Hanya butuh waktu satu tahun omzet usaha yang dirintis Abdul Malik meningkat 600 %.
Bagus Suryo
HARI masih pagi para pekerja beraktivitas di Pabrik Rokok Usaha Dagang Putra Bintang Timur di Perumahan Umum Kalianyar Permai C-l, Desa Sidodadi, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur.Siti Aminah, Diah, dan karyawan lainnya sibuk melinting rokok. Di depan pabrik, Subandi dan Heru Ariandi terlihat mengepak rokok hasil linrJngan para pekerja tadi.
Sementara itu Devi Trilia Ro-sitawati Desi Traindi, dan Indah Permatasari juga terlihat sibuk di depan komputer kantor. Para pekerja tersebut membagi tugas melinting batang rokok,mengepak, mengangkut ke gudang penyimpanan, serta melayani permintaan.
Aktivitas itu saban hari dilakoni ratusan pekerja yang sebagian besar perempuan. Uniknya mereka yang bekerja di pabrik rokok itu sebagian besar janda yang secara ekonomi kurang mampu. Produk yang dihasilkan adalah rokok terapi grin. "Untuk kesehatan," kata pemilik PR UD Putra Bintang Timur KH R. Abdul Malik AI Kholwati kepada Media Indonesia, Rabu (20 /10).
Abdul Malik adalah seorang kiai yang sebelum mengembangkan bisnis rokok -yang disebutnya untuk terapi kesehatan berbagai penyakit kronis dan berat lainnya itu-menggeluti bidang pengobatan dan pengajian di Siwalankerto, Surabaya, dandi Desa Sidodadi, Lawang, Kabupaten Malang. Tempat itu kini menjadi pusat produksi rokoknya.
Munculnya rokok dengan ikon yang bertentangan dengan pendapat dan pandangan umum yakni "Merokok dapat mengganggu kesehatan" tersebut terjadi pada 2000. Saat itu sang kiai yang lulusan S-l Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang jurusan Teknik Elektronika tersebut merasa prihatin dengan banyaknya orang miskin yang terpaksa berobat altematif karena mereka tidak mampu berobat ke dokter.
Sirat itu ia membuka praktik pengobatan dengan metode pijat refleksi dengan media alat tusuk dari kayu. Memijat di sejumlah titik pada kakipasien untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya. Ia juga mmberikan bantuan doa kepada pasien dan mereka yang konsultasi berbagai per-jnasalahan hidup. Banyaknya pasien dari warga miskin itulah kemudian menggerakkan dirinya menciptakan lapangan pekerjaan. Tujuannya ke depan adalah hasil dari u.aha dapat digunakan untuk syiar agama dan membantu fakir miskin, anak terlantar, janda dan anak yatim.
Untuk itu ia berdoa dan ti-rakat dengan berpuasa 40 hari, mengikuti jejak Nabi Musa. Dari tirakat tersebut, pada hari ke-39 bermimpi didatangi dua orang berpakaian perak. Dalam mimpi tersebut, ia mendapat petunjuk komposisi 17 ramuan herbal untuk pengobatan dan zikiruntuk doa.
Sebanyak 17 komposisi herbal itu kemudian diracik. Hasilnya dilakukan uji laboratorium di Universitas Negeri Malang (dulu IKIP Malang). Hasilnya, kata dia, ada lima lembar yang menerangkan kandungan atau khasiat yang bisa digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit.
Setelah mengetahui hasil uji laboratorium 17 ramuan herbal tersebut, ia tidak lantas berpikiran mendirikan pabrik rokok. "Sebab saya tidak memiliki pengetahuan dalam mendirikan perusahaan rokok," katanya. Selama lima tahun lamanya ramuan herbal itu tidak ditindaklanjuti. Kiai kelahiran Sampang, Madura, 2 Mei 1969 tersebut terus menggeluti pengajian dan pengobatan altematif.
Memasuki tahun 2005, ketika salah satu muridnya dari Sumbawa membawa seperangkat alat linting rokok beserta bahan rokok, dari situ ia teringat tentang 17 ramuan yang pernah diuji laboratorium lima tahun lalu. Ia lantas meracik ulang dan alat yang digunakan untuk mengeringkan bahan ramuan adalah micrmuave yang diperoleh dari meminjam pada salah satu murid. Bahan yang diracik antara lain tembakau, cengkih, dan bahan lainnya menjadi rokok. Rokok-rokok kretek dan filter hasil lintingan sendiri itu terbatas dinikmati di lingkungan sendiri oleh murid, sebagai pelengkap mengaji.
Sesekali diberikan tamu dan saudara untuk sekadar pelengkap minum kopi dan teh. Setelah dinikmati beberapa orang, banyak yang memberikan masukan bahwa setelah menghisap rokok produksi Pak kiai, justru badan terasa enak. "Seperti digurah. Kotoran keluar dari tenggorokan dan hidung," tegasnya. Setelah itu ramuan diuji laboratorium di Universitas Brawijaya, Kota Malang, untuk mengetahui kadar tar dannikotin. Hasilnya menunjukkan kadar tar 5 miligram (mg) dan kadar nikotin 0,05 mg. Tidak seperti rokok yang dijual di pasaran pada umumnya memiliki kadar tar dan nikotin Iebih tinggi.
Mempertimbangkan banyak masukan, ia memutuskan mendirikan pabrik rokok. Izin usaha diurus hingga di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Malang. Pabrik rokok diberi nama UD Putra Bintang Timur. Awal pendirian 2005 hanya merekrut 4 pekerja terdiri atas tiga orang tukang linting, dan seorang bagian packing. Sementara meracik dilakukan sendiri. Tanpa bahan kimia dan saus. "Sehingga murni berbahan herbal dari dedaunan untuk bahan obat," katanya.
Kapasitas produksi saat itu 6 ribu batang rokok kretek dan filter per hari. Untuk peVi-jualan rokok masih terbatas di lingkungan santri, tamu yang berobat dan saudara.
Pesan yang disampaikan bagi pengguna rokok ini adalah bisa mengobati berbagai penyakit seperti asma, sinusitis, saria-wan, sakit gigi, penyakit kulit, mag, diare, kanker, gangguan lambang dan paru.
Pemasaran konvensional menggunakan pendekatan dari mulut ke mulut tersebut justru meningkatkan permintaan dari Madura, Surabaya, dan Sumbawa. Saatitu satu pak rokok dijual Rp2 ribu.
Omzet naik
Penjualan terus dilakukan, dan permintaan terus dilayani menggunakan jaringan kultural yang justru lebih mengena dan tepat sasaran. Setelah satu tahun berjalan, bisnis ini terus berkembang. Menunjukkankemajuan positif.
Akhirnya diputuskan untuk menambah karyawan menjadi 15 orang dengan kapasitas produksi mencapai 24 ribu batang per hari. Selama satu tahun berjalan omzet sudah mencapai Rp600 juta dari modal awal sekitar RplOO juta. "Sekarang penjualan rokok sudah merambah seluruh wilayah Jatim, Jabar, Jakarta, dan luar Jawa," katanya.
Manajer marketing PR UD Putra Bintang Timur Mujiono menambahkan kunci keberhasilan dalam mengembangkan usaha adalah kerja keras. Seluruh karyawan harus mengetahui seluruh proses dalam membuat rokok mulai meracik, melinting, paking dan penjualan.
Sehingga terjadi proses pembelajaran tidak hanya ilmu agama tetapi juga menda-pat pengetahuan tentang bisnis dan manajemen. Selain itu keberhasilan usaha ini diperoleh dari ikon yang dijual adalah rokok terapi. Bukan hanya sekadar klaim iklan namun juga terbukti memberikan khasiat pengobatan.
"Pemasaran dilakukan oleh distributor," kata Mujiono. Dulu dari mulut ke mulut, namun sekarang dikelola secara modern. Agar lebih banyak diketahui masyarakat maka dibuatlah e-mail dan ivebsite tentang rokok terapi ini.
Kini, usaha ini sudah banyak diketahui masyarakat. Konsumen juga semakin bertambah sehingga mendongkrak omzet menjadi Rp2,5 miliar, sedangkan pekerja sekarang bertambah menjadi 200 orang. (M-l)miweekend mediaindonesia.com
info pasar lukisan dan industri kreatif.http://artkreatif.net/