05/01/2012
Profil Hamzah Sulaiman
Setelah Toko Batik, Hamzah Masuk Bisnis Restoran
Jatuh bangun mengelola usaha tak membuat Hamzah Sulaiman patah arang. Setelah terbakar pada 2004, Mirota Batik justru kian berkibar. Di masa tua, naluri bisnisnya pun tetap memanggil. Ia pun mendirikan resto House of Raminten.
JATUH bangun menjalankan usaha suil.ili dirasakan Hamzah Sulaiman. Pengalaman pahit yang pernah dilaluinya ketika Mirota Batik di Malioboro terbakar. Peristiwa itu terjadi pada 2 Mei 2004. Tidak ada satupun yang tersisa pasca kebakaran tersebut. Semuanya ludes dilalap si jago merah. Tetapi, hal liu iidak membuatnya putus asa. Pantang menyerah dan terus berusaha memang menjadi moto hidupnya.
Untungnya, ia masih memiliki sisa tabungan untuk membangun kembali Mirota. Hanya dalam waktu setahun. Hamzah berhasil membangun kembali gedung Mirota Batik di Malioboro. Bahkan, gedung baru tersebut tampak lebih megah dari bangunan lama. Terdiri dari empat lantai, Mirota Batik kini menyerupai ma].
Yang memakan waktu agak lama ketika ia harus mengisi dan mengembalikan detail toko. Konsepnya, ia ingin membangun tempat wisata belanja batik dan kerajinan yang nyaman. Tapi, semua kesulitan ituberhasil dilaluinya Mirota kali ini lebih mentereng dan lengkap. Jumlah pengujung pun kian membludak, terutama di akhir pekan. Setelah Mirota berkembang pesat, Hamzah nuinuluskaji untuk mundur dan menyerahkan pengelolaan toko kepada orang kepercayaan. "Saya memilih pensiun," luarnya.
Namun, naluri bisnis tetap saja memanggilnya. Di masa pensiun, ia justru mendirikan restoran bernama House of Raminten. Restoran berbentuk kafe ini berdiri pada 2G Desember 2008 di kompleks rumahnya, di Jl FM Noto No 7 Kotabaru, Yogyakarta
Hamzah membangun House of Raminten dengan harapan, ia tidak hidup kesepian setelah pensiun. Dengan adanya restoran ini, Hamzah masih memiliki kegiatan untuk menyibuk-kan diri. Dia ingin agar di masa pensiun ini dapal melakukan hal-hal yang ringan dan disukainya
I-okasi House of Raminten berada di pendopo, tempat Hamzah latihan menari. Dan, awalnya menu yang ditawarkan hanya mi instan dan sejenisnj ;i
Nali, dari sekedar ingin memiliki kesibukan, kini House of Raminten justru berkembang pesat. Dengan jumlah karyawan mencapai 82 orang, House of Raminten ramai dikunjungi pembeli. Buka selama 24 jam, restoran ini menawarkan menu andalan nasi kucing dengan harga Rp 1.000 per porsi.
Selain itu, resto juga menyediakan juga nasi putih, iseng tempe, scrundeng dan teri, Rata-rata harga makanan di House of Raminten sekitar Rp 10.000 dan termahal Rp 20.000 per porsi. Lantaran sudah besar, pengelolaan restoran kini diserahkan kepada anak angkat yang menjadi kepercayaan Hamzah. Suasana restoran pun dibuat seperti Yogyakarta mini, ada kereta kencana dan dokar. Dengan suasana ini. jumlah pengunjung terdongkrak. Dalam semalam pemasukannya mencapai Rp 1,5 juta.
Karyawan restoran ini bukan berasal dari kalangan profesional. Sebab, yang menjadi pelayan kebanyakan adalah karyawan lama Hamzah di Mirota Batik. Tugas mereka melayani dan menyajikan makanan pesanan para pembeli.
Namun, karyawan tersebut saling berbagi pengalaman, termasuk dalam hal memasak. "Ada juga karyawan yang ahli menujat, namun juga pintar memasak," jelasnya.
Setelah Toko Batik, Hamzah Masuk Bisnis Restoran
Jatuh bangun mengelola usaha tak membuat Hamzah Sulaiman patah arang. Setelah terbakar pada 2004, Mirota Batik justru kian berkibar. Di masa tua, naluri bisnisnya pun tetap memanggil. Ia pun mendirikan resto House of Raminten.
JATUH bangun menjalankan usaha suil.ili dirasakan Hamzah Sulaiman. Pengalaman pahit yang pernah dilaluinya ketika Mirota Batik di Malioboro terbakar. Peristiwa itu terjadi pada 2 Mei 2004. Tidak ada satupun yang tersisa pasca kebakaran tersebut. Semuanya ludes dilalap si jago merah. Tetapi, hal liu iidak membuatnya putus asa. Pantang menyerah dan terus berusaha memang menjadi moto hidupnya.
Untungnya, ia masih memiliki sisa tabungan untuk membangun kembali Mirota. Hanya dalam waktu setahun. Hamzah berhasil membangun kembali gedung Mirota Batik di Malioboro. Bahkan, gedung baru tersebut tampak lebih megah dari bangunan lama. Terdiri dari empat lantai, Mirota Batik kini menyerupai ma].
Yang memakan waktu agak lama ketika ia harus mengisi dan mengembalikan detail toko. Konsepnya, ia ingin membangun tempat wisata belanja batik dan kerajinan yang nyaman. Tapi, semua kesulitan ituberhasil dilaluinya Mirota kali ini lebih mentereng dan lengkap. Jumlah pengujung pun kian membludak, terutama di akhir pekan. Setelah Mirota berkembang pesat, Hamzah nuinuluskaji untuk mundur dan menyerahkan pengelolaan toko kepada orang kepercayaan. "Saya memilih pensiun," luarnya.
Namun, naluri bisnis tetap saja memanggilnya. Di masa pensiun, ia justru mendirikan restoran bernama House of Raminten. Restoran berbentuk kafe ini berdiri pada 2G Desember 2008 di kompleks rumahnya, di Jl FM Noto No 7 Kotabaru, Yogyakarta
Hamzah membangun House of Raminten dengan harapan, ia tidak hidup kesepian setelah pensiun. Dengan adanya restoran ini, Hamzah masih memiliki kegiatan untuk menyibuk-kan diri. Dia ingin agar di masa pensiun ini dapal melakukan hal-hal yang ringan dan disukainya
I-okasi House of Raminten berada di pendopo, tempat Hamzah latihan menari. Dan, awalnya menu yang ditawarkan hanya mi instan dan sejenisnj ;i
Nali, dari sekedar ingin memiliki kesibukan, kini House of Raminten justru berkembang pesat. Dengan jumlah karyawan mencapai 82 orang, House of Raminten ramai dikunjungi pembeli. Buka selama 24 jam, restoran ini menawarkan menu andalan nasi kucing dengan harga Rp 1.000 per porsi.
Selain itu, resto juga menyediakan juga nasi putih, iseng tempe, scrundeng dan teri, Rata-rata harga makanan di House of Raminten sekitar Rp 10.000 dan termahal Rp 20.000 per porsi. Lantaran sudah besar, pengelolaan restoran kini diserahkan kepada anak angkat yang menjadi kepercayaan Hamzah. Suasana restoran pun dibuat seperti Yogyakarta mini, ada kereta kencana dan dokar. Dengan suasana ini. jumlah pengunjung terdongkrak. Dalam semalam pemasukannya mencapai Rp 1,5 juta.
Karyawan restoran ini bukan berasal dari kalangan profesional. Sebab, yang menjadi pelayan kebanyakan adalah karyawan lama Hamzah di Mirota Batik. Tugas mereka melayani dan menyajikan makanan pesanan para pembeli.
Namun, karyawan tersebut saling berbagi pengalaman, termasuk dalam hal memasak. "Ada juga karyawan yang ahli menujat, namun juga pintar memasak," jelasnya.
Sumber: Harian Kontan