Halaman

Budi daya tiram berbuah Lilimit romantis klasik

I say love with flower diubah oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jera Wacik.
"Say love with pearl," kata Jero Wacik belum lama ini pada acara peresmian panen mutiara secara simbolis dan sekaligus peresmian Lombok Sumbawa Pear Festival 2010 dan Indonesia MICE Corporate navel-Mart 2010 di Lombok.

Indonesia memiliki kekayaan yang luar biasa akan mutiara. Potensi budi daya mutiara tersebar luas .mi.iu lain di Lombok, Maluku, Ternate, dan Papua. Bahkan, katanya, hasil budi daya produk mutiara Indonesia telah diekspor ke AS, Jepang, Swiss, dan Italia.

Sementara itu, Gubernur Nusa Tenggara Barat M. Annul Majdi, mengatakan daerahnya mempunyai berbagai produk unggulan yang dapat dikembangkan. Salah satunya adalah mutiara yang sudah terkenal sejak-1985. Saat ini, katanya, di NTB terdapat 36 perusahaan budi daya mutiara, empat di antaranya PMA dan selebihnya PMDN, nonfasilitas, dan perseorangan. "Produksi mutiara berkisar antara 650 dan 800 kg per tahun, sebagian besar dieskpor ke Jepang," kata Zainul.

Pada saat krisis, katanya, diperkirakan nilai produksinya mencapai sekitar Rp65 miliar-Rp80miliar per tahun.
Secara umum di kawasan NTB terdapat dua jenis tiram yang dibudi dayakan untuk menghasilkan mutiara. Jenis pertama adalah pinctada maxima yang menghasilkanmutiara yang bulat dan bisa juga setengah bulat tergantung nuckleus (inti mutiara) yang dimasukkan. Jenis lainnya yaitu pteria penguinensis (mabe) hanya menghasilkan mutiara yang setengah bulat.

Kedua jenis tiram itu berbeda cara budidayanya. Tiram maxima, kata Ketua Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (Asbumi) yang juga pengusaha mutiara Bambang Setiawan memerlukan cara budi daya yang lebih rumit biladibandingkan dengan budi daya tirani jenis mabe.

Satu tiram maxima hanya dapat menghasilkan satu mutiara, sedangkan tiram jenis mabe bisa menghasilkan dua atau tiga mutiara. Harga mutiara yang bulat atau setengah bulat yang dihasilkan oleh kerang maxima jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga mutiara hasil mabe, karena cara budi dayanya yang rumit dan lama.

Mulai dari pembiakan, pembesaran spat, operasi {inserting), pemeliharaan setelah operasi ( selama 20-36 bulan) dan panen bisa mencapai 37-72 bulan. "Bahkan setiap bulan selama pemeliaraan kerang dibersihkan dari kotoran yang menempel, untuk memperlancar makanannya, karena jumlah makanan yang masuk akan memengaruhi ketebalan lapisan mutiara," kata Bambang.

Biasanya, tambah Bambang, dari seluruh kerang yang dipanen hanya sekitar 70% yang berisi mutiara. Menurut dia, dari hasil panen itu sekitar 70% memenuhi standar internasional. Bagi anggota Asbumi, katanya, hasil panennya dijual dalam bentuk lot loss pearl (mutiara tidak diikat dalam bentuk perhiasan),atau dijual secara lot (kantung). Grading mutiara itu ditentukan oleh warna, bentuk, kemilau, ukuran, cacat, dan ketebalan lapisan mutiara. Adapun produk akhir berupa perhiasan diproduksi oleh industri perhiasan.

Sementara itu, untuk budi daya tiram pteria penguinensis (mabe) lebih mudah dan tidak perlu dipersihkan setiap bulan bila dibandingkan dengan mutiara maxima. Perajin perhiasan mabe Berbeda dengan Anita Handayani. 42, pemilik Lombok Artistic Mother Pearl Shell, sebagai salah seorang perajin mutiara mabe. "Saya hanya khusus untuk mengolah mutiara mabe," ungkap Anita yang ditemui di Lombok.

Anita bersama suaminya Efdalius Ruswandi, 53, bergandeng tangan untuk membuat produk kerajinan mutiara mabe dan memasarkannya. Mereka memulai usaha tersebut sejak hijrah dari Jakarta pada 2001. Efdalius awalnya sebagai seniman yang bekerja di IKJ. Setelah itu, dia bekerja selama 10 tahun di salah satu perusahaan budi daya mutiara yang hasilnya diekspor ke Jepang. Dari pengalaman tersebut, pria yang dibesarkan di Bogor itu memutuskan untuk mandiri untuk mengembangkan kerajinan mutiara mabe di Lombok yang waktu itu belum banyak digarap orang.

Dari pengalaman selama bekerja di perusahaan budi daya mutiara, Efdalius juga mengembangkan nuckleus (inti mutiara) untuk mabe yang selama ini impor dari Jepang dengan harga yang mahal. Nuckleus hasil penentuannya itu dijual lebih murah dibandingkan dengan produk impor. Pemda setempat memberikan penghargaan atas penemuan Efdaliusitu pada 2005. Selain menjual nuckleus untuk mabe, dia juga membeli hasil panennya dan diolah menjadi produk kerajinan. Dari mutiara mabe (setengah lingkaran) itu dibuatnya perhiasan berupa kalung, peniti, bros, gelang, anting, dan cincin.

Terdapat berbagai variasi desain yang ditampilkannya. Ada pula perhiasan itu dilengkapi dengan mutiara maxima yang bentuk bulat dengan berbagai warna seperti biru keabu-abuan", atau gold, sehingga dapat meningkatkan nilai keindahan perhiasan itu. Lalu kulit kerang itu diolahnya menjadi produk pajangan, atau tempat sabun. Bahkan kulit tiram itu dijadikan sebagai cenderamata bagi tamu pemerintah setempat.

Produk kerajinan itu tidak hanya dipasarkan di Lombok, juga ke Bali untuk diekspor ke berbagai negara seperti ke Australia dan AS. Menurut Anita, pembeli asing ada yang langsung datang ke . Produknya dijual antara Rp50.000 dan Rp2 juta per satuan.