Halaman

Enterpreneur Muda

Tak perlu modal besar, tak perlu kantor mewah. Yang dibutuhkan adalah kejelian melihat peluang bisnis, berinovasi tanpa henti, dan kemauan membangun bisnisnya. Itulah kunci menjadi webpreneur atau usahawan di bidang digital.

Di Indonesia, webpreneur mulai tumbuh subur. Umumnya mereka adalah anak muda yang memiliki konsep original dan unik yang tak terpikirkan oleh kebanyakan orang. Bidang yang mereka geluti sangat beragam. Aria Rajasa Masna, 27 tahun, salah satunya. Bersama rekannya, Anang Pradipta dan Setyagus Sucipto, mereka mencoba mencemplung di bisnis dunia maya dengan membangun situs gantibaju. com, yang khusus menjual kaus untuk anak muda.

Awalnya tak mudah. Tapi, berkat usaha keras dan inovasi tanpa henti, Aria berha-sil membangun bisnis gantibaju.com selama 1,5 tahun menjadi salah satu e-commerce sukses saat ini. Omzetnya hingga ratusan juta rupiah per bulan. Yang unik, sistem yang mereka gunakan adalah crowdsource, yakni seluruh desain berasal dari pengunjung situs tersebut Desain yang paling banyak dipilih kemudian mereka cetak dan jual.

Potensi dan keunikan itulah yang membuat Juri SparxUp Award 2010 menobatkan Aria sebagai webpreneur paling menjanjikan. Ia mengalahkan 345 peserta lain dalam acara yang berlangsung di lantai F3 FX Xter itu Sabtu pekan lalu. Kompetisi yang digagas Rama Mamuaya, Co-Founder DailySocial.net, ini memang bertujuan mendorong anak-anak muda memulai usaha sendiri dengan memanfaatkan teknologi sebagai medianya. Dan yang terpenting, modal tak terla-lu besar.

Menurut Committee Chairman SparxUp Award, Herman Kwok, untuk melangkah menjadi webpreneur, tak perlu modal banyak. "Dari peserta yang terdaftar, banyak yang bermodal kurang dari Rp 10 juta," ujar Herman. Bahkan kartumu.com, yang dikembangkan anak-anak muda lulusan Institut Pertanian Bogor, hanya bermodal semangat. "Kami kumpul, punya ide sejalan, lalu beli domain dan hosting. Modalnya kurang dari Rp ljuta, ujar Hadikusuma Wahab, salah satu pendiri situs ini.

Nukman Luthfie, Online Strategist Virtual Consulting, mengatakan, dalam dua tahun terakhir, entrepreneur digital terus bermunculan. "Acara ini ibaratnya membuka kotak pandora," kata Nukman kepada /Tempo, Selasa lalu. Nukman menambahkan bahwa bisnisonline sudah lama ada di Indonesia. Mereka umumnya bermodal besar. Namun bisnis itu rontok pada 1998 akibat krisis ekonomi. Lima tahun lalu, bisnis ini kembali bergeliat.

Lalu, gelombang sosial media menerpa Indonesia. Pendekatan bisnis online pun jauh berbeda dari sebelumnya. Mereka lebih banyak memanfaatkan komunitas sosial sebagai basis bisnis. Merambah pasar dunia maya dengan inovasi dan ide segar saja terkadang tak cukup. Diperlukan pelajaran dari sebuah kegagalan. Karena itu, Nukman menyarankan agar tidak terlalu memikirkan nilai bisnis dan uang yang bakal mengalir. Dia mencontohkan, Facebook, Twitter, Kaskus, atau Koprol awalnya pun seperti itu. "Yang penting inovasi dulu. Soal bisnis, nanti akan ikut dengan sendirinya," ucap Nukman. D dian yuuashjh

info pasar lukisan dan industri kreatif.http://artkreatif.net/