Halaman

KOI cantik Siapa tak tertarik


>>>>>KOI cantik Siapa tak tertarik


USAHA pembudidayaan perikanan air tawar, terutama ikan hias, masih berpotensi untuk dikembangkan kembali di Provinsi Jawa Barat. Lingkungan alam untuk itu masih bisa dikatakan mendukung. Paling tidak, upaya pengembangan dan kebangkitan kembali usaha ikan hias diharapkan mampu membuka dan memperbanyak kembali peluang usaha di perdesaan.

Usaha pembudidayaan dan agrobisnis ikan hias, terutama jenis koi, kini tengah bangkit di Kabupaten Sukabumi. Kondisi itu, setidaknya, berlaku selama setahun terakhir. Di sana, budi daya ikan koi berjalan lewat upaya peningkatan kualitas indukan dan kesehatan ikan.

Sejak tujuh bulan terakhir, sejumlah pembudi daya ikan koi yang tergabung ke dalam Kelompok Usaha Pembudi Daya "Mizumi Koi Farm", Desa Sukamulya, Kecamatan Caringin tengah mencoba kembali membangkitkan pamor usaha komoditas tersebut. Bahkan, mereka sudah bersiap-siap kembali mengekspor ikan koi, dengan andalan kualitas kesehatan dan daya hidup lebih baik dibandingkan dengan masa-masa lalu.

Apalagi, usaha ikan koi pernah berjaya dan menjadi andalan masyarakat pada sejumlah kecamatan di Kabupaten Sukabumi pada tahun 1985-1995. Tak heran jika dulu kabupaten tersebut dikenal sebagai sentra ikan koi nasional. Namun, selepas tahun 1996, usaha pembudidayaan koi di Kab. Sukabumi "berguguran" lantaran populasi ikan cepat menyusut. Ikan koi yang dipelihara cepat mati akibat serangan virus herpes (koi herpes virus; KHV).

Usut punya usut, pangkal penyebab semua itu adalah cara pembudidayaan ikan koi yang umumnya masih secara tradisional. Apalagi, banyak pembudi daya yang mencampurkan ikan koi dengan nila. Padahal, keberhasilan pembudidayaan ikan koi sangat dipengaruhi oleh kualitas air sebagai salah satu penunjang kesehatan ikan.

BELAJAR dari pengalaman, para pembudi daya ikan koi di Desa Sukamulya kini menerapkan sistem pembudidayaan melalui kolam biosecure atau disebut pula kolam aman secara biologi. Teknisnya, pengusahaan kolam dilakukan dalam sistem tertutup secara monokultur (hanya satu komoditas yang dibudidayakan). Mereka pun memberikan perlakuan yang sangat ketat, mulai dari pasokan dan penyaluran air hingga teknis perawatan ikan.

Dengan cara tersebut, ikan koi yang dibudidayakan menjadi relatif aman dari serangan virus herpes. Alhasil, ikan terhindar dari kematian mendadak, lebih cepat berkembang biak, ukuran lebih besar, dan warna yang lebih bagus. Tak dinyana, pesanan segera datang dari sebuah perusahaan pengekspor. Pada bulan Agustus-September 2011 mendatang, kelompok tersebut sudah harus memenuhi volume pesanan tak kurang dari dua ribu ekor ikan koi berukuran panjang sepuluh sentimeter.

Menurut Ketua Mizumi Koi Farm, H. Asep Syamsul, melalui sistem kolam biosecure, sepuluh pembudi daya ikan koi yang tergabung dalam kelompoknya, dari indukan awal yang hanya delapan belas ekor berhasil mendongkrak populasi hingga di atas dua ribu ekor. Tingkat kesehatan dan daya tahan hidup ikan yang mereka budi dayakan pun jauh lebih baik. Jumlah populasi ikan yang hidup sehat diketahui menjadi salah satu penentu keberhasilan usaha pembudidayaan ikan air tawar, termasuk koi, apalagi diimbangi hargajual memadai. Disebutkan, walaupun secara total terdapat enam belas jenis, ikan koi yang dikembangkan kelompoknya adalah jenis kanshoku (berwarna hitam dengan pola warna merah dan putih), kohaku (warna putih dengan pola merah), shanke(warna putih dengan pola warna merah dan hitam, atau kuning), dan shiro (warna putih pola hitam). Dari para pembudi daya saat ini ikan-ikan tersebut dihargai minimal Rp 20.000 per ekor untuk ukuran sepuluh sentimeter.

Asep mengatakan, kebangkitan usaha ikan koi di Desa Sukamulya sebenarnya tak terlepas dari bantuan teknis, peralatan, dan benih (dalam pengembangan kolam biosecure) dari PT Bio Farma melalui program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL). Bantuan yang diperoleh, misalnya pipa-pipa penyalur air, pasokan air bersih, delapan belas ekor indukan koi shansoku yang didatangkan langsung dari Jepang, bimbingan teknis pembudidayaan, cara pemeliharaan kesehatan, dan sebagainya.

"Solusi kunci yang kami peroleh agar pembudidayaan ikan koi jauh lebih baik adalah kualitas biosecure sejak awal pembudidayaan. Selain itu, pola perkawinan antarjenis harus dikawal dengan baik sehingga menghasilkan keturunan-ketu-runan yang memiliki daya hidup dan tampilan fisik sangat menarik," ujarnya.

Sementara itu. Kepala Humas Bio Farma, N. Nurlela, mengatakan bahwa pengembangan kembali pembudidayaan ikan koi di Kabupaten Sukabumi dilatari oleh kenyataan bahwa wilayah itu merupakan daerah tertinggal urutan kedua di Jawa Barat Meskipun demikian, sebenarnya Kabupaten Sukabumi memiliki unggulan potensi agrobisnis ikan koi. Dengan berkembangnya kembali bisnis itu, diharapkan roda perekonomian masyarakat setempat, terutama di perdesaan, bisa kembali bergerak. Rantai bisnisnya akan sampai ke perkotaan.

Uniknya, menurut dia, proses pengem-bangbiakan ikan koi di Kabupaten Sukabumi menggunakan teknik yang biasa digunakan Biofarma dalam memproduksi vaksin, yakni biosecure. Teknik itu berhasil optimal. Peningkatan kualitas kesehatan temyata mampu mendongkrak populasi ikan koi. 

"Dalam teknik biosecure, penggunaan peralatan pengembangbiakan ikan dalam satu kolam, tak boleh digunakan untuk kolam yang lain. Dalam memijahkan ikan, dipilih indukan yang tak memiliki ikatan saudara atau keturunan satu sama lain. Hal itu dimaksudkan untuk menghindari keturunan ikan koi yang cacat dan lambat pertumbuhannya. Apalagi, targetnya, usaha pembudidayaan ikan koi itu dapat menembus pasar ekspor," ujarnya

Sumber : Pikiran rakyat
Kodar Solihat