkan, harga semprong petromak saat ini sangat tinggi dibandingkan tahun-tahun lalu. Sebuah semprong petromak dapat dijual seharga Rp. 1.600 per unit .
Sumber : Indo Pos
Dulu 2-3 Kodi Sehari, Sekarang 1 Kodi Butuh Satu Minggu Petromak semakin asingkeberadaannya saat ini. Alat penerangan inisemakin tergurus denganyang lebih modern. Namun para perajin sukucadang alat penerangantradisional ini tetapterus bertahan.
SEBELUM listrik bisa dirasakan kalangan bawah, petromak menjadi alat penerangan yang paling populer. Alat penerangan berbahan bakar minyak tanah itu juga akrab dengan pedagang kaki lima. Alat sederhana itu sangat mudah ditemui di pasar-pasar tradisional. Terlebih pasar sayur mayur. Petromak menjadi ak sesen wajib para pedagang.
Pancarannya yang putih mampu menerangi lapak-lapak. Memberikan warna kesederhanaan. Meski terkadang sesekali meredup. Untuk menggunakannya pun tak repot. Cukup memompa sedikit tekanan dalam tabung petromak. Sambil sesekali mengatur pencahayaan melalui pendi di sisinya. Cahaya putih pun langsung memancar.
Kemewahaan cahaya yang dihasilkan petromak tradisional begitu memesona. Tak heran saat itu petromak juga digunakan rumah tangga. Untuk menggantikan aliran listrik yang padam. Kini petromaks tak lagi marak. Tergusur teknologi terbaru. Lampu-lampu hemat energi itu menggantikan peran petromak. "Petromaks seperti hilang ditelan bumi. Kalau pun ada yang menggunakan sudah sebatas orang saja," ungkap Adi Baung, perajin semprong petromak ini.
Di zaman itu, kenang dia petromak begitu ramah digunakan. Semua pedagang memanfaatkan pe-tromak sebagai penerangan usahanya. Pedagang kaki lima sampai pedagang keliling menggunakannya. Maraknya penggunaan petromak itu, terang Adi memberikan manfaat ekonomis bagi perajin petromak. Terutama para penyedia semprong petromak. "Dulu omzetnya bisa cukup menjadi nafkah keluarga. Kini terus merosot nilainya," paparnya.
Adi mengenang masa keemasan itu dirasakan lebih dari 20 tahun. Terhitung sejak 1980an usaha . pembuatan semprong petromak itu digarap. Dengan pola yang tradisional sekali. Pada.masa itu, tambah dia, harga semprong petromak pun sangat murah. Dihargai sebesar Rp 100 per unitnya. Dengan jumlah produksi mencapai 2-3 kodi sehari. "Sekarang 1 kodi pun belum tentu seminggu. Semuanya terus merosot Tergusur teknologi," ucapnya.
Dia menambahkan, merosotnya usaha semprong petromak ini terjadi sekitar 2004. Saat pemerintah memberlakukan gas sebagai bahari bakar pengganti minyak tanah. Bisnis semprong pun langsung anjlok. Kendati begitu. Adi menyebutkan, harga semprong petromak saat ini sangat tinggi dibandingkan tahun-tahun lalu. Sebuah semprong petromak dapat dijual seharga Rp. 1.600 per unit .
Sumber : Indo Pos
RIKO NOVIANTORO, Depok