25/03/2012
Menjadi Kaya Dari Sengon
"Menanam sengon menjadi investasi jangka pendek dengan imbal hasil mencapai empat kali lipat dari modal awal." Sudah menjadi rahasia umum kalau menanam pohon rupakan salah satu instrumen investasi menguntungkan. Buktinya, tidak sedikit orang bisa kaya dengan menanam tanaman keras, seperti jati. Asalkan mau bersabar dan mengerti bagaimana merawat tanaman, pundi-pundi rupiah telah menanti Anda.
Sayangnya menanam pohon jati tidak semudah membalikan telapak tangan karena termasuk pohon yang dilindungi, kayu jati mendapatkan perlakuan istimewa, mulai dari menanam, hingga proses penebangannya.
Tingginya kebutuhan akan kayu kini mendorong jenis kayu lainnya, selain jati menjadi incaran investasi. Pembangunan perumahan tipe kecil mulai dari 21m2-54m2 dengan luas tanah hingga 45m2-200m2 mendorong meningkatnya permintaan pasokan kayu dengan harga terjangkau sebagai material bangunan.
Banyak jenis kayu yang bisa dipilih sebagai alternatif jati, mulai dari borneo, ki hujan, asam, hingga albasiah atau biasa disebut sengon. Di Jawa Barat, jenis kayu albasiah kini menjadi primadona balian bangunan.
Albasiah atau sengon dengan nama ilmiah paraserianthes falcataria merupakan salah satu pohon dengan pertumbuhan tercepat di dunia ini, dapat mencapai tinggi 7 meter dalam waktu setahun.
Sengon menghasilkan kayu ringan yang berwarna putih, cocok untuk konstruksi ringan, peti pengemas, papan partikel [particle board) dan papan lapis [blockboard).
Iskandar Rachmat, salah satu investor kayu ini mengaku memilih menanam sengon dengan alasan mudahnya perawatan dan masa panen yang relatif singkat. "Secara tidak langsung, menanam sengon menjadi investasi jangka pendek dengan imbal hasil cukup besar, bisa mencapai empat kali lipat dari modal awal dalam waktu 5 tahun," ujarnya kepada Bisnis baru-baru ini.
Iskandar saat ini memiliki sekitar 2.000 pohon sengon dengan luas area tanam mencapai 1 ha. Perawatan pohon sengon cukup mudah dan hasilnya bisadimanfaatkan maksimal. "Kebutuhan kayu jenis itu terus meningkat seiring dengan membesarnya kebutuhan di pasar."
Iskandar mulai intensif menanam sengon sejak 2 tahun terakhir dengan cara bertahap. Awalnya, laki-laki kelahiran 39 tahun silam ini membeli sekitar 600 bibit pohon dengan modal sekitar Rp9 juta. Perlahan-lahan, Iskandar memutuskan terus menambah pohonnya setelah melihat pertumbuhannya yang cukup signifikan..
Iskandar mengaku sudah ada toko material yang sudah memesan hasil panennya untuk pohon yang baru ditanam setahun. Menanam sengon memang bukan tanpa risiko. Tetap ada saja kemungkinan tanaman itu tidak tumbuh akibat kurangnya asupan nutrisi termasuk lingkungan yang tak mendukung.
Iskandar memutuskan menjalin kemitraan dengan salah satu unit usaha pondok pesantren di Cianjur, Jawa Barat untuk meminimalisasi risiko tersebut. Tujuannya mudah, agar tanaman investasinya tetap terjaga, dan siswa pesantren mendapat tambahan uang saku dari merawat pohon.
Dengan menggandeng pihak ketiga, pola investasinya pun menjadi bagi hasil. Memang, pemodal tidak bisa menikmati keuntungan secara penuh, tetapi dengan pola ini, pemilik modal pun tidak perlu repot mengontrol tanamannya setiap hari.untuk perumahan sudah sangat langka. Selain harganya yang mahal, pasokannya pun tak selalu ada.
Harga kayu yang relatif murah tidak akan mengundang minat spekulan untuk melakukan impor besar-besaran. "Apalagi ekonomi sekarang sedang menggeliat sehingga memerlukan barang-barang yang dibutuhkan dari kayu seperti untuk kas, palet, keranjang, bahari untuk konstruksi, dan lainnya," ujarnya.
Dalam budi daya sengon, sejumlah pihak menawarkan paket tertentu untuk mengundang investor. Bambang juga membangun pola kemitraan antara pesantren dan pemodal untuk budi daya sengon.Di sisi lain pemodal akan diuntungkan pula karena tanamannya ada yang merawat. Pada kondisi normal, budi daya sengon membutuhkan pemupukan urea sebanyak dua kali dalam setahun. Selain pupuk urea, pemupukan juga dilakukan dengan pupuk kandang. (fita.indah@bisnis.co.id)
Pola baqi hasil
Ada berbagai macam pola penghitungan bagi hasil untuk investasi ini. Salah satunya apabila pemilik modal mengeluarkan dana pemeliharaan dan pupuk, maka akan mendapat bagian sekitar 80% dari keuntungan.
Namun, apabila pemeliharaan secara keseluruhan diserahkan pada pihak ketiga, pemilik hanya mendapat jatah sekitar 60% dari total keuntungan. Lokasi menanam juga perlu dipertimbangkan.
Bambang Jaya Nugraha, pembudidaya kayu sengon di Cianjur menambahkan banyak keuntungan dari menanam pohon jenis tersebut. "Saya menanam kayu ini karena pengolahan dan izin penebangannya cukup mudah. Penebangan dan pengangkutan sengon ini cukup hanya dengan izin kepala desa karena sengon masuk kategori pohon kelas bawah," ujarnya.
Dia menjelaskan kondisinya berbeda ketika masyarakat memproduksi dan menjual kayu kelas satu atau dua, seperti jati, dan meranti. "Kalau kayu kelas 2 atau 3 sangat ribet karena harus mengurus administrasi dengan Perhutani dan polisi segala macam. Budidaya sengon juga relatif aman dari spekulan."
Dia mengatakan pasar sengon pun relatif terus menggeliat. Salah satu contohnya di Jawa Barat, penggunaan kayu borneo Sumbf wawancara, dktlsh
Sumber : Bisnis Indonesia
Fita Indah Maulani Bisnis Indonesia Roberto Purba