Kredit Boleh, Yang Penting Barang Cepat Laku
Para perajin anyaman bambu Desa Sukahaji, Majalengka mengakali sepinya pembeli dengan menjual sendiri produknya kepada petani dengan sistem yarnen alias bayar ketika panen. Cara ini penuh risiko namun juga mendatangkan keuntungan besar bagi perajin.
SELAIN mer\jual ke penge-pul, para perajin anyaman bambu di Desa Salagedang, Majalengka, Jawa Barat, juga j memiliki cara lain yang unik ! agar produknya laris. Mereka menjual anyaman bambu dengan sistem yamen (bayar panen). Sasarannya para ; penduduk desa sekitar 1 wilayah mereka Kalau hanya menjual ke pengepul, pendapatan mereka cuma Rp SOO 000 hingga Rp 400 000 1 perbulan.
Tapi dengan sistem yarnen, penghasilan mereka bisa meningkat berlipat. Umumnya, para petani yang memanfaatkan penjualan ala yamen ini. Perajin menjual produknya ke petani secara kredit dan baru dibayar setelah masa panen tiba.
Meski berisiko, cara penjualan ini temyata cukup ampuh mendongkrak pendapatan perajin. Meski musiman, tapi permintaan cukup banyak. Terkadang perajin terpaksa harus membeli barang dari penge-|nil untuk dijual lagi dengan sistem bayar setelah panen.
Umumnya, para perajin menjual produk anyaman bambu tersebut ke desa-desa sekitar wilayah mereka
Tatang Sukmana, salah satu warga desa Salagedang, Sukahaji, mengatakan, banyak perajin di desanya yang menjual produk anyaman bambu dengan sistem yarnen ini.
Balikan, bila permintaan melimpah, ada perajin yang nekat mengambil risiko meminjam dana ke bank sebagai modal berjualan.Tapi itu tak berlaku bagi perajin yang modalnya sudah tebal. Tatang mengakui sistem penjualan secara kredit dan baru dibayar setelah panen itu memang berisiko. Tapi, kata dia, dengan cara ini pula, perajin bisa menaikkan harga jual produk sampai dua kali lipat.
Harga naik berlipat karena tenggat waktu pembayaran bisa mencapai tiga bulan hingga masa panen tiba Barang yang dibeli si pembeli pun biasanya tidak sedikit, sehingga duit yang berputar pun cukup besar."Sambil menunggu masa pembayaran, para perajin ini pun menganyam," ujar Tatang.
Risiko dari sistem penjualan seperti ini adalah ketika petard gagal panen. Kalau sudah begitu, perajin hanya bisa pasrah dan biasanya mereka memperpanjang jatuh tempo pembayaran tiga bulan lagi untuk masa panen berikutnya Kalau gagal lagi, ya siap-siap saja merugi.Risiko yang besar ini pula yang membuat Nuroh Jamin, perajin dan pemilik kios anyaman bambu di Salagedang, ogah ikut-ikutan menjual anyaman bambu dengan sistem yarnen.
Ia lebih memilih menjadi pedagang grosir anyaman saja "Percuma jika punya banyak pelanggan kalau tidak bisa ditagih," ujar Nuroh.Tapi, sistem yamen ini memang banyak dilakukan oleh para perajin di desanya Sebab, kalau hanya pasif menunggu pembeli, rezeki lama datangnya
Para perajin anyaman bambu Desa Sukahaji, Majalengka mengakali sepinya pembeli dengan menjual sendiri produknya kepada petani dengan sistem yarnen alias bayar ketika panen. Cara ini penuh risiko namun juga mendatangkan keuntungan besar bagi perajin.
SELAIN mer\jual ke penge-pul, para perajin anyaman bambu di Desa Salagedang, Majalengka, Jawa Barat, juga j memiliki cara lain yang unik ! agar produknya laris. Mereka menjual anyaman bambu dengan sistem yamen (bayar panen). Sasarannya para ; penduduk desa sekitar 1 wilayah mereka Kalau hanya menjual ke pengepul, pendapatan mereka cuma Rp SOO 000 hingga Rp 400 000 1 perbulan.
Tapi dengan sistem yarnen, penghasilan mereka bisa meningkat berlipat. Umumnya, para petani yang memanfaatkan penjualan ala yamen ini. Perajin menjual produknya ke petani secara kredit dan baru dibayar setelah masa panen tiba.
Meski berisiko, cara penjualan ini temyata cukup ampuh mendongkrak pendapatan perajin. Meski musiman, tapi permintaan cukup banyak. Terkadang perajin terpaksa harus membeli barang dari penge-|nil untuk dijual lagi dengan sistem bayar setelah panen.
Umumnya, para perajin menjual produk anyaman bambu tersebut ke desa-desa sekitar wilayah mereka
Tatang Sukmana, salah satu warga desa Salagedang, Sukahaji, mengatakan, banyak perajin di desanya yang menjual produk anyaman bambu dengan sistem yarnen ini.
Balikan, bila permintaan melimpah, ada perajin yang nekat mengambil risiko meminjam dana ke bank sebagai modal berjualan.Tapi itu tak berlaku bagi perajin yang modalnya sudah tebal. Tatang mengakui sistem penjualan secara kredit dan baru dibayar setelah panen itu memang berisiko. Tapi, kata dia, dengan cara ini pula, perajin bisa menaikkan harga jual produk sampai dua kali lipat.
Harga naik berlipat karena tenggat waktu pembayaran bisa mencapai tiga bulan hingga masa panen tiba Barang yang dibeli si pembeli pun biasanya tidak sedikit, sehingga duit yang berputar pun cukup besar."Sambil menunggu masa pembayaran, para perajin ini pun menganyam," ujar Tatang.
Risiko dari sistem penjualan seperti ini adalah ketika petard gagal panen. Kalau sudah begitu, perajin hanya bisa pasrah dan biasanya mereka memperpanjang jatuh tempo pembayaran tiga bulan lagi untuk masa panen berikutnya Kalau gagal lagi, ya siap-siap saja merugi.Risiko yang besar ini pula yang membuat Nuroh Jamin, perajin dan pemilik kios anyaman bambu di Salagedang, ogah ikut-ikutan menjual anyaman bambu dengan sistem yarnen.
Ia lebih memilih menjadi pedagang grosir anyaman saja "Percuma jika punya banyak pelanggan kalau tidak bisa ditagih," ujar Nuroh.Tapi, sistem yamen ini memang banyak dilakukan oleh para perajin di desanya Sebab, kalau hanya pasif menunggu pembeli, rezeki lama datangnya
Sumber: Harian Kontan
Hafid Fuad