Halaman

Bentuknya Memang Mini namun Untungnya Maksi

10/11/2011
Bentuknya Memang Mini namun Untungnya Maksi

Tak hanya es krim saja yang butuh gagang atau stick. Lihat saja, stick yang biasanya hanya untuk es krim itu, kini bisa juga dipakai untuk gagang penganan dari coklat atau nugget. Bahkan salon kecantikan juga butuh stick. Dengan harga berkisar antara Rp 10 sampai Rp 22 per batang, pembuat stick bisa meraup omzet hingga ratusan juta.

STICK atau tusuk kayu berbentuk pipih yang biasa dipakai untuk gagang es krim, temyata juga dibutuhkan untuk gagang penganan seperti cokelat atau pun nugget. Itulah sebabnya, barang kecil seukuran 9 cm sampai 12 cm ini bisa menghasilkan keuntungan yang gede. Apalagi, kini salon kecantikan pun membutuhkan stick ini.

Salah satu produsen sendok dan stick es krim ini adalah Doni Indra. Walau baru memulai bisnis pada 2011, pemilik CV Elang Manunggal di Tangerang ini sudah menangguk pesananstick dan sendok es krim dalamjumlah besar. "Produk ini termasuk barang repeal order, sehingga pesanan terus datang," katanya.

Stick dan sendok es krim termasuk barang repeat order karena sifatnya sekali pakai. Tak hanya es krim, beberapa produk makanan lain seperti cokelat dan nugget juga banyak yang menggunkan produk ini.

Bahkan, menurut Doni, seringkali permintaan juga datang dari salon kecantikan untuk mengaduk krim. Meski jumlah permintaan dari salon kecantikan tidak besar, namun pesanan selalu dalang tiap bulan. Saat ini Doni mengaku telah mengantongi delapan pelanggan tetap.

Dari pelanggan-pelanggan-nya itu, Doni mengungkapkan, bisa menjual sekitar 6 juta batang stick es krim per bulan. Bahkan, jika permintaan melonjak, dia sering menggandeng perajin sticktradisional. Dengan harga antara Rp 17 hingga Rp 22 per batang, Doni tak sungkan menyatakan mampu meraup omzet hingga sebesar Rp 100 juta per bulan. Dari total omzet sebesar itu. setidaknya Doni bisa membawa pulang sebesar 15%. Tentu saja stick es Ki im itu tidak dijual satuan, namun dikemas dalam karton berisi 20.000 batang. Intuk memproduksi stick es krim, Doni menggunakan mesin rakitan sendiri. Kapasitas mesin yang dipakainya sekitar satu juta batang per hari.

Doni sendiri lebih suka membuka pasar dengan memasarkan melalui internet. "Saya belum berani menawarkan langsung ke perusahaan, sebab kapasitas mesin saya masih kecil," ujarnya Selain itu, Doni menghindari produksi secara berlebihan untukmeminimalisir resiko.

Bahan baku yang dipakai untuk stick es krim antara lain kayu albasia dan sengon. Menurut Doni, jenis kayu albasia dan sengon lebih ideal dibanding kayu yang lain karena lebih empuk Permintaan stick juga datang dari salon kecantikan untuk mengaduk krim.dan mudah dibentuk.

Lain lagi dengan Guntur Yudihartono di Banyumas, Jawa Tengah. Walau masih sebatas home industri, Guntur mampu memproduksi sekitar tiga juta stick es krim per bulan. "Saya banyak memanfaatkan limbah pabrik kayu lapis untuk bahan baku," katanya.

Dengan harga Rp 10 sampai Rp 15 per batang, ia mengaku telah memiliki pelanggan tetap dari Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta. Dari penjualan si iek keberbagai kota itulah, dia mampu mengumpulkan omzet mencapai Rp 30 juta per bulan.

Untuk memperluas cakupan pasar, saat ini Guntur juga mulai menawarkan produknya secara langsung ke berbagai perusahaan es krim. Bahkan, ke depan ia akan mulai mengembangkan produksi di Jakarta untuk menyasar peluang kerjasama dengan minimarket atau supermarket besar. Menurut Guntur, untuk produk yang sama, harga di minimarket dan supermarket mempunyai harga lebih baik.

Sayangnya, untuk memproduksi lebih banyak lagi, Guntur terhalang pasokan bahan baku. Mahalnya harga bahan baku membuatnya harus bersaing ketat dengan sesama produsen sf iek. Padahal menaikkan harga jual stick jelas bukan pilihan dengan situasi ketatnya persaingan seperti sekarang

Sumber : Harian Kontan