" Status YM ""
ukm indonesia sukses: Pelaku Usaha Sambut Baik Publikasi Bunga Referensi

Pelaku Usaha Sambut Baik Publikasi Bunga Referensi

Daya saing Indonesialebih rendahdibanding negaratetangga."
JAKARTA - Kalangan pelaku usaha menyatakan menyambut baik rencana Bank Indonesia mengeluarkan aturan, yang mewajibkan perbankan mempublikasikan suku bunga referensi atau prime lending rate mereka di tiap awal bulan. "Itu bagus sekali," kata pelaksana tugas Ketua Kamar Dagang dan Industri Adi Putra Darmawan Tahir saat dihubungi Tempo kemarin.

Menurut dia, pelaku usaha bahkan berharap kebijakan bank sentral lebih tegas lagi mengatur soal suku bunga kredit ini. Misalnya, menindaklanjuti aturan kewajiban publikasi bunga referensi dengan penetapan batas atas su-ku bunga kredit bank.

Dengan begitu, diharapkan beban bunga kredit lebih murah dan industri nasional menjadi lebih kompetitif. Adi mengingatkan, daya saing Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangga. Sumber uang di Indonesia tergolong mahal karena tingginya suku bunga pinjaman.

Saat ini, bunga kredit perbankan nasional berkisar 12 persen, sedangkan bunga deposito 6 persen. Ia berharap bunga pinjaman bisa dipatok di angka 10 persen saja dan bunga deposito 4 persen.

Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengata-kan, pengumuman bunga referensi memudahkan nasabah memilih bank untuk mendapatkan pinjaman karena sudah mengetahui bunga yang ditawarkan. Tapi besaran bunga kredit untuk setiap nasabah pasti berbeda karena tingkat risiko setiap nasabah juga berbeda. Ini mendorong lebih transparan dan akhirnya menjadi efisien. Kepala Biro Hubungan Masyarakat Bank Indonesia Difi Johansyah mengatakan, alasan utama dikeluarkannya kebijakan publikasi bunga referensi adalah menurunkan net interest rate (NIM) atau selisih bunga bersih. Selisih bunga itu dipero-leh dari bunga pinjaman nasabah dikurangi bunga simpanan nasabah.

Kajian Bank Indonesia menunjukkan NIM perbankan nasional termasuk yang tertinggi dari enam negara tetangga yang dikaji. NIM Indonesia pada 2009 mencapai 5,89 persen. Disusul Filipina 3,92 persen, Vietnam 3,43 persen, Thailand 3,41 persen, Malaysia 3,03 persen, dan Singapura 1,79 persen.

Pada 2006, Indonesia dan Filipina berada pada satu le-vel dengan NIM 6,02. Namun Filipina berhasil menurunkannya secara drastis dalam dua tahun terakhir. Menurut Difi, bank sentral belajar dari pengalaman Filipina menurunkan NIM industri perbankannya. Struktur Indonesia dan Filipina dinilai mirip. Difi mengatakan, NIM merupakan ukuran efisiensi bank. Semakin besar aset bank, seharusnya peluang menekan NIM ke level yang lebih rendah semakin lebar. Sehingga, bank bisa mening-katkan daya saingnya dan bisa lebih ekspansif, seperti yang terjadi di Singapura.

Namun, Difi melanjutkan, ini tidak terjadi di Indonesia. "Ada kelompok bank yang sudah mencapai economies of scale, tapi perilaku bank tersebut cenderung menghindari risiko,"kata Difi. Selain itu, katanya, kelompok bank ini cenderung mentransfer biaya overhead dan biaya operasional ke nasabah untuk meningkatkan NIM.

Entri Populer