Halaman

Memberdayakan Masyarakat Flores Dengan UKM

13/11/2011
Memberdayakan Masyarakat Flores Dengan UKM


MENURUT Alfonsa Horcng, penjualan tenun ikat Flores mengalami pa-sajigSurut. la tidak bisa menghitung pendapatan tetap dari penjualan kain tradisional Nusa Tenggara Timur (NTT) itu. "Penjualan fluktuatif, tenun ini seperti lukisan dan seni rakyat lainnya. Ini kan produk intrinsik, jadi sulit ditentukan pemasukan yang kami terima tiap bulannya," ucap Alfonsa Horeng kepada Berita Kota, belum lama ini.

Perempuan yang mendirikan komunitas Sentra Tenun Ikat Lepo Lorun, ini bukan sekedar untuk meraup keuntungan. Tapi, ia ingin merangkul masyarakat Flores untuk bisa memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Selain itu, ia ingin masyarakat Flores juga melestarikan seni budayanya melalui tenun ikat Flores. Menurutnya, tidak semua hasil tenun ikat masyarakat Flores itu bisa dijual. "Kalau (kain tenun) tidak dijual, mereka banyak membantu untuk kebutuhan budaya seperti untuk upacara adat dan lainnya. Karena kami hidup di kampung, di mana budaya memberi dan menerima masih melekat, ujarnya.

Akan tetapi, anggota komunitas Sentra Tenun Ikat Lcpo Lorun, membutuhkan biaya untuk Kehidupan sehari-hari dan membayar uang sekolah anak-anaknya. "Di daerah kami, anak yang tidak membayar uang bayaran akan diusir. Maka, dari ada keluarga yang menitipkan kain tenun hasilnya untuk dijual di dalam organisasi koperasi kami, mereka pun berhak meminjam uang kas yang ada," katanya.

Kini, hasil karya masyarakat Flores itu kerap dipamerkan di berbagai ajang seni-budaya nasional dan internasional. Alfonsa dan rekan-rekannya, juga kerap mengisi berbagai acara seminar dan pelatihan dengan memamerkan hasil karyanya. "Dengan tenun ini, kami sudah mencapai negara Amerika dan Eropa, seperti Perancis, Belanda, Amerika, da masih banyak lainnya," katanya.

Sentra tenun ikatnya itu kerap menjadi buhan studi banding tentang seni budaya. Komunitas juga melayani kerjasama dengan program pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat yang ingin mengetahui lebih dalam tentang tenun ikat Flores. "Memang tidak secara profesional apa yang kami ajarkan, upaya ini kami jadikan sebagai teknik menangkap bola. Tidak kami pungkiri, kami kelebihan sidi tapi kekurangan akomodasi dan pengemasan," ujarnya.

Wilayah kami masih terus dianggap sebagai wilayah yang kaya akan budaya. Tetapi sesungguhnya apa yang kami lakukan adalah kebiasaan yang turun menurun dan merupakan warisan nenek moyang," katanya. Namun, ia merasa, karya anak bangsa ini justru malah lebih dihargai di luar negeri dibandingkan di dalam negeri. "Di sana (luar negeri) kami disebut sebagai artis (seniman), tetapi di sini kami justru disebut pengrajin. Kalau ada kunjungan dari ibu (presiden), saya selalu bilang bahwa ini adalah mahakarya bangsa," tutur Alfonsa Horcng. vn


Sumber : Berita Kota