26/3/2012
Mendudukkan UKM dengan PERBANKAN
Sekitar 75 persen pelaku UKM belum bankable.
Boleh jadi usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan penopang perekonomian nasional saat ini. Keberadaan industri UKM ikut mendorong perekonomian Indonesia menjadi tahan banting di tengah krisis keuangan global. Sayangnya, meskipun bisnis UKM mulai menjanjikan, tetapi para pelakunya masih banyak yang belum bankable.
Pada dasarnya, UKM di Indonesia sangat penting bagi ekonomi karena menyumbang 60 persen dari produk domestik bruto (PDB) dan menampung 97 persen tenaga kerja. Tetapi akses ke lembaga keuangan pengusaha kecil ini sangat terbatas, baru 25 persen atau 13 juta pelaku UKM yang bersentuhan dengan lembaga keuangan.
Menurut pengamat perbankan, Khrisna Wijaya, belum bankable-nya para pelaku UKM tersebut salah satunya karena terben-tur persyaratan administrasi bank yang tidak terpenuhi dalam mengakses perbankan. Misalnya, terkait izin usaha, feasibility, dan legalitas. "Jika bisnis UKM dinyatakan feasible tentu saja perbankan akan mengucurkan kredit," ungkap Khrisna.
Faktor pemicu belum bankable-nya pelaku UKM bukan hanya terbentur sulitnya mencari sumber permodalan dari perbankan semata. Dari sekitar 52 juta pelaku UKM di Tanah Air yang ada saat ini, lanjut dia, mayoritas belum melek cara menghubungkan dirinya dengan perbankan. Meskipun bisnis mereka sudah masuk dalam kategori feasible.
"Di negara lain seperti Cina dan Korea itu para pelaku UKM diberikan pendampingan oleh perbankan," papar Khrisna. Mereka ini dibina dan dididik, sehingga bisa menjadi bankable. Misalnya meningkatkan standardisasi produk, mutu, sampai pembukuan usahanya.
Ditekankan Khrisna, jika pemerintah ingin mem-banfca6ie-kan pelaku UKM lewat pengucuran kredit usaha rakyat (KUR) sebetulnya tidak maksimal. Pasalnya, kucuran KUR tidak seluruhnya tersentuh oleh para pelaku UKM. Lagi pula, pemberian KUR pada dasarnya hanya ibarat sarana, bukan langkah member-dayaan UKM.
"Pemerintah seharusnya menciptakan suasana yang menarik untuk mengembangkan sektor UKM. Sehingga perbankan pun tertarik mendatangi UKM, terutama mikro," ujar Khrisna. Jadi, pemerintah harus mempertemukan antara pelaku UKM dan perbankan agar sektor ini menarik dan hidup.
Pengucuran kredit atau pembiayaan untuk sektor UKM menurut Direktur Bisnis BM Syariah, Bambang Widjanarko, memang berbeda dengan sektor lainnya. Hal ini karena sektor UKM memiliki karakter tersendiri. "Sistem pendekatannya berbeda," ungkap Bambang.
Meskipun bisnis UKM boleh dikatakan sudah feasible, tetapi para pelakunya masih jarang bersentuhan dengan bank. Kata Bambang, jarang pelaku UKM, terutama mikro yang datang langsung ke bank, sehingga bank harus lebih aktif yang mendatangi mereka. Untuk itu UKM memilikiskema sendiri, istilahnya padat karya.
BNI Syariah sendiri baru mulai mengucurkan pembiayaan ke sektor UKM pada tahun ini. Sebagai tahap awal, anak usaha Bank Negara Indonesia (BNI) ini menggelontorkan pembiayaan bagi pelaku UKM di kawasan Bogor (Jawa Barat) dan sekitarnya.
BNI Syariah akan melebarkan sayap pembiayaan ke sektor UKM ke Pulau Jawa, Sumatra, dan Sulawesi. "Diharapkan tahun ini outlet kita akan bertambah menjadi 50-60 unit," kata Bambang. Ada pun plafon yang diberikan bagi pelaku UKM, yaitu mulai dari Rp 5 -Rp 50 juta.
Jika BNI Syariah baru mulai bermain di sektor UKM pada tahun ini, lain halnya dengan PT Bank Bukopin Tbk. Direktur Usaha Kecil, Menengah Koperasi Bank Bukopin, Sulistyohadi mengungkapkan, selama ini pihaknya sudah bermain di sektor UKM lewat program kemitraan bernama Swamitra.
Swamitra adalah nama dari suatu bentuk kerja sama atau kemitraan antara Bank Bukopin dan koperasi -koperasi serba usaha yang mempunyai unit simpan pinjam. Hingga kini Bank Bukopin memiliki tujuh Swamitra yang tersebar di Indonesia. Ada pun plafon kredit yang diberikan berkisar Rp 100-Rp 150 juta.
Tahun ini, Bukopin berencana mempertebal bisnis dari sektor UKM dan mikro, terutama lini indirect loan atau penyaluran kredit tak langsung. Bank ini bahkan membidik kucuran kredit lewat kerja sama dengan mitranya yang diprediksi bakal tumbuh 100 persen dari realisasi tahun sebelumnya. Bank Bukopin telah menggandeng Koperasi Swamitra, Jamsostek, Asabri, dan Taspen sebagai mitra penyaluran kreditnya. ed khoirul azwar
Sekitar 75 persen pelaku UKM belum bankable.
Boleh jadi usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan penopang perekonomian nasional saat ini. Keberadaan industri UKM ikut mendorong perekonomian Indonesia menjadi tahan banting di tengah krisis keuangan global. Sayangnya, meskipun bisnis UKM mulai menjanjikan, tetapi para pelakunya masih banyak yang belum bankable.
Pada dasarnya, UKM di Indonesia sangat penting bagi ekonomi karena menyumbang 60 persen dari produk domestik bruto (PDB) dan menampung 97 persen tenaga kerja. Tetapi akses ke lembaga keuangan pengusaha kecil ini sangat terbatas, baru 25 persen atau 13 juta pelaku UKM yang bersentuhan dengan lembaga keuangan.
Menurut pengamat perbankan, Khrisna Wijaya, belum bankable-nya para pelaku UKM tersebut salah satunya karena terben-tur persyaratan administrasi bank yang tidak terpenuhi dalam mengakses perbankan. Misalnya, terkait izin usaha, feasibility, dan legalitas. "Jika bisnis UKM dinyatakan feasible tentu saja perbankan akan mengucurkan kredit," ungkap Khrisna.
Faktor pemicu belum bankable-nya pelaku UKM bukan hanya terbentur sulitnya mencari sumber permodalan dari perbankan semata. Dari sekitar 52 juta pelaku UKM di Tanah Air yang ada saat ini, lanjut dia, mayoritas belum melek cara menghubungkan dirinya dengan perbankan. Meskipun bisnis mereka sudah masuk dalam kategori feasible.
"Di negara lain seperti Cina dan Korea itu para pelaku UKM diberikan pendampingan oleh perbankan," papar Khrisna. Mereka ini dibina dan dididik, sehingga bisa menjadi bankable. Misalnya meningkatkan standardisasi produk, mutu, sampai pembukuan usahanya.
Ditekankan Khrisna, jika pemerintah ingin mem-banfca6ie-kan pelaku UKM lewat pengucuran kredit usaha rakyat (KUR) sebetulnya tidak maksimal. Pasalnya, kucuran KUR tidak seluruhnya tersentuh oleh para pelaku UKM. Lagi pula, pemberian KUR pada dasarnya hanya ibarat sarana, bukan langkah member-dayaan UKM.
"Pemerintah seharusnya menciptakan suasana yang menarik untuk mengembangkan sektor UKM. Sehingga perbankan pun tertarik mendatangi UKM, terutama mikro," ujar Khrisna. Jadi, pemerintah harus mempertemukan antara pelaku UKM dan perbankan agar sektor ini menarik dan hidup.
Pengucuran kredit atau pembiayaan untuk sektor UKM menurut Direktur Bisnis BM Syariah, Bambang Widjanarko, memang berbeda dengan sektor lainnya. Hal ini karena sektor UKM memiliki karakter tersendiri. "Sistem pendekatannya berbeda," ungkap Bambang.
Meskipun bisnis UKM boleh dikatakan sudah feasible, tetapi para pelakunya masih jarang bersentuhan dengan bank. Kata Bambang, jarang pelaku UKM, terutama mikro yang datang langsung ke bank, sehingga bank harus lebih aktif yang mendatangi mereka. Untuk itu UKM memilikiskema sendiri, istilahnya padat karya.
BNI Syariah sendiri baru mulai mengucurkan pembiayaan ke sektor UKM pada tahun ini. Sebagai tahap awal, anak usaha Bank Negara Indonesia (BNI) ini menggelontorkan pembiayaan bagi pelaku UKM di kawasan Bogor (Jawa Barat) dan sekitarnya.
BNI Syariah akan melebarkan sayap pembiayaan ke sektor UKM ke Pulau Jawa, Sumatra, dan Sulawesi. "Diharapkan tahun ini outlet kita akan bertambah menjadi 50-60 unit," kata Bambang. Ada pun plafon yang diberikan bagi pelaku UKM, yaitu mulai dari Rp 5 -Rp 50 juta.
Jika BNI Syariah baru mulai bermain di sektor UKM pada tahun ini, lain halnya dengan PT Bank Bukopin Tbk. Direktur Usaha Kecil, Menengah Koperasi Bank Bukopin, Sulistyohadi mengungkapkan, selama ini pihaknya sudah bermain di sektor UKM lewat program kemitraan bernama Swamitra.
Swamitra adalah nama dari suatu bentuk kerja sama atau kemitraan antara Bank Bukopin dan koperasi -koperasi serba usaha yang mempunyai unit simpan pinjam. Hingga kini Bank Bukopin memiliki tujuh Swamitra yang tersebar di Indonesia. Ada pun plafon kredit yang diberikan berkisar Rp 100-Rp 150 juta.
Tahun ini, Bukopin berencana mempertebal bisnis dari sektor UKM dan mikro, terutama lini indirect loan atau penyaluran kredit tak langsung. Bank ini bahkan membidik kucuran kredit lewat kerja sama dengan mitranya yang diprediksi bakal tumbuh 100 persen dari realisasi tahun sebelumnya. Bank Bukopin telah menggandeng Koperasi Swamitra, Jamsostek, Asabri, dan Taspen sebagai mitra penyaluran kreditnya. ed khoirul azwar
Sumber : Republika
Citra Listya Rini