Halaman

Sukses Menjadi Juragan Rempeyek Setelah Terkena PHK

6/12/2011
Sukses Menjadi Juragan Rempeyek Setelah Terkena PHK



Pertunjukkan harus tetap berjalan. Itu pula yang membuat Sudarto tetap semangat meski kena PHK. Paska kehilangan pekerjaan itu, Sudarto melihat di kampungnya di Yogjakarta ada potensi ekonomi yang bisa dikembangkan, yakni rempeyek. Soedarto pun terjun ke bisnis ini dan dia jadi makin yakin ada duit di balik rempeyek.


SERINGKALI pengalaman pahit adalah pemicu semangat yang paling besar. Pengalaman pahit ini pula yang membuat Soedarto, pria kelahiran Yogyakarta 47 tahun silam, sukses merintis usaha rempeyek.
Soedarto mulanya berstatus karyawan di PT Panasonic Gobel, produsen elektronik yang memiliki kantor cabang di Yogyakarta.

Namun pada 2004 silan), Sudarto harus rela menjalani pemutusan hubungan kerja (PHK).Bagi sebagian besar di IHK nu ibaratnya menden pil pailit. Sehingga begitu di-PHK, dunia seolah-olah i uni nli dan hidup tak bisa berlanjut. Namun bagi Sudarto, pil PHK itu temyata tak pahit-pahit amat. Justru pil itu menjadi obat kuat untuk semakin bersemangat mencari rezeki buat keluarga-nya

Sudarto menjadikan pemecatan itu sebagai pintu masuk ke ekonomi yang lebih baik. Lihat saja, usai dipecat, ia memutuskan untuk benviraswasta dengan memproduksi rempeyek. Kebetulan -uu im. di daerah asalnya di Dusun Pelemadu, Kecamatan Imogiri, Bantul, Yogyakarta, banyak usaha rempeyek yang dikembangkan rumah tangga.

Namun, usaha rempeyek tidak berkembang baik karena kurang promosi. Nah, Soedarto tak mau melakukan kesalahan yang sama Ia tetap memproduksi rempeyek namun ia juga melakukan promosi dan pemasaran yang benar untuk rempeyek-nya itu.

Pada 2006, bersama sahabatnya, Sudarto bertekad bulat berbisnis rempeyek khas Yogya. Selain mempro-duksi sendiri, ia juga melakukan pengemasan rempeyek dengan apik. "Rempeyek itu makanan tradisional favorit orang Jawa," ujarnya.

Selain menyiapkan kemasan yang apik, tak lupa Sudarto juga melakukan survei kecil-kecilan tentang kebutuhan rempeyek di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Semarang. Kesimpulannya, "Kebutuhan rempeyek masih tinggi," ujar Sudarto. Kesimpulan lainnya, banyak warga kota besar yang ternyata lebih suka peyek kampung.

Hasil survei itu terbukti benar, penjualan rempeyek Soedarto berkembang pesat di kota besar. Setelah berjalan sekian waktu, kini ia telah memproduksi 3.000 sampai 4.000 kemasan atau setara dengan 1 ton rempeyek per hari dengan harga jual Rp 2.500 per kemasan.

"Pesanan terbesar dari di Jakarta," kata pemilik merek rempeyek Nyak Sus itu. Sesampai di Jakarta, rempeyek yang diproduksi Soedarto bisa dijual hingga Rp 5.000 per kemasan. "Rempeyek temyata bisnis yang menguntungkan di Jakarta," pungkasnya

Untuk memikat konsumen, Soedarto sengaja memproduksi lima jenis rempeyek. Mulai dari rempeyek kacang tanah, kedelai hitam, kedelai putih, teri, dan rempeyek udang rebon. Namun, rempeyek yang best seller adalah rempeyek kacang tanah.

Selain pasar Ibukota, temyata rempeyek milik Soedarto juga laris hingga Sumatera dan Kalimantan. Khusus rempeyek kedelai hitam dan rempeyek kedelai putih laku keras di Sumatera.

Dari hasil penjualan itu

saban bulan Soedarto mengantongi omzet Rp 300 juta Bahkan kini ia sudah punya 36 karyawan yang ia bayar dengan sistem kerja borongan. Dengan sistemDok Pribadiborongan itu, ia membayar jerih payah karyawan sesuai pekerjaan yang mereka hasilkan.

Sumber: Harian Kontan
Ragil Nugroho