Hanya berdagang! Itulah yang tertanam di pikiran Mile ketika dia ingin mencari nafkah. Kebutuhan hidup yang sudah semakin menggunung harus tetap dipenuhi. Dia adalah kepala keluarga dari seorang istri dan dua anak, masing-masing duduk di bangku SMP dan SD. Mile yang hanya lulusan SMP tidak yakin bisa bekerja kantoran.
Maka sejak awal dia sudah meniatkan diri hidup dari berdagang. Bermacam-macam barang sudah pernah dia dagangkan dan ternyata sampai hari ini masih menjadi sumber nafkahnya. Namun untuk masa depan anak-anak-nya, dia harus melakukan sesuatu yang menghasilkan lebih.
"Terakhir saya dagang bakso keliling. Hardja semangkok bergantung yang beli, ada yang beli Rp 2000, terkadang Rp 3000. Saya layani saja daripada tidak laku," tuturnya. Di Kota Makassar, makanan yang sangat digemari dan dihargai mahal adalah Coto Makassar. Namun, ada semacam peraturan tidak tertulis di sini, bahwa kalau ingin berdagang Coto, harus di warung tenda. Mile tidak bisa berbuat banyak dengan "undang-undang lokal" ini. Baginya, berjualan di warung tenda adalah sesuatu yang tidak terjangkau.
Beruntung, secara tidak sengaja dia bertemu dengan temannya yang berprofesi sebagai perajin gerobak yang sedang dipesan oleh DD Sulsel. DD Sulsel saat itu baru saja meluncurkan Program Coto Keliling. Coto yang biasanya dijual di warung tenda, akan berkeliling "menjemput bola". Pembuat coto-nya pun adalah peracik-peracik coto yang cukup dikenal di Makassar yang sudah dibina dan bekerja sama dengan DD Sulsel.
Singkat cerita, Mile pun akhirnya diterima menjadi salah satu "anak binaan" Program Coto Keliling. Kewajibannya adalah berkeliling menjajakan Coto Makassar yang sudah diracik komplet oleh grup peracik dengan harga Rp 8000 per porsi yang merupakan harga standar coto. Mile tidak perlu berpikir macam-macam. Semua yang akan dijual sudah tersedia, dan untuk dirinya, ada bagian Rp 1500 untuk setiap porsi yang berhasildia jual.
"Harga coto dari peracik Rp 5500. Coto dijual Rp 8000 per porsi dan saya mendapat Rp 1500, sisanya untuk modal ketupat dan gas. Kalau gerobaknya gratis dari DD Sulsel," katanya berseri-seri. Mile mengaku senang dengan ini semua, dan optimis bisa menjual banyak. Dia selaku penjual tidak perlu pusing mempersiapkan racikan, dan peracik tidak harus lelah-lelah menjual.
"Saya sanggup berjualan mulai jam 6 pagi sampai malam. Saya sudah biasa, dulu waktu jualan bakso, berjalan kaki 5-10 kilometer dari pagi sampai malam juga," tuturnya bertekad. Mile tidak bercita-cita terlalu tinggi. Baginya sudah cukup bisa memberikan nafkah yang baik untuk istri dan anaknya yang menunggu di rumah. akhsin/ADV