Halaman

Usaha Pembuatan Syal

28/12/2011
Usaha Pembuatan Syal
Mampu Ikuti Tren Fesyen, Jualan Syal Bisa Laris Manis



Syal atau selendang memiliki pasar yang menggiurkan di Tanah Air. Selain jadi penghangat, syal banyak dicari karena kerap menjadi aksesori fesyen, terutama bagi kaum hawa. Usaha pembuatan syal ini bahkan bisa menghasilkan omzet hingga ratusan juta rupiah per bulan.

SYAL atau selendang tak hanya berfungsi sebagai penghangat badan saja Syal kini sudah menjadi aksesori pelengkap busana agar bisa tampil lebihgaya. Karena sudah menjadi produk fesyen, bisnis pembuatan syal tentu punya prospek yang menggiurkan. Apalagi, pasar syal tidak hanya untuk kaum hawa saja, banyak kaum pria juga gemar memakai syal.

Amalia Thessen, salah satu pembuat syal mengaku tertarik berbisnis syal karena tingginya permintaan. Ia mulai memproduksi syal sejak tujuh bulan lalu. "Pasarnya cukup banyak karena syal sudah menjadi kebutuhan fesyen," kata Amalia sebelumnya sudah berbisnis aksesori fesyen sejak 2006.

Pertama kali produksi syal, Amalia merogoh kantong Rp 1,5 juta untuk membeli balian baku, perlengkapan produksi, dan gaji karyawan. Dari modal usaha itu, Amalia bisa memproduksi 120 potong syal yang ia jual di beberapa toko fesyen di Jakarta.

Karena punya desain yang menarik, syal milik Amalia digemari banyak pelanggan. Alhasil, pesanan syal terus mengalir ke ruang produksi Amalia. Kini, Amalia sudah mampu memproduksi 2.000potong syal per bulan.

Dengan variasi harga Rp 60.000 sampai Rp 100.000 per potong, Amalia meraup omzet Rp 100 juta per bulan. Dari omzet itu, ia memungut laba 25% sampai 30%. "Saya juga terima pesanan khusus dengan minimum pesanan satu lusin," terang Amalia yang kini mempekerjakan 12 karyawan itu.

Untuk memproduksi 2.000 potong syal, Amalia butuh 500 kilogram (kg) bahan katun. Ia sengaja memilih katun, karena balian jenis kartun punya tekstur lembut dan tidak panas. Memproduksi syal juga tidak rumit. Amalia hanya menggunakan mesin jahit, gunting, dan meteran kain. Sementara proses menjahit-nya juga sederhana karena bentuknya tidak serumit pakaian.

Selain Amalia, ada Agusti-ne Susanti di Jakarta juga memproduksi syal. Namun Agustine khusus membuatsyal untuk kebutuhan wanita muslimah. Dengan hargajual Rp 50.000 per potong, Agustine mampu mendapat omzet Rp 60 juta per bulan.

Menurut Agustine, menjadi produsen syal mesti pandai-pandai mengikuti tren fesyen. Sebab, syal yang sesuai tren lebih laris diserbu pelanggan. "Maka itu, inovasi dalam memproduksi syal sangat penting," kata Agustine.

Dalam memproduksi syal, Agustine mengandalkan balian baku sisa dari pembuatan pakaian. Maklum, selain memproduksi syal, ia juga memproduksi pakaian gamis untuk kaum muslimah. "Kalau bahan sisa pakaian banyak, saya bisa produksi 1.200 potong syal per bulan," terang Agustine. Selain menjual syal di butik milik sendiri, Agustine juga memasarkan syal itu lewat agennya yang memiliki toko fesyen di Jakarta, Bandung, Samarinda, Balikpapan, Makasar, dan Palembang.

Sumber: Harian Kontan
Fitri Nur Arlefenie