Halaman

Banyak Pesaing, Makin Sepi Pembeli

Tak pertu jauh-jauh ke Senen, kini, sentra onderdil mobil bisa ditemui di berbagai tempat di sekitar Jakarta. Dampaknya, pusat onderdil mobil Proyek Senen Blok V kehilangan banyak pengunjung. Sayangnya, para pedagang tak bisa menawarkan harga yang lebih rendah. Mereka terikat daftar harga resmi dari distributor.

IDEALNYA, semua pedagang menutup kenaikan biaya operasional toko mereka dengan meningkatkan harga jual produknya. Dengan cara ini, omzet yang mereka dapatkan bisa menutup biaya operasional serta menyisakan keuntungan lumayan. Cuma, gerak mereka menjadi terbatas bila volume transaksi minim. Jika nekad menaikkan harga, keuntungan yang diharapkan malah bisa melayang. Kalau sudah begini, pedagang tentu hanya bisa berharap transaksi harian bisa menutup berbagai biaya berdagang.

Itu pula yang dialami para penjual onderdil di Proyek Senen. Dengan volume transaksi yang minim, mereka tak bisa mengerek hargajual onderdil terlalu tinggi. Apalagi, mereka terikat oleh daftar hargaresmi yang dikeluarkan oleh para distributor onderdil. Dalam kondisi terjepit seperti ini, mereka hanya bisa pasrah terlibas oleh sentra onderdil yang terus bermunculan di Jakarta.

Bila dulu konsumen rela pergi ke Senen demi onderdil murah, kini mereka bisa mendapatkan barang dengan harga yang sama di sentra onderdil lain. Pesaing terkuat sekarang bahkan tak jauh dari proyek Senen, yakni di Pusat Onderdil Plaza Atrium. Ahyen, pemilik Niko Motor, melihat, saat irti, terlalu banyak jumlah penjual onderdil mobil di Jakarta. "Lebih banyak supplier dibanding dengan pembelinya," keluhnya.

Kemacetan Jakarta juga mengurangi penggunaan mobil. "Semakin jarang mobil dipakai, semakin jarang pula peanggantian suku cadang," kata Ahyen. Padahal, barang-barang/asf moving, seperti kampas rem dan kaki-kaki,biasanya yang paling banyak dicari di tokonya

Doni, pemilik toko aksesori dan variasi Citra Motor, juga berpendapat, makin banyaknya pemakaian sepeda motor juga menurunkan permintaan produk variasi mobil. "Yang untung adalah penjual variasi motor," tuturnya. Dalam seminggu, Doni mengaku hanya bisa bertransaksi dua sampai tiga kali. Sekali transaksi memang nilainya Rp 2 juta hingga Rp 3 juta, namun bila diambil hitungan rata-rata per bulan, jatuhnya hanya impas. Suku cadang variasi yang paling sering dicari di toko Citra Motor adalah footstep.

Berbeda dengan dua toko itu, nasib Wijaya Motor lebih beruntung. Toko yang bersalin nama dari Berkat Motor ini merupakan sub-supplier suku cadang Toyota. Toko seluas tujuh kios tersebut menyediakan berbagai suku cadang hampir semua mobil Toyota "Yangtak ada hanya suku cadang untuk mobil built-up," kata Hendi Supriatno, putra pemilik toko yang sekaligus pengelola Wijaya Motor. Seperti yang lain, toko yang berdiri sejak 1980-an ini pernah mengalami masa kejayaan saat Proyek Senen masih menjadi pusat onderdil. Bahkan, omzetnya bisa mencapai Rp 700 juta sebulan.

Seiring meletusnya krisis moneter, pendapatan mereka menurun. Omzet mereka kini hanya Rp 500 juta per bulan. Toko-toko di sekitar kerap mencari barang di Wijaya Motor. Tapi, Hendi mengaku tak bisa berharap meraup laba besar. "Untungnya kecil sekali. Suku cadang asli Astra untungnya tak sampai 1% dari harga jual,* kata Hendi. Tak heran. Wijaya Motor tak terlalu mengharapkan margin laba. Tapi, jika omzet tinggi, mereka mendapatkan insentif dari para distributor.