>>>>Bangun Bisnis Sepatu Berawal dari Mulut ke Mulut
Memperkenalkan produk dan membangun bisnis tidak melulu dengan cara-cara modern. Tapi, cara-cara konvensional, seperti dari mulut ke mulut dan mengikuti pameran, juga bisa mempromosikan produk ke masyarakat. Seperti bisnis kerajinan sepatu yang dikembangkan oleh Lianna Gunawan.
PENGUSAHA sepatu, Lianna Gunawan, tidak menyangka sama sekali. Pemasaran sepatu yang berawal dari mulut ke mulut bisa menjadi usaha yang mapan. Ia memasarkan sepatunya itu ke saudara dan teman-teman.
Demi memperluas pasar, ia mengandalkan jejaring dunia maya, seperti Facebook, Twitter, dan BlackBerry Messenger, untuk mempromosikan scpatu-sepahi buatannya. Pasar alas kakinya semakin terbuka luas. Agar semakin dikenal masyarakat, ia juga mengikuti berbagai pameran hasil kerajinan dan wirausaha.
Menurut perempuan kelahiran Semarang itu, ia membuat sepatu berdasarkan pengalaman sebagai seorang perempuan yang gemar memakai sepatu bagus. Sejak remaja, ia telah memiliki hobi mengoleksi ratusan sepatu. Dari situlah saya membuat sepatu yang modis tapi juga nyaman dan enak dipakai, ujar Lianna Gunawan kepada Berita Kota, beberapa waktu lalu.
Sebulan yang lalu. Lianna Gunawan, mengikuti pameran Inacraft 2011 di Jakarta Convention Center, Senayan,Jakarta Pusat. Di tempat itu, untuk pertama kalinya, ia mengikuti pameran kerajinan terbesar di Asia Tenggara. Kepersertaannya di pameran itu tanpa biaya alias gratis dan mendapat fasilitas dari Kementerian Perdagangan. Ia pun mengeruk keuntungan yang memenuhi kantongnya. Ini pameran pertama kami di Inacraftsekaligus kesempatan untuk launching merek sepatu kami, yakni La Spina. Kami tidak menyangka mendapat sambutan luar biasa. Hampir semua produk yang dipersiapkan untuk Inacraft 2011 ludes dibeli pengunjung," ujar Lianna Gunawan.
Saat itu, ia ditemui Berita Kota di sebuah mal di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Perempuan itu menyatakan, dalam pameran lima hari itu, dia berhasil menjual lebih dari 200 pasang sepatu wanita.
Pembeli lokal maupun asing, katanya, tertarik dengan produk sepatu yang terbilang unik itu. Kalau biasanya batik digunakan untuk membuat baju, tapi di tangan Lianna batik Garut diaplikasikan untuk membuat aneka sepatu wanita.
Modal Rp I juta
Sebelum menjadi pengusaha, Lianna bekerja sebagai seorang ibu rumah tangga. Ia perempuan yang senang memakai sepatu cantik yang nyaman dan trendi. Tapi, ia juga ingin membangun bisnis berdasarkan hobinya mengoleksi sepatu.
Ia pun membangun usaha kerajinan sepatu wanita sekitar dua tahun. Usahanya itu dimulai pada November 2009 dengan modal hanya Rp 1 juta. Istri Hendra ini hanya membuat sepatu bila ada pesanan saja. Awalnya, pemesannya terbatas pada teman-teman dan saudaranya. Desain sepatu juga dibuat oleh Lianna. Lalu, ia menyerahkan pembuatan sepatunya diserahkan ke perajin.
Saat ini, untuk pemasaran produknya, Lianna memanfaatkan internet. Pasarnya, ia belum memiliki toko untuk menjajakan sepatunya. "Dari dulu, modal saya laptop. Tapi, sebelum bisnis, saya sudah punya laptop. Jadi, ini benar-benar usaha yang low investment, investasi rendah sehingga semua ibu-ibu rumah tangga bisa melakukan," ujar Lianna, sarjana marketing lulusan The University New South Wales (UNSW), Sydney, Australia.
Hanya dalam hitungan bulan, nama Lianna sebagai penjual sepatu sudah dikenal luas. Kesempatan itu dimanfaatkan untuk membangun kepercayaan konsumen dan membangun merek. "Di situ saya merasakan betapa besarnya kekuatan jejaring sosial. Terus terang, saya besar dari
Facebook, kata Lianna.
Kini, pembeli sepatu tidak terbatas dari keluarga dan teman dekat. Pembelinya sudah mencapai berbagai pelosok Indonesia, Riau, sejumlah daerah di Kalimantan hingga Papua.
Meski demikian, memasarkan sepatu lewat Facebook juga memiliki risiko, tan-ra lain produk sepatunya dengan mudah ditiru orang lain. Maka, untuk sementara ini, khusus untuk produk sepatu berbahan batik Garut, belum ia pasarkan melalui Facebook. "Produk (sepatu batik Garut) itu, sengaja saya hold, tidak dimasukkan ke Facebook. Pasalnya, sepatu bermotif batik Garut betul-betul disiapkan untuk ditampilkan dalam Inacraft 2011," ucapnya.
Lianna menyadari dia tidak bisa menghambat perkembangan teknologi digital. Untuk mengatasi pcniruan produk, dia menetapkan sejumlah strategi, antara lain dengan membuat web sendiri agar pelanggannya bisa berbelanja secara online.
"Saya juga dituntut untuk lebih kreatif dan agresif dalam mengembangkan produk-produk baru agar peniru tidak bisa mengejar kecepatan kita. Kalau pun dia meniru, maka barang yang ditirunya sudah ketinggalan model alias basi," ujar Lianna menyebut salah satu kiatnya mengatasi persaingan tidak sehat itu.
Setelah sukses memasarkan sepatusecara online, karena tuntutan konsumen, Lianna mulai melirik memasarkan produk-produknya secara offline. "Di sini kamu mulai tertarik ikut bazar-bazar," ucap Lianna yang suaminya juga seorang pengusaha di bidang produksi makanan. Seperti mengikuti pameran hasil kerajinan di Inacraft 2011.
Setelah sukses di pameran kerajinan Inacraft 2011, Lianna Gunawan ketagihan mengikuti berbagai pameran. Misalnya, ia mengikuti pameran Gelar Sepatu Kulit dan Fashion di Jakarta Convention Center, pada akhir April lalu. Harga jual yang dipatok untuk produk sepatunya berkisar Rp 225.000-Rp 295.000 per pasang.
Di masa depan, Lianna akan tetap mengangkat motif Indonesia dalam setiap produk sepatu yang dibuatnya. Misalnya, dalam waktu dekat ini, ia akan memakai barik Sulawesi dalam setiap rancangan sepatunya. Ia optimis, produk yang menggali budaya Indonesia akan disukai konsumen, he
Memperkenalkan produk dan membangun bisnis tidak melulu dengan cara-cara modern. Tapi, cara-cara konvensional, seperti dari mulut ke mulut dan mengikuti pameran, juga bisa mempromosikan produk ke masyarakat. Seperti bisnis kerajinan sepatu yang dikembangkan oleh Lianna Gunawan.
PENGUSAHA sepatu, Lianna Gunawan, tidak menyangka sama sekali. Pemasaran sepatu yang berawal dari mulut ke mulut bisa menjadi usaha yang mapan. Ia memasarkan sepatunya itu ke saudara dan teman-teman.
Demi memperluas pasar, ia mengandalkan jejaring dunia maya, seperti Facebook, Twitter, dan BlackBerry Messenger, untuk mempromosikan scpatu-sepahi buatannya. Pasar alas kakinya semakin terbuka luas. Agar semakin dikenal masyarakat, ia juga mengikuti berbagai pameran hasil kerajinan dan wirausaha.
Menurut perempuan kelahiran Semarang itu, ia membuat sepatu berdasarkan pengalaman sebagai seorang perempuan yang gemar memakai sepatu bagus. Sejak remaja, ia telah memiliki hobi mengoleksi ratusan sepatu. Dari situlah saya membuat sepatu yang modis tapi juga nyaman dan enak dipakai, ujar Lianna Gunawan kepada Berita Kota, beberapa waktu lalu.
Sebulan yang lalu. Lianna Gunawan, mengikuti pameran Inacraft 2011 di Jakarta Convention Center, Senayan,Jakarta Pusat. Di tempat itu, untuk pertama kalinya, ia mengikuti pameran kerajinan terbesar di Asia Tenggara. Kepersertaannya di pameran itu tanpa biaya alias gratis dan mendapat fasilitas dari Kementerian Perdagangan. Ia pun mengeruk keuntungan yang memenuhi kantongnya. Ini pameran pertama kami di Inacraftsekaligus kesempatan untuk launching merek sepatu kami, yakni La Spina. Kami tidak menyangka mendapat sambutan luar biasa. Hampir semua produk yang dipersiapkan untuk Inacraft 2011 ludes dibeli pengunjung," ujar Lianna Gunawan.
Saat itu, ia ditemui Berita Kota di sebuah mal di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Perempuan itu menyatakan, dalam pameran lima hari itu, dia berhasil menjual lebih dari 200 pasang sepatu wanita.
Pembeli lokal maupun asing, katanya, tertarik dengan produk sepatu yang terbilang unik itu. Kalau biasanya batik digunakan untuk membuat baju, tapi di tangan Lianna batik Garut diaplikasikan untuk membuat aneka sepatu wanita.
Modal Rp I juta
Sebelum menjadi pengusaha, Lianna bekerja sebagai seorang ibu rumah tangga. Ia perempuan yang senang memakai sepatu cantik yang nyaman dan trendi. Tapi, ia juga ingin membangun bisnis berdasarkan hobinya mengoleksi sepatu.
Ia pun membangun usaha kerajinan sepatu wanita sekitar dua tahun. Usahanya itu dimulai pada November 2009 dengan modal hanya Rp 1 juta. Istri Hendra ini hanya membuat sepatu bila ada pesanan saja. Awalnya, pemesannya terbatas pada teman-teman dan saudaranya. Desain sepatu juga dibuat oleh Lianna. Lalu, ia menyerahkan pembuatan sepatunya diserahkan ke perajin.
Saat ini, untuk pemasaran produknya, Lianna memanfaatkan internet. Pasarnya, ia belum memiliki toko untuk menjajakan sepatunya. "Dari dulu, modal saya laptop. Tapi, sebelum bisnis, saya sudah punya laptop. Jadi, ini benar-benar usaha yang low investment, investasi rendah sehingga semua ibu-ibu rumah tangga bisa melakukan," ujar Lianna, sarjana marketing lulusan The University New South Wales (UNSW), Sydney, Australia.
Hanya dalam hitungan bulan, nama Lianna sebagai penjual sepatu sudah dikenal luas. Kesempatan itu dimanfaatkan untuk membangun kepercayaan konsumen dan membangun merek. "Di situ saya merasakan betapa besarnya kekuatan jejaring sosial. Terus terang, saya besar dari
Facebook, kata Lianna.
Kini, pembeli sepatu tidak terbatas dari keluarga dan teman dekat. Pembelinya sudah mencapai berbagai pelosok Indonesia, Riau, sejumlah daerah di Kalimantan hingga Papua.
Meski demikian, memasarkan sepatu lewat Facebook juga memiliki risiko, tan-ra lain produk sepatunya dengan mudah ditiru orang lain. Maka, untuk sementara ini, khusus untuk produk sepatu berbahan batik Garut, belum ia pasarkan melalui Facebook. "Produk (sepatu batik Garut) itu, sengaja saya hold, tidak dimasukkan ke Facebook. Pasalnya, sepatu bermotif batik Garut betul-betul disiapkan untuk ditampilkan dalam Inacraft 2011," ucapnya.
Lianna menyadari dia tidak bisa menghambat perkembangan teknologi digital. Untuk mengatasi pcniruan produk, dia menetapkan sejumlah strategi, antara lain dengan membuat web sendiri agar pelanggannya bisa berbelanja secara online.
"Saya juga dituntut untuk lebih kreatif dan agresif dalam mengembangkan produk-produk baru agar peniru tidak bisa mengejar kecepatan kita. Kalau pun dia meniru, maka barang yang ditirunya sudah ketinggalan model alias basi," ujar Lianna menyebut salah satu kiatnya mengatasi persaingan tidak sehat itu.
Setelah sukses memasarkan sepatusecara online, karena tuntutan konsumen, Lianna mulai melirik memasarkan produk-produknya secara offline. "Di sini kamu mulai tertarik ikut bazar-bazar," ucap Lianna yang suaminya juga seorang pengusaha di bidang produksi makanan. Seperti mengikuti pameran hasil kerajinan di Inacraft 2011.
Setelah sukses di pameran kerajinan Inacraft 2011, Lianna Gunawan ketagihan mengikuti berbagai pameran. Misalnya, ia mengikuti pameran Gelar Sepatu Kulit dan Fashion di Jakarta Convention Center, pada akhir April lalu. Harga jual yang dipatok untuk produk sepatunya berkisar Rp 225.000-Rp 295.000 per pasang.
Di masa depan, Lianna akan tetap mengangkat motif Indonesia dalam setiap produk sepatu yang dibuatnya. Misalnya, dalam waktu dekat ini, ia akan memakai barik Sulawesi dalam setiap rancangan sepatunya. Ia optimis, produk yang menggali budaya Indonesia akan disukai konsumen, he
Sumber: Berita kota