Bisnis teknologi informatika menjadi budaya baru
OLEH DEDI YUDIANT Dosen Fakultas Teknik Universitas Pancasila
Istilah entrepreneur belakangan ini ramai dibicarakan oleh kalangan pejabat, akademisi dan dunia usaha. Istilah tersebut mempunyai arti pelaku wirausahaatau menciptakanpekerjaan sendiri dantidak bekerja untuk orang lain.Tingkatan entrepreneur akan sedikit lebih tinggi, apabila pekerjaan yang liu ipi.ik.mm.i membuahkan lapangan kerja bagi orang di sekitarnya. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) sudah menargetkan sekitar 2% dari populasi penduduk di Indonesia atau sekitar 4 juta orang untuk menjadi entrepreneur, sehingga bisa menciptakan lapangan kerja di daerahnya yang akhirnya meningkatkan perekonomian setempat.
Namun, di Indonesia, entrepreneur sangat lekat dengan usaha kecil menengah, yang memiliki modal maksimal Rp20 juta. Untuk menjadi entrepreneur yang lebih besar sangat sulit, karena membutuhkan modal yang cukup besar. Di China entrepreneur berkembang pesat. Sebab sebagai negara dengan pasar yang sangat besar, China sudah membuka diri cukup lebar terhadap hadirnya investasi asing dan tenaga kerja di sana relatif murah, sehingga menghasilkan produk yang kompetitif.
Berbeda dengan di Indonesia, di mana kehadiran investasi asing selalu diikuti oleh biaya tinggi, ditambah lagi birokrasi yang masih cukup panjang.sehingga menghasilkan produk yang kurang kompetitif. Jiwa juang pengusaha asal China juga lebih kuat dibandingkan dengan entrepreneur dari Indonesia. Contoh nyata bisa dilihat dalam kehidupan sehari-hari di sejumlah daerah di Indonesia, di mana pengusaha asal China cenderung lebih sukses dari pengusaha pribumi walau pengusaha pribumi cenderung diberikan kemuda-haan.
Penulis menilai jiwa juang orang Indonesia sebagai pebisnis masih lemah, tidak tahan banting dan gampang sekali menyerah.
Sebagai contoh kita lihat sejumlah bidang usaha, di mana Indonesia sudah kalah jauh dengan negara lain. Di sektor tekstil, misalnya, China sudah begitu menggurita di seluruh pasar ekspor dunia, sehingga seakan ke depan tidak lagi menyisakan pengusaha atau entrepreneur dari negara lain.
Untungnya di sektor minimarket, pemerintah Indonesia masih melakukan proteksi dengan mensyaratkan investasi harus 100% dari Indonesia, sehingga asing masih belum bisa berinvestasi di dalamnya. Namun entah sampai kapan? Sebenarnya bangsa Indonesia adalah bangsa yang cerdas, terbukti banyak anak bangsa yang bisa menjadi juara olimpiade fisika, matematika, aplikasi software, dan lainnya. Namun, karena minimnya pengusaha tekolo-gi informatika (TI) lokal, maka kebanyakan dari mereka direkrut oleh raksasa teknologi informasi dari luar negeri seperti Yahoo dan Microsoft.
Kita selalu bermimpi bisa memotivasi anak bangsa seperti dari kalangan mahasiswa untuk mengambil peluang kemajuan ekonomi dalam bidang TI tanpa harus mengemis ke pemerintah. Jadi ekonomi kita tumbuh tanpa drive dari pemerintah, apalagi ekonomi ICT yang tiada batas. Budaya baru Selain entrepreneur, belakang-an ini ada satu istilah yang populer yakni teknopreneur [techno-preneur).
Teknopreneur merupakan gabungan dari pemanfaatan teknologi informasi dengan kewirausahaan atau seseorang yang mampu bekerja sendiri dan mampu menghasilkan keutungan melalui proses usaha. Seorang TI entrepreneur pun perlu dicatat bukanlah seseorang yang melulu menggunakan Internet. Melainkan pertama, berbisnis dalam bidang teknologi TI, misalnya, software house (ISV), System Support, e-commerce, dan lain-lain. Kedua sebagai pengguna dan pemanfaat teknologi informasi dalam bisnisnya.
Mengapa wirausahawan di bidang TI sangat diperlukan? Secara mantap dan pasti, bisnis TI telah menjadi budaya baru di kehidupan manusia abad ke 21. Selain TI, bidang yang menjanjikan keuntungan besar di bisnis ini adalah bioteknologi, nanoteknologi, dan material baru.
Pengusaha-pengusaha bisnis teknologi yang terkenal dengan technopreneur pun bermunculan menjadi jutawan baru yang menduduki ranking tertinggi orang-orang kaya dunia. Bill Gates dengan Microsoft, Steve Jobbs dengan Apple Computer, Michael Dell dengan Dell computer, siapa yang tak kenal mereka? Belum lagi kita sebut jutawan di belakang yahoo, google, youtube. amazon, dan seterusnya. Padahal, waktu memulai usaha, mereka tidak mempunyai modal uang, tanah atau mesin yang besar.
Mereka hanya punya know- "2 ledge yaitu gagasan teknologi. Dengan cepat mereka mengaku-, mulasi modal dari pemodal ventura, sehingga menghasilkan keuntungan yang sangat besar. Ini karena teknologi yang mereka kembangkan ternyala berhasil dan diterima pasar. Sillicon Valley, icon bisnis-bisnis teknologi informasi di dunia pun banyak ditiru di tempat lain Di Asia tidak ketinggalan, bahkan berkembang sangat pesat. Taiwan dan India sebagai contoh, berkembang dan mencatat technopreneur kelas dunia sepert Stan Shih dengan Acemya, NR Narayana Murthy dan Nandan M. Nikelani mengembangkan ln fosys Technologies Ltd., yang menjadi perusahaan teknologi informasi berskala internasional dan menduduki peringkat kedu* terbesar di India.
Di Indonesia, orang-orang yang mempunyai talent terpaksa keluar negeri karena lingkungan yang kurang supportif.
Namun, secara keseluruhan gerakan open source, software, house, ISV (Independent Software vendor) di Indonesia sebenarnya cukup menggembirakan Ditambah. Indonesia di mata internasional mempunyai reputasi cukup baik dalam hal SDM TI.
Nama seperti Onno VV Purbo sebagai pakar TI, juga banyaknya komunitas hacker dan komunitas open source merupakan perkembangan yang menggembirakan. Tinggal lagi sekarang yang diharapkan adalah peran aktif pemerintah dalam mendukung peluang dan percepatan perkem bangan dunia teknologi dan informatika.
info pasar lukisan dan industri kreatif.http://artkreatif.net/