BANDUNG: Semua orang pasti sudah mengenal jamur, meskipun belum tentu
menyukainya. Tapi, kalau jamurnya diolah menjadi seperti daging ayam dan
disulap menjadi abon pasti lain lagi ceritanya.
Di tangan pengusaha muda Arif Hidayat Putra ,24, dan Abu Sofyan,30,
jamur yang dianggap kurang mempunyai selling point menjadi makanan
favorit untuk teman makan maupun sekadar camilan, diubah menjadi makanan
yang bisa dinikmati sebagai kudapan maupun makan besar.
Berawal dengan bisnis budidaya jamurnya di Cianjur, Arif merasa
pengolahan jamur yang ada selama ini masih konservatif dan belum ada
terobosan 'ekstrim' untuk meningkatkan nilai tambah jamur sebagai
makanan favorit masyarakat. Akhirnya, tercetuslah untuk membuat jamur
menjadi abon yang kemudian dijadikan nama produknya Jams Bond.
Meski brandnya kependekan dari kata jamur abon, pada kemasannya yang
berwarna merah terdapat gambar tokoh film legendaris, James Bond. Tujuan
ditampilkannya sosok film agen 007 ini agar Jamsbon menjadi ikon yang
mudah diingat dan berkarakter, sehingga bisa mendapatkan tempat di hati
penikmat kuliner.
Saat ditemui Bisnis, keduanya mengaku penjualan Jams Bond sudah
menjangkau kota-kota besar di Indonesia. Meskipun demikian, Kota Bandung
masih menjadi sasaran prioritas penjualannya."Seluruh kota besar Indonesia sudah dimasuki dan tentu saja yang paling
jauh Papua," kata Arif yang merupakan lulusan akuntansi Universitas
Widyatama ini.
Menurutnya, saat ini pelanggan setianya tidak hanya dari dalam negeri,
namun sudah masuk ke mancanegara seperti Inggris, Australia, Malaysia,
Singapura dan Arab Saudi. Meski begitu diakui Arif, cara penjualan yang
dilakukannya sejauh ini masihlah belum maksimal lantaran mengandalkan
promosi lewat media sosial internet dan reseller.
Tingginya permintaan pasar yang terus meningkat belum sebanding dengan
kemampuan produksi abonnya. Dalam sehari, jumlah jamur yang diolah
menjadi abon baru 30 kg. Dari 30 kg jamur tiram itu menghasilkan 100
bungkus dengan berat bersih 90 gram dengan harga jual di pasaran melalui
reseller untuk extra hot dan hot Rp18.000 sedangkan original Rp17.000.
"Saat ini kami sedang cooling down dulu sambil mempersiapkan untuk
produksi besar-besaran dengan mengandalkan mesin yang masih dipesan.
Setelah itu, kami akan lebih gila-gilaan lagi dalam promosi dan produk,"
kata Pria kelahiran Jakarta, 12 Juni 1987 ini.
Meskipun, produksinya masih minim, namun usaha yang dijalankan dengan
modal Rp300.000 itu kini telah menghasilkan omset setiap bulannya
mencapai Rp100 juta. Dirinya, sangat optimistis, labanya itu akan
semakin membengkak apabila mesin produksi yang dipesan telah bisa
digunakan.
“Nanti kita targetkan Rp500 juta bahkan Rp1 miliar. Karena sekarang ini
cara menumbuk jamur masih konvensional dengan menggunakan halu [alat
tumbuk yang digunakan masyarakat Sunda] jadi hasilnya pun minim,”
ucapnya.
Untuk mengembangkan usahanya, keduanya sudah mendaftarkan produknya ke
Dinas Kesehatan Kota Cimahi untuk mendapatkan kode pangan industri rumah
tangga (PIRT) dan Kementerian Kesehatan untuk mendapatkan label halal.
Menurutnya, kompetitor untuk usaha olahan jamur abon ini masih minim
saingan. Di Indonesia sejauh ini baru ada tiga UKM yang menjadikan jamur
sebagai makanan olahan kripik jamur. Sedangkan untuk abon sama sekali
belum ada.
Tak hanya itu, bicara Jams Bond tak bisa lepas dari ketenaran Abu
Marlo. Sebagai seorang magician yang sering ontang-anting di berbagai
acara tv dan berkenalan dengan berbagai kalangan artis, aktor dan
selebritis semakin membuat produk jamur dikenal dikalangan pesohor jagat
hiburan.
"Ditengah kesibukan saya show di berbagai acara, saya ingin menciptakan
lapangan pekerjaan untuk membantu orang yang masih banyak menganggur.
Sebanyak 50% honor saya show saya sisihkan untuk build usaha ini," kata
Abu Marlo yang merupakan sepupu Arif ini.
Menurutnya, kesibukannya sebagai seorang magician sama sekali tidak
pernah mengganggu usaha yang dirintisnya. Hal itu berkat manajemen yang
profesional dan ilmu bisnis yang didapatkannya di Sekolah Bisnis
Manajemen ITB.
http://ukmindonesiasukses.blogspot.com/2013/04/margahayuland-42-tahun-membangun.html