03/03/2012
Mimpi Waralaba Indonesia Co Internasional
Di tengah gencarnya serbuan waralaba asing yang terus merambah ke kota-kota besar Indonesia bahkan hingga ke daerah-daerah, ada secercah harapan yang setidaknya membanggakan kita karena beberapa waralaba lokal asli Tanah Air sedang berancang-ancang memperluas area pasarnya ke luar negeri alias go international.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sedang menyeleksi perusahaan waralaba nasional agar bisa go internasional. Dalam program ini, Kadin didukung Kementerian Perdagangan. Ketua Bidang Waralaba Kadin Indonesia, Amir Karamoy mengatakan (pada 4 Agst. 2010), paling tidak sudah ada 20 waralaba yang telah mengikuti seleksi. "Kebanyakan berbasis budaya lokal," katanya di Jakarta.
Dia menjelaskan, beberapa waralaba yang masuk seleksi antara lain bergerak dalam hal jasa spa, laundry, makanan dan minuman, serta batik. "Ada juga yogurt," katanya. Program yang dinamakan ekspor waralaba Indonesia ini merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan pengusaha lokal sehingga mampu bersaing di pasar internasional. Dia mengatakan seharusnya produk-produk waralaba yang sudah mapan, mulai membentangkan sayapnya ke luar negeri. Memang pasar di dalam negeri adalah basis bisnis pengusaha Indonesia, namun tidak ada salahnya apabila mulai merintis pasar luar negeri. Sehingga tidak terkesan sebagai "jago kandang".
Menurut Amir, saat ini beberapa perusahaan besar nasional seperti badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD) juga sedang mematangkan konsep untuk masuk dalam ranah waralaba. "Apalagi melihat perkembangan waralaba sangat besar dalam beberapa tahun ini," katanya.
Akankah harapan itu hanya akan menjadi mimpi kosong belaka? Ketika dikonfirmasi Neraca pekan ini (28/2), Amir Karamoy mengatakan dari jumlah tersebut, setidaknya ada empat waralaba Indonesia yang sudah merambah ke luar negeri yaitu Baba Rafi (usaha kebab) ke Filipina, Salon Muslimah ke Malaysia, Aqualist (laundry and dry clean) ke Hong Kong dan Singapura, serta sebuah perusahaan spa yang masih dalam proses.
Amir mengatakan seharusnya usaha perusahaan waralaba nasional untuk merambah pasar luar negeri mendapat perhatian perbankan dengan skema kredit ekspor. "Sayangnya perbankan belum berminat membantu pengusaha waralaba," katanya.
Sementara itu Direktur Utama CEO Francorp Malaysia, Affandi Faiz mengatakan, peluang pasar waralaba di Indonesia masih cukup besar. Ini melihat jumlah penduduk yang mencapai 240 juta jiwa dan didukung pertumbuhan ekonomi nasional yang makin tinggi.
Dengan besarnya peluang pasar waralaba, maka Francorp Indonesia sebagai perusahaan konsultan waralaba, mengharapkan dapat menjaring 10 sampai 15 klien pada 2010. Klien ini terutama berasal dari Usaha Kecil dan Menengah (UKM). "Waralaba UKM yang biasanya belum memilliki kesadaran mengelola perusahaan dengan benar. Karena itu kami akan membantunya," katanya.
Menurut Affandi Faiz, bisnis waralaba di Indonesia harusnya tumbuh lebih besar mengingat pertumbuhan ekonomi nasional terus meningkat. "Ini disebabkan sektor riil masih belum berjalan sebagaimana yang diharapkan," katanya. Tentu para pengusaha berharap pemerintah sebagai regulator mendukung kegiatan usaha itu. (agus/ dbs)
Di tengah gencarnya serbuan waralaba asing yang terus merambah ke kota-kota besar Indonesia bahkan hingga ke daerah-daerah, ada secercah harapan yang setidaknya membanggakan kita karena beberapa waralaba lokal asli Tanah Air sedang berancang-ancang memperluas area pasarnya ke luar negeri alias go international.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sedang menyeleksi perusahaan waralaba nasional agar bisa go internasional. Dalam program ini, Kadin didukung Kementerian Perdagangan. Ketua Bidang Waralaba Kadin Indonesia, Amir Karamoy mengatakan (pada 4 Agst. 2010), paling tidak sudah ada 20 waralaba yang telah mengikuti seleksi. "Kebanyakan berbasis budaya lokal," katanya di Jakarta.
Dia menjelaskan, beberapa waralaba yang masuk seleksi antara lain bergerak dalam hal jasa spa, laundry, makanan dan minuman, serta batik. "Ada juga yogurt," katanya. Program yang dinamakan ekspor waralaba Indonesia ini merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan pengusaha lokal sehingga mampu bersaing di pasar internasional. Dia mengatakan seharusnya produk-produk waralaba yang sudah mapan, mulai membentangkan sayapnya ke luar negeri. Memang pasar di dalam negeri adalah basis bisnis pengusaha Indonesia, namun tidak ada salahnya apabila mulai merintis pasar luar negeri. Sehingga tidak terkesan sebagai "jago kandang".
Menurut Amir, saat ini beberapa perusahaan besar nasional seperti badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD) juga sedang mematangkan konsep untuk masuk dalam ranah waralaba. "Apalagi melihat perkembangan waralaba sangat besar dalam beberapa tahun ini," katanya.
Akankah harapan itu hanya akan menjadi mimpi kosong belaka? Ketika dikonfirmasi Neraca pekan ini (28/2), Amir Karamoy mengatakan dari jumlah tersebut, setidaknya ada empat waralaba Indonesia yang sudah merambah ke luar negeri yaitu Baba Rafi (usaha kebab) ke Filipina, Salon Muslimah ke Malaysia, Aqualist (laundry and dry clean) ke Hong Kong dan Singapura, serta sebuah perusahaan spa yang masih dalam proses.
Amir mengatakan seharusnya usaha perusahaan waralaba nasional untuk merambah pasar luar negeri mendapat perhatian perbankan dengan skema kredit ekspor. "Sayangnya perbankan belum berminat membantu pengusaha waralaba," katanya.
Sementara itu Direktur Utama CEO Francorp Malaysia, Affandi Faiz mengatakan, peluang pasar waralaba di Indonesia masih cukup besar. Ini melihat jumlah penduduk yang mencapai 240 juta jiwa dan didukung pertumbuhan ekonomi nasional yang makin tinggi.
Dengan besarnya peluang pasar waralaba, maka Francorp Indonesia sebagai perusahaan konsultan waralaba, mengharapkan dapat menjaring 10 sampai 15 klien pada 2010. Klien ini terutama berasal dari Usaha Kecil dan Menengah (UKM). "Waralaba UKM yang biasanya belum memilliki kesadaran mengelola perusahaan dengan benar. Karena itu kami akan membantunya," katanya.
Menurut Affandi Faiz, bisnis waralaba di Indonesia harusnya tumbuh lebih besar mengingat pertumbuhan ekonomi nasional terus meningkat. "Ini disebabkan sektor riil masih belum berjalan sebagaimana yang diharapkan," katanya. Tentu para pengusaha berharap pemerintah sebagai regulator mendukung kegiatan usaha itu. (agus/ dbs)
Sumber: Harian Neraca