" Status YM ""
ukm indonesia sukses: Omzet Ratusan Juta dari Utak-atik Foto Iklan

Omzet Ratusan Juta dari Utak-atik Foto Iklan

Anda pasti sering melihat iklan alias pariwara produk yang dimuat di media cetak, atau dalam bentuk baliho dan spanduk. Gambarnya terlihat menyatu dan natural meskipun merupakan hasil penggabungan beberapa gambar atau foto. Nah, penggarapan iklan tersebut melibatkan keahlian digital imaging (DI).

Digital imaging adalah teknik mengolah foto atau visual dua dimensi. Teknik ini bertujuan mempercantik tampilan, menggabungkan beberapa foto, sehingga tampak nyata dan pesan bisa diterima khalayak. Orang yang menggeluti digital imaging disebut DI artist.Teknik yang digunakan berbeda dengan retoucher foto biasa.

Selain mendesain iklan cetak, digital imaging juga merupakan dasar dari pembuatan kalender atau brosur. Proses pengerjaan iklan produk di media cetak selalu diawali dengan pemotretan obyek yang akan diiklankan. Kemudian, foto memasuki proses digital imaging untuk dipadu dengan background dan beberapa gambar pendukung lainnya.

Andrea Marpaung, seorang DI artist asal Jakarta menuturkan, tak sulit menjadi DI artist. "Cukup memiliki software Photoshop di komputernya," ujar lulusan Desain Komunikasi Visual (DKV) Institut Teknologi Bandung ini.

Menurut Andrea, tak ada definisi baku digital imaging. Yang jelas, sifatnya mengolah beberapa foto atau visual dua dimensi menjadi sebuah foto yang menarik, dan terkadang tidak masuk akal dalam dunia nyata. "Namun, seorang DI artist harus memperhatikan kerapihan pengerjaan, supaya foto terlihat natural,"  ungkap perempuan yang sudah menggeluti digital imaging sejak lima tahun silam ini.

Meski demikian, Andrea bilang, seorang DI artist tidak harus mempelajari secara formal. Maklum, sekarang banyak bertebaran informasi mengenai teknis digital imaging di internet.

Melalui Andrea Marpaung Digital Imaging Artist, ia sudah mengerjakan beberapa proyek iklan dari klien-klien besar. "Saya pernah bekerja sama dengan Toyota, Honda, Sharp, Biore, dan sebagainya. Semua untuk tujuan komersil di media cetak," ujarnya.

Untuk menggarap order dari klien, Andrea dibantu dua DI artist lainnya, dan seorang fotografer. Untuk merampungkan sebuah order iklan, ia butuh waktu sekitar lima hari. "Dengan waktu segitu, seorang DI artist bisa lebih teliti untuk mengedit foto, sehingga bisa lebih natural," tutur Andrea.

Pemain lain di Bengkulu, Yudi Ardi Yandi mengaku, sanggup merampungkan proses digital imaging sebuah iklan dalam waktu sehari. Menurutnya, bagian tersulit dari pekerjaan ini justru  mencari ide dan konsep iklan. "Untuk mencari ide, saya suka browsing," beber pria yang sudah menggeluti dunia edit foto sejak 1998 ini.

Makanya, pemilik Mulya Digital Imaging ini berani menjanjikan waktu sekitar tiga hari untuk merampungkan sebuah order dari klien. 

Omzet ratusan juta

Lantaran butuh ketelitian dan ide yang ciamik, tak heran bayaran seorang DI artist terbilang mahal. Apalagi, pengguna jasa mereka biasanya perusahaan-perusahaan besar.

Rata-rata, seorang DI artist mematok tarif puluhan juta rupiah. Namun, Andrea bilang untuk seorang DI artist pemula, rata-rata tarifnya berkisar Rp 3 juta-Rp 10 juta per proyek. "Tapi kalau yang memang jago dan dikenal, tarifnya tentu lebih mahal," ungkapnya.

Ia mengaku, tiap bulan bisa mengantongi Rp 150 juta. "Rata-rata lima-enam proyek per bulan," ungkapnya.

DI artist asal Bandung, Yogi Kusuma pun mengklaim, bisa meraup omzet sekitar Rp 150 juta sebulan.  Sama seperti Andrea, pria yang sudah berprofesi sebagai DI artis sejak 2008 ini mengerjakan berbagai iklan media cetak dari perusahaan ternama. Sebut saja Toshiba, L'oreal dan XL.

Sementara, Yudi yang berdomisili di Bengkulu, hanya mematok tarif mulai dari Rp 40.000 hingga Rp 200.000 per foto. "Saya bisa dapat omzet berkisar Rp 6 juta hingga Rp 10 juta sebulan," ujar lulusan Tekhnik Informatika Universitas Pelita Bangsa ini.

Ia mengaku, untuk di Bengkulu, memang masih banyak tantangan dalam menggeluti usaha ini. Maklum, belum banyak masyarakat yang memahami konsep digital imaging, sehingga usaha ini masih sulit dikembangkan di daerah. "Di daerah, digital imaging belum menjadi tren," ungkapnya.

Sumber : Kompas


News Video Contes : http://bit.ly/13JDtpv

Entri Populer