22/2/2012
Dulu Pengamen, Sekarang Juragan Beras di Cipinang
Berawal dari tenaga pembukuan di sebuah toko beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Nellys Soekidi saat ini sukses menjadi juragan beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta. Memiliki 12 toko beras, omzet Nellys mencapai Rp 15 miliar per bulan.
DI kalangan para pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), sosok Nellys Soekidi sudah sangat populer. Memiliki luna kios dan gudang penyimpanan beras di PIH1 ia tercatat sebagai juragan beras yang cukup besar di Pasar Induk Beras Cipinang.
Selain memiliki lima kios di pasar induk, ia juga memiliki delapan toko beras lain yang tersebar di kawasan Jabodetabek. Di antaranya di Pondok Ungu, Bintara, Kalimalang, Cilodong, Depok, Bintaro, dan Cengkerang.
Nah, jika ditotal, toko beras Nellys ini ada 12 unit yang nilai asetnya mencapai Rp 7 miliar-Rp 8 miliar. Dari 12 toko yang ia beri nama Nellys Jaya itu, ia mampu menjual sebanyak 50 ton beras per hari. Dari penjualan itu, omzet yang dikantonginya apai sekitar Rp 500juta per hari atau Rp 15 miliar per bulan. Sayang, ia tak mau menyebutkan laba bersih dari berjualan beras ini. Tang jelas untungnya sedikit tapi kontinyu," ujarnya.
Sukses yang diraih Nellys tidak datang begitu saja. Terlahir dari pasangan buruh tani, ia hanya bisa menamatkan bangku sekolah menengah atas (SMA) di Ngawi, Jawa Timur.Lantaran kondisi ekonomiorang tuanya yang lemah, ia pun memutuskan untuk merantau ke Jakarta. "Saya tamal SM \ tahun 1990 dan langsung ke Jakarta," katanya.
11 seperti kaum urban lainnya, tujuannya datang ke Jakarta untuk meng nasib. Tapi karena tidak memiliki keahlian, ia hanya bekerja serabutan dingan menjadi tenaga kasar di proyek-proyek bangunan. Jika proyek sedang sepi. ia menghabiskan waktu dengan mengamen di terminal dan bus-bus kota.
Selain memilikilima kios di pasar induk, iajuga memiliki delapan toko di Jabodetabek. Sebagai pengamen, ia biasa mangkal di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. "Tapi meskipun ngamen, saya tidak pernah melakukan sesuatu yang melanggar aturan," ujarnya.
Saat mengamen inilah ia bertemu dengan seorang teman dari kampung halaman. Oleh temannya, ia diajak membantu mengelola toko beras milik bosnya li PIBC. "Itu sekitar tahun 1992," ujar Nellys.
Di toko beras tersebut, iadiperbantukan di bagian pembukuan. Tugasnya mencatat semua pengeluaran dan pemasukan toko. Meski mengemban tugas yang penting, Nellys mengaku tidak digaji secara layak oleh bosnya tersebut. Kendati demikian, ia tetap berusaha menyisihkan hasiljerih payahnya itu sediki!demi sedikit Selebihnya Dual makan, ujarnya
Di luar materi, sesungguhnya ia banyak mendapat pengalaman baru. Selain mendapat pengetahuan seputar ilmu akuntansi alan pembukuan, ia juga banyak mendapat relasi pai a pemasok beras dari berbagai daerah, seperti (Cirebon dan Garut "Selama bekerja saya selalu berusaha jujur, dun itu dinilai oleh para pemasok beras yang menjadi mitra bos saya," ujarnya.
Pada tahun 1993, ia memutuskan berhenti bekerja dari toko tersebut. Berbekal ilmu akuntansi dan relasi yang sudah dimilikinya, ia nekad berjualan beras sendiri. Awalnya ia berjualan di los pasar induk dengan modal hanya Rp 3 juta. Itu hasil menabung selama bekerja," ujarnya.Kendati bermodal cekak, tapi ia mendapat dukungan dari pemasok beras yang menjadi relasinya.
Berawal dari tenaga pembukuan di sebuah toko beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Nellys Soekidi saat ini sukses menjadi juragan beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta. Memiliki 12 toko beras, omzet Nellys mencapai Rp 15 miliar per bulan.
DI kalangan para pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), sosok Nellys Soekidi sudah sangat populer. Memiliki luna kios dan gudang penyimpanan beras di PIH1 ia tercatat sebagai juragan beras yang cukup besar di Pasar Induk Beras Cipinang.
Selain memiliki lima kios di pasar induk, ia juga memiliki delapan toko beras lain yang tersebar di kawasan Jabodetabek. Di antaranya di Pondok Ungu, Bintara, Kalimalang, Cilodong, Depok, Bintaro, dan Cengkerang.
Nah, jika ditotal, toko beras Nellys ini ada 12 unit yang nilai asetnya mencapai Rp 7 miliar-Rp 8 miliar. Dari 12 toko yang ia beri nama Nellys Jaya itu, ia mampu menjual sebanyak 50 ton beras per hari. Dari penjualan itu, omzet yang dikantonginya apai sekitar Rp 500juta per hari atau Rp 15 miliar per bulan. Sayang, ia tak mau menyebutkan laba bersih dari berjualan beras ini. Tang jelas untungnya sedikit tapi kontinyu," ujarnya.
Sukses yang diraih Nellys tidak datang begitu saja. Terlahir dari pasangan buruh tani, ia hanya bisa menamatkan bangku sekolah menengah atas (SMA) di Ngawi, Jawa Timur.Lantaran kondisi ekonomiorang tuanya yang lemah, ia pun memutuskan untuk merantau ke Jakarta. "Saya tamal SM \ tahun 1990 dan langsung ke Jakarta," katanya.
11 seperti kaum urban lainnya, tujuannya datang ke Jakarta untuk meng nasib. Tapi karena tidak memiliki keahlian, ia hanya bekerja serabutan dingan menjadi tenaga kasar di proyek-proyek bangunan. Jika proyek sedang sepi. ia menghabiskan waktu dengan mengamen di terminal dan bus-bus kota.
Selain memilikilima kios di pasar induk, iajuga memiliki delapan toko di Jabodetabek. Sebagai pengamen, ia biasa mangkal di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. "Tapi meskipun ngamen, saya tidak pernah melakukan sesuatu yang melanggar aturan," ujarnya.
Saat mengamen inilah ia bertemu dengan seorang teman dari kampung halaman. Oleh temannya, ia diajak membantu mengelola toko beras milik bosnya li PIBC. "Itu sekitar tahun 1992," ujar Nellys.
Di toko beras tersebut, iadiperbantukan di bagian pembukuan. Tugasnya mencatat semua pengeluaran dan pemasukan toko. Meski mengemban tugas yang penting, Nellys mengaku tidak digaji secara layak oleh bosnya tersebut. Kendati demikian, ia tetap berusaha menyisihkan hasiljerih payahnya itu sediki!demi sedikit Selebihnya Dual makan, ujarnya
Di luar materi, sesungguhnya ia banyak mendapat pengalaman baru. Selain mendapat pengetahuan seputar ilmu akuntansi alan pembukuan, ia juga banyak mendapat relasi pai a pemasok beras dari berbagai daerah, seperti (Cirebon dan Garut "Selama bekerja saya selalu berusaha jujur, dun itu dinilai oleh para pemasok beras yang menjadi mitra bos saya," ujarnya.
Pada tahun 1993, ia memutuskan berhenti bekerja dari toko tersebut. Berbekal ilmu akuntansi dan relasi yang sudah dimilikinya, ia nekad berjualan beras sendiri. Awalnya ia berjualan di los pasar induk dengan modal hanya Rp 3 juta. Itu hasil menabung selama bekerja," ujarnya.Kendati bermodal cekak, tapi ia mendapat dukungan dari pemasok beras yang menjadi relasinya.
Sumber : Harian Kontan
Havid Vebri