Halaman

Usaha Rumahan demi Raih Kesetaraan Gender


>>>Usaha Rumahan demi Raih Kesetaraan Gender

Semula upah dari industri rumahan tidak seberapa. Kini, industri itu mampu menciptakan lapangan kerja.
 
percikan bara jeramimengeluarkan bunyi gemeretak. Abu disertai asap putih beterbangan membubung ke atas atap pondok yang gentingnya sudah tidak lagi utuh dan hitam diselimuti jelaga.Dengan menggunakan alat menyerupai tongkat berpengait, para wanita paruh baya tampak terampil membolak-balik guci dari tanah liat yang tengah dipanaskan dengan bara jerami. Begitu pembakaran selesai, guci setengah jadi itu kemudian didinginkan, lalu dibaluri air asam untuk proses pewarnaan. Baru setelahnya, guci-guci itu pun siap dilempar ke pasaran.

Di Desa Banyumulek, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, yang terkenal sebagai sentra kerajinan gerabah. Nurul Aini, salah satu pembina kerajinan gerabah di desa itu berkisah. "Sekarang ada kurang lebih 3.600 perajin gerabah di desa itu. Produksi gerabah di sana juga telah mempunyai pasar tersendiri. Sebagian pesanan dikirim ke Bali, bahkan luar negeri," katanya. Awalnya, menurut istri Kepala Desa

Banyumulek itu, sebagian besar tenaga pembuatan gerabah didominasi wanita. Waktu itu, upah yang didapat sekadar untuk memenuhi kebutuhan keluarga. ndustri rumahan yang sehat dan maju memang tidak hanya dapat meningkatkan kesejahteraan ibu dan keluarga, tetapi jugamampu memperluas lapangan kerja.

Bahkan, pengembangan industri rumahan menjadi salah satu strategi pemerintah meraih pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) yang ketiga, yaitu mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dn Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar, di sela-sela kunjungan ke Desa Banyumulek, Selasa (14/6), mengatakan pengembangan industri rumahan bahkan memiliki beberapa poin lebih dalam pemberdayaan perempuan.

"Selain dapat meningkatkan ekonomi keluarga, kegiatan produktif itu tetap dapat dilakukan di rumah. Alhasil, kegiatan itu tidak mengganggu ibu-ibu menunaikan kewajiban rumah tangganya," tuturnya.Sayangnya, Linda menuturkan, kendati diakui memiliki potensi ekonomi yang besar, banyak pihak malas untuk melirikpemberdayaan ekonomi perempuan sehingga, sambung dia, perempuan kerap terpinggirkan dari akses bantuan dari pemerintah pusat, daerah, BUMN, dan swasta.

"Jarang sekali usaha perempuan dilibatkan dalam program pemberdayaan ekonomi. Sebagai contoh, dari 149.793 unit koperasi yang ada, baru sekitar 2,3% yang dikelola oleh perempuan. Hal itu tentu ironis jika mengingat sebagian besar UMKM dikelola oleh kaum hawa," pungkasnya.

Terkait itu, pengamat ekonomi Aviliani mengungkapkan, saat ini tingkat kepercayaan lembaga keuangan dalam memberikan akses pinjaman pada pengusaha perempuan memang masih rendah.aSektor perbankan umumnya, kata dia, masih terfokus pada pemberian akses kredit kepada kepala keluarga sebagai penerima manfaat. (S-8)cornel@mediaindonesia.com

Sumber: Media Indonesia
Cornelius Eko Susanto