" Status YM ""
ukm indonesia sukses

Potensi Nanas Belum Digarap Maksimal


 Liburan Bersama Keluarga Disini Tempatnya

04/01/2012
Potensi Nanas Belum Digarap Maksimal


JAKARTA. Indonesia belum menggarap maksimal potensi pasar nanas dunia. Padahal sampai sekarang permintaan buah nanas di pasar dunia masih terbuka lebar. Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Hasanuddin Ibrahim, mengatakan, saat ini Indonesia menempati posisi sebagai eksportir nanas terbesar di dunia Rata-rata ekspor nanas dari Indonesia mencapai 200.000 ton per tahun.

Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), volume ekspor nanas, baik segar maupun kalengan pada Januari hingga Oktober 2011 mencapai 161.386 ton senilai US$ 173,89 juta, naik 29,48% ketimbang periode sama tahun 2010.

Kepala Pusat Kajian Buah Tropis Institut Pertanian Bogor (IPB), Sobir, menjelaskan, permintaan nanas di pasar dunia menempati urutan ke tiga untuk jenis buah tropis. Tiap tahun permintaan rata-rata buah nanas mencapai 5 juta ton. "Dengan lahan yang luas, Indonesia berpotensi mengisi pasar nanas dunia jauh lebih besar ketimbang kemampuan sekarang," kata dia, Selasa (3/1).

Saat ini dari total produksi nanas Indonesia yang mencapai 1,5 juta ton pada tahun 2011, sebanyak 90% adalah nanas jenis queen, sedangkan sisanya atau hanya 10% berjenis smooth cayenne.

Menurut Sobir, pasar dunia lebih banyak membutuhkan nanas jenis smooth cayenne. Ukuran buah nanas ini lebih besar ketimbang queen dan tidak menimbulkan efek gatal saat dikonsumsi. Sayang, ketersediaan benih nanas smoot cayenne di Indonesia masih terbatas, sehingga produksinya pun masih minim.

Kurangnya bibit jenis ini akibat proses pembibitan nanas smooth cayenne lebih susah dan lama. Dalam dua tahun waktu hidup nanas, pohon smooth cayenne hanya bisa menghasilkan dua tunas baru. Padahal nanas queen bisa menghasilkan 20 tunas.

Penggunaan teknologi kultur jaringan sebenarnya dapat memacu peningkatan produksi bibit smooth cayenne. Dengan teknologi ini jumlah bibit yang dihasilkan lebih banyak dan Iebih cepat. Persoalannya, kata Sobir, penggunaan teknologi kultur jaringan menyebabkan biaya produksi bibit pohon nanas

Iebih mahal. Sebagai gambaran, cara alami membutuhkan biaya Rp 200 per bibit, sementara biaya produksi bibit lewat kultur jaringan menghabiskan Rp 2.000 hingga Rp 3.000 per bibit "Namun sebenarnya hanya mahal di awal karena satu bibit ini bisa digunakan berkali-kali," katanya Sobir berharap pemerintah bersedia menyuntikkan modal untuk peningkatan bibit smooth cayenne. Sebab, dari segi ketersediaan lahan dan kemampuan petani sudah mumpuni dalam pengembangan nanas.

Dia mencontohkan, salah satu eksportir produk olahan nanas berada di Lampung. Dangan luas lahan mencapai 30.000 hektare, perusahaan ini bisa mengekspor buah nanas olahan rata-rata 500.000 ton nanas setiap tahun.

Hitungan Sobir, pengembangan industri nanas membutuhkan lahan minimal 1.000 hektare. Tiap 1 hektare lahan membutuhkan 40.000 bibit. "Total kebutuhan investasi pengembangan nanas sekitar Rp 120 miliar," kata dia


Sumber: Harian Kontan
Bernadette Christina Munthe


Berbekal Kemampuan Desain Batik, Kini Menjadi Pengusaha

04/01/2012
Berbekal Kemampuan Desain Batik, Kini Menjadi Pengusaha
Profil Hamzah Sulaiman



Sukses yang diraih Hamzah Sulaiman tidak datang begitu saja. Berbekal kemampuan mendesain batik, ia nekat menyulap toko kelontong warisan bapaknya menjadi toko batik. Berulangkali jatuh bangun, ia sukses membesarkan Mirota.

MIROTA Batik kini menjadi salah satu tempat belanja favorit bagi wisatawan yang berlibur di Yogyakarta Toko empat lantai yang terletak di Jalan Malioboro itu menjajakan berbagai produk batik dan kerajinan khas Yogyakarta.

Mirota Batik memang bukan lagi sekadar toko batik, melainkan pusat barang seni. Setiap pengunjung Mirota langsung disambut alunan gending Jawa, sehingga kesan tradisi Yogyakarta begitu kental. Tak heran, bila Mirota Batik kini memiliki pasar dan pelanggan sendiri. * Semuanya dimulai ketika ayah Hamzah, Hendro Sutikno meninggal dunia di tahun 1975. Kala itu, Hamzah yang baru menginjak usia 25 tahun mewarisi warung kelontong ayahnya di Jalan Malioboro, Yogyakarta.

Di tangannya, waning kelontong tersebut disulap mergadi Mirota Batik. Kecintaan pada seni dan budaya Jawa yang mendorongnya membuka toko batik. Kebetulan ia juga bisa mendesain batik. "Bakatdesain batik, saya kembangkan secara auimlnlak ujarnya.

Saat awal didirikan pada tahun 1978, Mirota Batik belum sebesar sekarang. Selain tempatnya kecil, pembelinya juga masih sepi. Apalagi, Malioboro saat itu masih sepi. Tapi Hamzah tak patah arang. Meski sepi pembeli, ia tetap memasarkan batik-batik hasil desainnya di Mirota.

Usahanya mulai berkembang saat ia menjalin kerjasama dengan pemilik Batik Danar Hadi. Selain mendapatkan pasokan batik dari Danar Hadi, Hamzah juga mendatangkan bai ik dari berbagai daerah.

Agar isi tokonya lebih bervariasi, ia pun mulai memasarkan barang-barang kerajinan khas Jawa. Untuk itu, ia suka membawa contoh barang ke perajin

untuk dipasarkan di tokonya Hubungannya dengan para perajin ini dimulai sekitar tahun 1980-an. Saat itu, tak jarang iai ri perajin hingga ke pelosok daerah. Lambat laun, usahanya itu mulai membuahkan hasil sampai akhirnya dilirik orang. Selain isi toko makin bervariasi, desain interior toko yang unik juga menjadi daya tarik Mirota Batik. Bisa dikatakan, Mirota kini menjadi semacam miniatur Yogyakarta. Bahkan ada yang berpendapat, bagi wisatawan yang tidak sempat menyusun Malioboro, cukup berkunjung ke Mirota karena semua sudah terwakili dan tersedia lengkap di sini.

Setelah Mirota Batik di Malioboro makin berkembang, Hamzah pun melakukan ekspansi dengan membuka cabang baru di Jalan Kaliurang, Yogyakarta. Toko di Kaliurang juga berkembang dengan pesat. Namun, di tengah pesatnya pertumbuhan bisnis yang dikelolanya, sebuah musibah datang menghampiri. Pada 2 Mei 2004, Mirota Batik di Malioboro terbakar. Tidak ada satupun yang tersisa pasca kebakaran tersebut. 

 Semuanya hulls dilalap si jago merah. Namun, Hamzah tidak patah arang. "Cobaan berat itu harus dihadapi dengan sabar dan tetap berjuang," uj artiya Setelah kejadian itu, Hamzah memutuskan membangun Mirota dari nol lagi. Tekadnya terbukti sukses. Mirota berjaya lagi bahkan berdiri menyerupai mal modern dengan ciri khas Yogyakarta

Sumber: Harian Kontan
Noverius Laoll


Peluang bisnis pembibitan tanaman kelapa sawit masih terbentang

04/01/2012
Menyemai Bibit Laba di Kebun Bibit Sawit
Peluang bisnis pembibitan tanaman kelapa sawit masih terbentang



JAKARTA. Belakangan ini, minat masyarakat imtuk berkebun sawit semakin tinggi. Banyak petani tergiur mengembangkan komoditas ini karena menjanjikan keuntungan lumayan besar. Tingginya minat masyarakat untuk bertanam sawit telah mengerek permintaan bibit sau it

Dari sekian banyak varietas bibit kelapa sawit, bibit jenis topaz paling banyak permintaannya. Alhasil, bisnis bibit sawit topaz kian menjanjikan. Sudah banyak kok yang sukses menjalani bisnis ini. Contohnya, Heru Azliyen, petani bibit sawit topaz di Kampar, Riau. Di bawah bendera usaha Usaha Sepakat Mandiri Grup, Heru berhasil meraup ojnzet tebal dari ceruk pasar usaha ini. Dalam sebulan, omzetnya bisa mencapai Rp 40 juta. Laba bersih yang masuk ke kantongnya lumayan besar. Ia hanya perlu merogoh biaya pembelian benih Rp 5.000 per kecambah.

Setelah disemai dan memasuki usia tiga bulan, sawit topaz sudah bisa dijual seharga Rp 15.000 per batang. Namun, Heru memilih menjual bibit saat sudah menginjak usia 12 bulan. Sebab, harganya bisalebih [Mahal

Ketika sudah berumur setahun, harga bibit sawit topaz bisa mencapai Rp 50.000 per batang. Dari harga tersebut, Heni mengaku mendapatkan untung sekitar Rp 15.000 per batang. "Permintaan terhadap bibit sawit topaz semakin melonjak akhir-akhir ini," ujar Heru yang merintis bisnis sejak 2004.

Selama ini, Heru membeli benih bibit sawit topaz dari perusahaan perkebunan sawit yang ada di daerah Riau. Oleh Heru, benih tersebut disemai di lahan miliknya seluas 5 hektare. Di lahan seluas itu, ia bisa menyemai hingga 10.000kecambah.

Dari benih sebanyak itu, Heru bisa menjual rata-rata sekitar 8.000 batang bibit sawit per bulan. Bibit sawit topaz, digemari karena lebih unggul dibanding bibit jenis lain. Bibit sawit topaz ini dapat bertahan dari serangan hama dan hanya sedikit yang layu selama pembibitan.

Selain itu, sawit topaz juga mampu berbuah lebih cepat dibanding sawit jenis lainnya. Menurut Heru, sawit topaz sudah mulai berbuah saat berusia 2,5 tahun. "Sementara sawit lain, biasanya baru berbuah setelah berusia lima tahun," ujar Heru.

Selain dapat dipanen lebih cepat, sawit topaz juga menghasilkan buah yang lebih banyak dibandingkan sawit lain. Dalam satu hektare (ha), sawit topaz dapat menghasilkan 2 ton buah sawit per bulan. Sementara jenis biasa hanya sekitar 800 kilogram (kg) per satu ha per bulan.

Sawit topaz termasuk varietas unggul saat ini. Jenis ini merupakan varietas hasil pe-nelitian bibit.
Selama ini, Heru lebih banyak memasarkan bibit ke para petani sawit di Kampar. Selainya, di daerah itu, sebagian besar masyarakatnya adalah petani sawit. Perputaran uang dalam menjalani bisnis ini juga terbilang cepat.

Sfcbab, umur tiga bulan, bibit sudah bisa dijual. Selain

Bibit sawit topaz digemari karenalebih unggul dibanding bibit sawit jenis lain.petani pemula, permintaan juga datang dari para petani yang melakukan peremajaan tanaman sawitnya yang sudah memasuki usia 25 tahun.

Alhasil, permintaan terhadap bibit sawit pun semakin tinggi. "Petani di sini ramai-ramai menebang pohon sawit mereka yang sudah tua cianmenggantikannya dengan bibit sawit topaz," jelas Heru.

Sawit marihat

Sukses berbisnis bibit sawit juga dirasakan Bunyamin Yakup, pembibit sawit dari daerah Duri, Riau. Berbeda dengan Heru, Bunyamin lebih memilih mengembangkan bibit sawit marihat asal Medan, Sumatera Utara.

Alasannya, harga bibit sawit marihat tergolong murah dibandingkan bibit sawit topaz. Saat ini, ia tengah menyemai 15.000 batang bibit marihat. Benih sawit marihat dibeli dengan harga Rp 3.000 per kecambah. Benih ini disemai selama kurun waktu satu tahun sampai dua tahun.

Jangka waktu penyemaian memang lebih lama dibanding sawit topaz. Setelah memasuki usia setahun, sawit ini dyu-al dengan harga sekitar Rp 16.000 per batang. Dari harga itu, ia bisa mendapatkan laba Rp 5.000 per batang. 

Sumber: Harian Kontan
Noverius Laoli

Entri Populer