26/3/2012
Mujur Berkat Budi Daya Jamur
SETIA HADI PURNOMO, PEMBUDI DAYA JAMUR MERANG
Mengendarai motor "besar, Setia Hadi Purnomo, 38, meluncur dari rumahnya di kawasan kampung Pulomangga, Grogol, Depok, Jawa Barat. Selang lima menit, pria yang akrab disapa Hadi itu tiba di sebuah rumah besar berdindinggedek(anyam-an bambu). Pada bagian dalam rumah ini terdapatdelapanbilik yang ditutupi tirai plastik.
Udara lembab berbaur aroma kapang menyergap begitu tirai plastik tersingkap. Rupanya bilik-bilik gelap itu adalah rumah budi daya jamur atau biasa disebut kumbung. Pada setiap fcumfcungberukuran 4x6 meter, terdapat rak kayu besarbertingkat lima dengan alas ge-dek sebagai tempat menaruh media tumbuh jamur merang. Di sinilah spora-spora jamur bersemai dan siap dipanen 20 hari kemudian.
"Suhudidalamkumbungini harus terjaga pada 33 derajat Celsius supaya kelembaban-nya stabil, waktu untuk buka-tutup jendela juga harus pas," ungkapnya.Di bagian luar kumbung, Hadi memperlihatkan jamur merang yang baru saja dipanen oleh dua karyawannya. Jamur berwarna putih tulang itu memiliki bentuk bulat dengan ukuran mulai sebesar kelereng hingga bola ping-
pong. Menurut Hadi, masyarakat umumnya lebih mengenal jamur merang yang berukuran sebesar kelereng. Manakala mereka melihat jamur merang sebesar bola ping-pong, sempat timbul kecurigaan. Namun, Hadi meyakinkan bahwa jamur merang berukuran jumbo itu bukan hasil penambahan bahan kimia ataupun rekayasa genetik. Ia memastikan, budi daya jamur miliknya dikembangkan secara alami alias organik.
"Orang juga kebanyakan lebih suka jamur berwarna putih bersih, padahal yang bagus yang seperti ini," ujarnya seraya memperlihatkan jamurmerang seukuran kelereng yang bagian ujungnya berwarna agak kehitaman.
Menyandang gelar sarjana sosial, pria kelahiran Jakarta ini sebelumnya sangat awam dengan usaha budi daya jamur. Pada 2007 Hadi sempat men-jadikontraktorbangunan.Saat itu ia mengeluhkan ketidak-sinambungan pendapatan dari pekerjaannyasebagaikorttrak-tor. Keluhan itu sampai ke telinga ibundanya, Nining, yang lantas menyarankan putranya untuk menekuni budi daya jamur. Menurut sang bunda, permintaan pasar terhadap jamur tinggi dan harganya mahal. "Tapi, waktu itu sayatidak tahu jenis jamurapa yang harus saya tanam," ucapnya.
Hadi pun lantas teringat se-pupunya yang tinggal di Karawang, Jawa Barat. Di lingkungan sekitar tempat tinggal se-pupunya itu banyak warga ber-tanam jamur. Kabupaten Karawang memang merupakan salah satu sentra budi daya jamur di Indonesia dengan jumlah pembudi dayanya mencapai lebih dari 6.000 orang. Jamur yang dibudidayakan umumnya jamur merang.
Setelah mempelajari teknik berbudi daya jamur me-rang di Karawang, Hadi lantas mencoba mempraktikkannya di tanah kontrakan di kawasan Ulujami, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Dengan modal sekitar Rp2Ojuta ia membuat dua unit kumbung. Infrastrukturnya pun masih sangat terbatas, hanya ada bak rendam berukuran 2,5x4 meter serta peralatan seperti drum, pipa, kompor gas, mesin air, dan tanpa listrik. Setelah mendapat tambahan pinjaman uang sebesar Rp4juta, ia membeli media tanam seperti jerami atau limbah kapas, dedak, kapur, dan bibit.
Hadi mulai menjalankan usahanya itu dengan dibantu dua karyawan. Bersamaan itu, ia melakukan survei ke pasar-pasar tradisional di kawasan
Kebayoran Lama selama tiga hari tiga malam guna mengetahui jadwal, pola pengiriman, dan harga jual jamur merang. "Waktu itu saya menjanjikan untuk menyuplai ke pedagang dalam tempo sebulan ke depan, ternyata molor jadi tiga bulan," kenangnya lalu tergelak.
Walaupun bukan termasuk komoditas pangan utama, permintaan pasar akan jamur merang ternyata cukup besar. Untuk Jakarta, kata Hadi, permintaan yang masuk kepada dirinya berkisar 1 kuintal per hari. Bahkan, seorang bandar di sebuah pasar induk pernah meminta dirinya memasok jamurO,5tonperpasarperhari. Lantaran produksi masih terbatas, Hadi belum bisa memenuhi permintaan tersebut. "Ini tantangan buat saya. Untuk memacu produksi, mau tidakmau ya harus memperbesar volume kumbung" ujar alumnus Universitas Nasional Jakarta itu.
Seiring peningkatan permintaan, Hadi terus menambah jumlah kumbung, dari dua unit menjadi lima unit,dan kini delapan unit. Lokasi budi daya juga sempat berpindah dari Ulujami ke Ciputat sebelum akhirnya menempati lahan kumbung seluas 500 meter persegi di kawasan Grogol, Depok. Pengembangan bisnis ini membutuhkan dana cukup besar karena untuk menambah satu kumbung dibutuhkan biaya sekitar Rp8-Rpl6juta.
Untuk itu, tahun lalu Hadi bermitra dengan BTN yang lantas memberinya pinjaman dana melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dana KUR sebesar Rp95juta itu secara simbolik diserahkan lang-sung oleh direksi BTN kepada Hadi pada peringatan Hari Koperasi Ke-64 di Istora Senayan, Jakarta, Juli 2011. "Dari kerja sama ini alhamdulillah usaha budi daya ini berkembang terus. Tanpa ada kemitraan dengan bank, rasanya agak mustahil (bisa mengembangkan)," tuturnya.
Sebagai pemasok utama jamur di Jakarta, Hadi harus menjaga rantai pasok jamur agar tidak terputus dan volumenya stabil. Dengan masa produksi 20 hari dan masa panen 20 hari, delapan kumbung yang dimiliki Hadi saat ini mampu menjaga stabilitas tersebut, kendati volumenya belum bisa menutup total kebutuhan pasar.
Menurut Hadi, saat masa panen, satu kumbung bisa menghasilkan 10-15 kg jamur merang per satu hari atausekitar 2 kuintal per 20 hari. Hadi menjual kualitas super itu ke pasar dengan kisaran harga Rpl8.000-20.000 per kg. Masih sedikitnya pemain bisnis jamur merang di Jakarta i membuat Hadi tak kesulitan memenetrasi pasar. Ia pun 1 mengaku tak merasa tersaingi i jika pelaku budi daya jamur bertambah banyak. Bahkan, ia ; mengundangorang-orangyang i berminat di bidang budi daya i jamur merang untuk men- i jalani pelatihan dan menjadi binaannya. Dengan biaya ] Rp2juta, peserta pelatihan bisa mempraktikkan proses budi daya jamur secara lang- ; sung di rumah budi daya jamur i milik Hadi selama dua minggu i hingga sebulan. Hadi juga kerap diundang ke luar kota i untuk memberikan mentoring budi daya jamur merang.
Sumber : Harian Seputar Indonesia
inda susanti