" Status YM ""
ukm indonesia sukses: DEWI RATIH AYU DANING BERKAH AMPAS TEH

DEWI RATIH AYU DANING BERKAH AMPAS TEH

Tidak lolos seleksi dikompetisi penelitian lokal malah jadi juara di Amerika Serikat.
Ampas teh hitam, yang biasanya dibuang begitu saja, di tangan Dewi Ratih Ayu Daning, 22 tahun, menjadi barang berguna. Ampas teh ternyata dapat mengurangi gas metana, polutan yang menyumbang 30 persen rusaknya lapisan ozon. Gas yang menyebabkan pemanasan global itu terkandung dalam kotoran sapi, kambing, dan kerbau.

Daning mengemas ampas teh sebagai campuran pakan ternak. Menggunakan proses fermentasi, mahasiswa Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, ini menguji formulanya di Labora-torium Biokimia Nutrisi Fakultas Peternakan untuk menekan kadar metana yang diproduksi ternak.

Proses itu meniru fermentasi yang ada dalam perut hewan ternak. Dengan bantuan jasad renik, protozoa, fermentasi menghasilkan metana. Daning menilai senyawa di dalam ampas teh hitam, tanin, mampu menghambat metabolisme protozoa. "Protozoa berkurang, gas metana juga berkurang," kata Daning saat dihubungi pada Selasa lalu. Tanin membuat jumlah protozoa menurun sebesar 34,9 persen. Dampaknya, konsentrasi metana dalam kotoran berkurang hingga

62,4 persen."Bau tak sedap kotoran yang menyengat juga akan hilang," ujarnya.
Daning tak menyangka penelitian skala laboratoriumnya itu mendapat apresiasi dari Alltech, perusahaan bidang nutrisi hewan ternak yang bermarkas di Lexington, Kentucky, Amerika Serikat. Daning meraih gelar juara n dari lima peserta pada kompetisi Alltech Young Scientist Award, yang digelar bersamaan dengan All-techs 26th International Animal Health and Nutrition Symposium pada Mei lalu di Kentucky.

Mengikuti kompetisi itu, Daning harus menyisihkan 80 peser-ta di Indonesia lalu 1.000 peserta di kawasan Asia-Pasifik. Di Alltech, gadis 22 tahun itu bersanding dengan empat peserta yang mewakili Amerika Utara dan Latin, Eropa, serta Afrika. Dalam kompetisi itu, Lee-Anne Huber dari University of Guelph, Kanada, yang mewakili Amerika Utara, meraih gelar juara pertama.

Penghargaan itu membuat Daning kaget karena penelitian tersebut sebelumnya tidak lolos seleksi Pekan Kreativitas Mahasiswa, yang digelar Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional, tahun lalu. "Dinilai terlalu sederhana," katanya.

Meski ditolak di kompetisi dalam negeri, Daning tak merasa sakit hati. Dia coba mendaftar kompetisi Alltech setelah mendapat saran dari dosen pembimbing, Profesor Lies Mira Yusiati. Daning diminta agar penelitiannya lebih spesifik, yaitu melihat pengaruh ampas teh hitam terhadap produksi gas metana dalam pencernaan hewan ternak.

Hambatan mulai ada. Daning kehabisan dana penelitian. Dana dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi sebesar Rp 5 juta telah habis untuk kompetisi lokal. Akhirnya dia merogoh tabungan dari beasiswa yang kerap ia dapatkan. Pengorbanannya tergantikan oleh hadiah dari Alltech sebesar US$ 1.300. "Saya belikan laptop dan untuk bayar wisuda," katanya semringah.

Daning memang sedang mengerjakan skripsi untuk meraih gelar sarjana peternakan. Dia menggunakan penelitiannya itu sebagai bahan skripsi. Meski telah diuji dan mendapat penghargaan dari Alltech, Daning tetap resah menghadapi ujian skripsi 1 Juli mendatang. "Deg-degan menghadapi dosen penguji," ujarnya.

Daning memang menggemari dunia penelitian. Saat masih sekolah menengah atas, Daning pernah mengikuti kompetisi bidang farmasi. "Sayang tidak juara," ujarnya. Meski dinilai jago dalam peternakan, Daning mengakui bidang ini bukan keinginannya. Dia lebih menyukai jurusan farmasi dan gizi kesehatan.Tetapi, menurut guru SMA, kemampuan Daning dinilai kurang untuk masuk dua jurusan itu.

Tapi Daning tak me-nyesal masuk di fakultas itu. "Apalagi mendapat penghargaan," ujar dia. Kini Daning berniat menjadi dosen di almamaternya. Untuk mewujudkan cita-citanya itu, Daning harus menempuh pendidikan strata 2. Lagi-lagi dia terkendala dana. "Orang tua tidak mampu," katanya. Maka Daning memutuskan mencari pekerjaan lain "Butuh suasana baru."

Meski kerap beraktivitas dalam penelitian, Daning menyimpan keprihatinan. Menurut dia, banyak hasil penelitian yang tidak bisa dipraktekkan di lapangan. Kondisi ini yang menyebabkan peternakan di Indonesia tidak maju. Daning menilai, masyarakat yang bekerja di bidang peternakan kesulitan mewujudkan peternakan modem. "Butuh biaya besar," ujarnya.

Kesulitan biaya oleh peternak kecil dialami sendiri oleh Daning. Ayahnya, Sutedjo, adalah petani, peternak, dan kadang berdagang. Di rumah, Sutedjo bekerja menggemukkan tiga ekor sapi. Daning pernah menyarankan ayahnya membuat pakan ternak racikannya. Awalnya dituruti, tapi lama-lama saran itu tidak dijalankan lagi. "Harganya mahal," katanya.

Entri Populer