Halaman

Mengeruk Omzet Jutaan dari Hasil Tangkapan Ikan

18/10/2011
Mengeruk Omzet Jutaan dari Hasil Tangkapan Ikan


Mendung menggantung di langit Tanjung Binga, Kecamatan Si juk, Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sore itu. Aisyah dan Mesya cepat-cepat mengemas cumi-cumi asin yang telah di-jemurnya selama empat hari. Seiring awan yang semakin kelam, keduanya makin bergegas memindahkan hamparan cumi-cumi asin dari jaring hitam yang terbentang di salah sam sudut dermaga kayu desa itu ke dalam keranjang kayu yang telah disiapkan.

"Jika cuaca panas, hanya butuh dua hari untuk mengeringkan ikan-ikan ini. Namun karena sekarang mulai musim hujan, penjemuran menghabiskan waktu empat atau bahkan sampai 10 hari," keluh Aisyah.

Wanita 31 tahun itu menga-takan.ikan yang dijemur tersebut merupakan ikan tangkapan nelayan yang tidak laku dijual. Jenisnya bermacam-macam, mulai laisa, japu, tongkol, tamban, teri putih, teri hitam, juga cumi-cumi. Sebelum dijemur, mereka rendam terlebih dahulu selama satu hari. "Air perendamnya pun alami, hanya ditambahkan garam dan tidak menggunakan bahan pengawet seperti formalin. Kami lakukan proses perendaman tni selama satu hari agar tekstur dan rasa asinnya kuat," timpal Mesya.

Aisyah dan Mesya adalah potret umum warga Tanjung Bunga. Rata-rata ibu-ibu kampung nelayan ini berkutat dengan pekerjaan berdagang atau menjadi buruh menjemur ikan asin. Gerak ekonomi kampung nelayan ini memang disokong oleh penjualan hasil laut.

Tanjung Binga yang , berjarak 22 km dari Tan j ungpandan dan 8 km dari Tan j ungTinggi, Beli tung, ini juga dikenal juga sebagai Kampung Bugis. Dinamakan demikian karena sebagian warga desa ini merupakan keturunan Bugis. Dengan panjang dermaga 150 meter dari bibir pantai hingga ke ujung dermaga, terdapat puluhan kapal yang bersandar tak jauh dari deretan permukiman nelayan yang cukup padat.

Bagi wisatawan yang memiliki hobi menyelam atau menjelajah,desa ini cocok didatangi. Wisatawan dapat menyewa para perahu nelayan untuk melancong ke pulau-pulau kecil di lepas pantai atau untuk mendukung kegiatan menyelam.Tanjung Binga dengan segala gerak kehidupannya telah menjadi desa nelayan percontohan.

Muhammad Dani, salah satu pemilik usaha pembuatan ikan asin, mengatakan,setelah ikan asin dihasilkan, selanjutnya dikemas dalamkardus. Ikan asin produksi kampung ini kemudian di pasarkan ke beberapa daerah,antara lain Jakarta, Palembang, dan Pontianak. "Pengiriman ke Jakarta yang paling besar. Kami bisa sampai mengirim 24 ton ikan asin setiap seminggu sekali," kata laki-laki berusia 24 tahun ini.

Pria yang telah menggeluti pekerjaan sebagai nelayan sejak umur 12 tahun ini menceritakan, omzet dari bisnis ini bisa sampai RplO juta per bulan.Dia mengakui bahwa perdagangan ikan segar dan ikan asin telah membuat denyut ekonomi Tanjung Binga terus berdetak.

Dia mengatakan, selama pergi mencari ikan, para nelayan biasanya menghabiskan satu hingga tiga hari dengan jarak paling jauh 8 km dari bibir dermaga. "Dalam tiga hari, ikan yang kami dapat bisa mencapai 2-3 ton. Namun, sayang, saat ini sedang terang bulan. Jikasudah begini para nelayan tidak melaut karena tidak ada ikan," ujar dia.

Bisnis ikan asin adalah salah satu warna desa ini. Yang juga menjadi ciri khas,pemandangan ibu-ibu yang berkumpul di pekarangan rumah atau sekadar duduk-duduk menunggu matahari terbenam di tepi dermaga sambil mencari kutu di rambutanaknya. Senja kian beranjak ke petang. Sayang sore itu tak ada semburat lembayung karena tertutup awan dan tak ada ibu-ibu yang memungut kutu di rambut anaknya.

Sumber: Harian Seputar Indonesia
NENI NURAENI Bangka Belitung