Tidak banyak kaum perempuan Indonesia yang mendalami ilmu keuangan dan mempraktikkannya sampai tuntas sehingga dia menjadi petinggi perusahaan. Dari yang tidak banyak tersebut muncul nama Lily Widjaja. Sarjana bisnis dari Tamkang University Taiwan ini memulai karir sebagai asisten dosen di almamaternya. Setahun berikut pulang kampung ke negerinya dan merintis karier di Harapan Group dan Barito Pasific Timber Group. Lalu memutuskan berkarya di anak usaha AIG Group pada posisi Financial Controller dan menjadi direktur pada 1990.
Bidang pasar modal mulai dirambah pada 1991 ketika Lily Widjaja memutuskan untuk bekerja di PT Baring Securities Indonesia. Pada saat di Baring ini kepemimpinannya diuji. Syahdan kapal besar Baring oleng lantaran ulah derivatives trader asal Singapore yang bertindak gegabah. Tangan dingin Lily Widjaja sukses mengemudikan kapal oleng ini. sebelum akhirnya Baring diambil alih oleh ING.
Merrill Lynch, salah satu perusahaan sekuritas terbesar di kolong langit akan membuka kantor cabang di Indonesia. Oleh manajemen Merrill Lynch, rekam jejak Lily Widjaja dianggap pantas untuk mengendalikan kantor yang baru buka di Indonesia.
Sejak 1999 hingga sekarang Lily Widjaja menjadi pemimpin tertinggi Merrill Lynch Indonesia. Tidak berhenti pada Merrill Lynch semata. Mulai 2001 pada Bursa Efek Indonesia, jabatan sebagai komisaris selalu disandangnya.
Perjalanan panjang Lily Widjaja di dunia keuangan yang kuat aroma maskulinnya, akhirnya menyisakan satu pertanyaan kritis; "Mengapa Lily Widjaja mampu menunjukkan kinerja prima di ranah bisnis keuangan yang turbulensinya begitu luar biasa?"
Mengelola lembaga bisnis-apa pun jenis bisnisnya- kompetensi terhadap bidangnya menjadi tidak terhindarkan. Namun, kompetensi tidak cukup. Apalagi tatkala lem baga bisnis bersangkutan menginginkan sukses berkelanjutan.
Kepemimpinan akhirnya menjadi jawabannya. Dalam konteks ini kepemimpinan Lily Widjaja mengendalikan beberapa perusahaan dan terakhir di Merrill Lynch Indonesia menjadi kunci jawaban mengapa Lily sukses di bisnisnya. Dalam buku menarik berjudul From Vision to Reality dua pakar kepemimpinan, Jesse Stoner dan Drea Zirgami mengidentifikasi tiga elemen kunci yang membuat pemimpin tidak sekadar bermimpi, tetapi juga bertindak. Benar bahwa Stoner dan Zirgami lebih menyoal kepemimpinan personal. Namun, sukses memimpin organisasi tetap berbasis pada suksesnya memimpin personal (dirisendiri).
Elemen pertama kepemimpinan versi Stoner dan Zirgami, menanyakan tujuan utama berbisnis. Bisnis apa yang Anda jalankan? Pertanyaan ini tak lain menanyakan keberadaan bisnis Anda. Tidak lagi sekadar menjelaskan apa yang Anda lakukan. Lebih dari itu, yakni "kenapa Anda melakukan itu?"
Bisnis yang ditekuni Lily Widjaja selalu berhubungan dengan dunia keuangan. Pun latar belakang pendidikannya juga berkutat pada persoalan keuangan. Pertanyaan pertama Stoner dan Zirgami sudah terjawab dengan sendirinya. Hanya saja pertanyaan reflektif "Kenapa Anda melakukan itu?" perlu penjelasan lebih lanjut.
Kalimat yang disukai oleh Lily Widjaja yakni perkataan yang dilontarkan oleh filsuf sekaligus teolog besar, Santo Agustinus "anut et {ac quod vis." Artinya; cintailah, maka berbuatlah sesukamu. Bekerja, apa pun bidang pekerjaan itu, syarat utama bernama cinta menjadi tak terbantahkan.
Bila ada cinta terhadap profesinya, apapun yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya akan dikerjakan dengan suka cita. Pun apa yang dilakoni oleh Lily Widjaja. "Kenapa Anda melakukan itu?" Tak lain karena cintanya Lily Widjaja terhadap dunia keuangan yang dijadikan profesinya.
Elemen kedua, gambaran masa depan. Memetakan gambaran masa depan tidak boleh abstrak. Ia harus mewujud pada gambaran mental (imajinasi) sehingga bisa terlihat. Menyoal sukses, Lily Widjaja rfiengatakan bahwa sukses apabila ia memiliki nilai tambah terhadap dirinya. Menjadi signifikan apabila ia memiliki nilai tambah bagi orang lain. Itulah gambaran masa depan yang ingin diraih Lily Widjaja ketika memutuskan kembali ke Indonesia. Sukses personal dan menjadi fasilitator sukses bagi orang lain.
Sukses personal sudah diraih oleh Lily Widjaja. Tantangan selanjutnya tak lain menjadi fasilitator sukses bagi orang lain. Inilah yang dikerjakan Lily Widjaja dalam beberapa tahun belakangan. Selain mempersiapkan caloncalon pemimpin di Memi Lynch, Lily Widjaja juga aktif dalam berbagai organisasi profesi dan sosial. Aktifnya dalam berbagai organisasi ini tak lain merupakan cara Lily Widjaja untuk mempertanggungjawabkan anugerah talenta yang dimilikinya untuk dibagikan kepada sesama.
Elemen ketiga disebut nilai-nilai. Banyak pakar sepakat bahwa nilai-nilai merupakan pijakan utama bagi pemimpin untuk bertindak. Nilai-nilai yang diyakini sang pemimpin akan memberi warna kental pada gaya dan tindakan pemimpin. Ada dua nilai yang diyakini oleh Lily Widjaja. Pertama nilai luhur sebagai manusia. Manusia merupakan subjek bagi dirinya sendiri. Baik buruknya manusia. Sukses gagalnya manusia merupakan tanggung jawab pribadinya. Orang lain, atasan, rekan kerja, dan perusahaan tak lain hanya sarana untuk menjadikan dirinya sukses dan baik.
Manusia sendiri dipanggil untuk berbahagia. Oleh karenanya bekerja yang berlandaskan cinta akan membuat manusia bahagia. Inilah yang diperoleh oleh Lily Widjaja ketika memutuskan untuk bergelut dengan dunia keuangan yang penuh dinamika.
Kedua nilai luhur bisnis. Bisnis yang langgeng dan bertumbuh terus-menerus apabila bisnis bersangkutan dijalankan berbasis pada nilai-nilai moral dan etika. Oleh karena itu, mengedepankan moral dan etika menjadi tidak terbantahkan. Oleh Lily Widjaja bisnis diyakini sebagai sarana yang sah dan perlu untuk kesejahteraan manusia.
Melalui bisnis maka kegembiraan dan suka cita akan terpenuhi. Bagaimana caranya? Menjalankan bisnis yang jujur dan fair. Keuntungan dimaknai sebagai sumber kesinambungan perusahaan dan kesejahteraan karyawan. Karyawan merupakan mitra kerja untuk sama-sama bertumbuh. Lily Widjaja terus berproses untuk memaknai nilai-nilai luhur bisnis ini.
info pasar lukisan dan industri kreatif.http://artkreatif.net/