03/03/2012
Kebul Asap Waralaba Sate Kian Tipis
Sebagian besar waralaba dan kemitraan warung sate susah untuk menambah mitra usaha baru JAKARTA. Sate merupakan salah satu makanan khas orang Indonesia. Di mana pun kalau terdengar kata sate pasti orang ingat Indonesia. Bahkan, Presiden Amerika Serikat Barack Obama yang semasa kecil pernah tinggal di Indonesia, juga masih ingat dengan makanan daging tusuk yang dibakar itu.
Lantaran minat masyarakat terhadap sate cukup tinggi, warung sate pun menjamur dimana-mana. Ini menyebabkan persaingan usaha sate ini terbilang sangat ketat. Ada warung sate yang menggunakan bendera usaha sendiri, ada juga yang memakai konsep waralaba alias kemitraan. Ini yang menyebabkan kepulan laba dari waralaba warung sate ini kini tak sebanyak dulu.
Lesunya bisnis sate ini, setidaknya tertangkap dari sejumlah waralaba sate yang dihubungi KONTAN. Mereka mengaku roda usaha tetapberputar tapi sudah kesulitan mendapat mitra baru. Balikan, ada waralaba warung sate yang belum mempunyai mitra meski sudah menawarkan kemitraan sejak lama.
Ada juga yang sudah putus hubungan dengan mitra, lantaran bisnis kurang lancar. Selain itu, ada usaha yang jalan biasa-biasa saja dan tak bisa berkembang sesuai harapan. Berikut beberapa ulasan pasang surut kemitraan warung sate;
Sate Ayam Kenanga
Kemitraan Sate. Ayam Konanga berasal dari Banjar, Jawa Barat. KONTAN pernah mengupas kemitraan ini pada September 2010. Sate Ayam Kenanga sudah mulai menawarkan kemitraan sejak Maret 2010. Namun, kala itu mereka belum memiliki mitra sama sekali. Sate Kenanga hanya memiliki dua gerai milik sendiri di Banjar, dengan rata-rata omzet senilai Rp 7,2 juta per bulan.
Kini, setelah dua tahun berlalu, Sate Ayam Kenanga juga masih sepi peminat. Rohani, pemilik Sate Ayam Kenanga, menceritakan, sampai saat ini masih terus gencar mempromosikan tawaran kemitraan Sate Ayam Kenanga. "Kami menargetkan pada tahun ini, bergabung," ujar Rohani.
Ia optimistis, bisa mendapatkan mitra karena terus melakukan perbaikan secara berkala, sambil gencar melakukan promosi, baik lewat media maupun relasi.Rohani belum mengubahtawaran nilai investasi awal yakni sebesar Rp 15 juta untuk masa kontrak lima tahun. Dengan nilai investasi tersebut, sang mitra akan mendapatkan peralatan dan perlengkapan penjualan, gerobak sate, alat pemanggang dan balian baku awal sebanyak 1.000 tusuk sate.
Nilai investasi Rp 15 juta tersebut juga sudah termasuk royally fee selama lima tahun. Setelah itu, mitra hanya membayar myaltyfee sebesar Rp 1 juta sebagai uang pembaharuan "kontrak perjanjian kemitraan selama lima tahun berikutnya.
Rohani membanderol harga jual sate antara Rp 8.000 hingga Rp 15.000 per porsi. Harga tersebut tergolong wajar untuk penjualan sate pada umumnya. Ia yakin, sang mitra bisa balik modal maksimal 10 bulan setelah tahap pertama menjalankan bisnis sate. Dengan catatan, si mitra berada di lokasi yang tepat dan banyak calon konsumen.
Menurut Rohani, tawaran kemitraan ini masih masuk akal dan juga terasa meringankan bagi mitra. Itulah alasan mengapa Rohani masih optimistis bisa mendapatkan mitra pada tahun ini, meskipun setelah dua tahun menawarkan kemitraan, belum juga ada yang cocok.
Sate Ayam BK Ponorogo
KONTAN pernah mengulas tawaran waralaba sate ayam ini pada November 2008. Waralaba ini menyasar kalanganrss Semua terwaralaba Sate BK sudah tutup. Dok Sols Ayom BKmenengah dan saat itu mere ka sudah memiliki tujuh cabang. Tiga di antaranya milik sendiri, dan empat lainnya merupakan terwaralaba, masing-masing ada di Yogyakarta dan Jakarta.
Kini, bisnis waralaba Sate Ayam BK Ponorogo mulai meredup. Semua terwaralaba sudah gulung tikar, sehingga tinggal mengandalkan gerai milik sendiri. Saat ini, tiga cabang milik sendiri masih tetap beroperasi.
Juru Bicara Sate BK Ponorogo, Utomo Njoto bilang, Sate Ayam BK Ponorogo saat ini juga sudah tidak lagi mena warkan waralaba. Pasalnya, Sate BK Ponorogo sedang melakukan konsolidasi ke dalam. "Kami sedang membenahi usaha ini dari dalam," ujarnya
Utomo mengaku alasan penutupan gerai milik mitra lantaran tak punya tenaga kerja yang andal. "Banyak tenaga kerja yang hanya keluar masuk," keluh Utomo. Ke depan, Sate Ayam BK Ponorogo akan menghindari format kerjasama dalam bentuk gerobak atau sistem membuka outlet sendiri. Sebab, berdasarkan pengalaman lalu, format kerjasama semacam itu tidak manjur. Sate Ayam BK Ponorogo akan menjajaki konsep mini resto di mana mereka langsung membuka restoran untuk menjajakan sate miliknya.
Selain itu, Utomo juga sedang mengkaji menawarkan menu sate ke restoran-restoran yang sudah ada. Mereka akan menggunakan sistem kerjasama dengan sejumlah restoran untuk menjajakan sate yang mereka buat.
Sebelumnya, Sate Ayam BK Ponorogo menawarkan sistem waralaba dengan//"" . ii i se fee Rp 20 juta untuk lima tahun. Selain itu, calon mitra harus menyediakan dana segar senilai Rp 10 juta untuk membeli gerobak dan perlengkapan operasional lain.
Nah setelah beroperasi, Sate Ayam BK Ponorogo memungut royalty fee sebesar 5% dari omzet, dan marketing fee sebesar 3% yang mulai dipungut pada bulan keempat pasca beroperasi. Mitra juga wajib membeli 5 kilogram bumbu sate dan 10 kg bumbu kacang untuk kebutuhan operasional. Nah, seorang calon mitra minimal ha-rus menyediakan dana untuk investasi awal Rp 40 juta untuk membuka usaha sateayam BK Ponorogo.
Mitra dijanjikan balik modal dalam satu tahun asal omzet Rp 13 juta per bulan, dengan asumsi penjualan rata-rata 300 - 400 tusuk per hari. Harga sate Rp 1.400 per tusuk atau Rp 14.000 seporsi (10 tusuk).
Sate Haji Romli
Satu lagi waralaba warung sate yang tumbuh stagnan yakni Waralaba Sate Haji Romli yang berpusat di Jakarta. Saat KONTAN menulis waralaba ini Februari 2010, Sate Haji Romli sudah memiliki empat mitra. Mitra ini tersebar di Jalan Pulo Raya, bela-kang Kantor Walikota Jakarta Selatan. Selain itu ada pula yang berlokasi di Tanian Sriwijaya 2, Bintaro Sektor III, dan Kuningan.
Sekarang, sate yang dikenal sebagai sate Rumah Sakit Pusat Pertanuna (RSPP) ini tinggal memiliki tiga mitra. Mae-rah, pemilik Sate Haji Romli bilang, mereka berencana membuka satu lagi cabang Sate Haji Romli di Tebet, Jakarta Selatan dalam beberapa bulan mendatang.
Meskipun pertumbuhan mitra tergolong lambat, Maerah mengklaim, bisnis Sate Haji Romli masih kinclong karena mereka sudah punyapelanggan yang loyal. Sate Haji Romli juga masih tetap membuka peluang kemitraan dengan investasi Rp 5 juta. Mitra akan mendapatkan perlengkapan masak, peralatan makan, dan pelatihan.
Waralaba ini menjual satu porsi sate berisi 10 sate dan lontong ke mitra sebesar Rp 12.000. Rinciannya biaya 10 tusuk sate Rp 10.000 dan lontong Rp 2.000. Nah, mitra bisa menjualnya ke pelanggan seharga Rp 18.000 per porsi. Dengan demikian, mitra bisa meraup untung sebesar Rp 6.000 per porsi.
Nah apakah Anda masih tertarik bisnis sate?
Sumber: Harian Kontan