21/11/2011
Sukses Gabungkan Kesenangan dan Pendapatan
Pengalaman membantu penelitian di Wakatobi membuat Cahyo Alkantana yakin film dokumenter laut bisa menjadi sandaran hidup. Apalagi, ia juga paham bahwa film-film dokumenter juga punya pasar di luar negeri yang sangat besar. Terbukti, karya-karnya kini juga laris di negeri orang. Kini Cahyo dipercaya menggaap program Teroka di Kompas TV.
KEGIATAN bertualang dialam bebas tak hanya hobi yang menguras isi kantong. Hobi berpetualangjuga bisa menjadi sandaran hidup. Tak percaya? Lihatlah pengalaman Cahyo Alkantana. Dia t?rbiJang sosok yang sukses menggabung ke-e nangan dan pendapatan Melalui hobi menyelam dan membuat film dokumeni. i tentang kehidupan alam, (lahyosukses mendulang rupiah.
Memang Cahyo layak mendapatkan apresiasi. Dia membuktikan, berhasil menggabungkan pengalaman sebagai pcngelana alam dengan ilmu di tingkat iukioi.il di bidang kelautan, i al ivo Aikan tana bercerita,db......mang hobi bertualangsejak kecil. Apalagi saal masih aktif sebagai ai lil silat di Yogyakarta. Kegemarannya tersebut terus berlanjut hingga di bangku kuliah pada tahun 1984. Ketika duduk sebagai mahasiswa jurusan arsitektur di Fakltas Teknik i niversitas Atmajaya, Yogyakarta, iaakni di kegiatan pecinta alam dikampusnya. "Saya jadi ketua Mapala Atmajaya selama lima tahun, ujar Cahyo.
Perjalanan hobinya semakin cerah, ketika pada 1989 ia mendapat kesempatan menjadi pendamping tim penelitian I Iperation Walla-cea di Kepulauan Wakatobi, baik di darat ataupun di laut.
Dalam penelitian itu, pria berdarah biru itu menemukan Pulau Hoga yang kemudian dijadikan basebagi para penelitihingga kini. "Saat kami ke sana, belum ada yang mengetahui keindahan kepulauan tersebut," terang i aliyo.
Selama delapan tahun mendampingi imi penelitian, ia mendapatkan pengalaman yang menjadi pintu sukses baginya. Karena di situlah pria kelahiran 1965 ini berkesempatan bertemu para ahli dari bermacam ilmu, baik ahli pembuatan film dokumenter ataupun ilmuwan kelautan.
Sineas yang baikharus punya ilmupendukung agarhasilkan karyayang maksimal. Dari mereka inilah Cahyo mendalami ilmu dokumenter. Tak hanya itu, ia juga mendapat beasiswa hingga program S3 di Inggris. "Saya mengambil jurusan ilmu kelautan untuk mendukung karier saya/ ujar Cahyo.
Cahyo memang sengaja kuliah ilmu kelautan karena terinspirasi dari para pembuat film dokumenter profesional yang ia temui. Ia mendapatkan pelajaran, sineas yang baik harus mempunyai ibnu pendukung agar menghasilkan karya yang ma ksm iai Dengan belajar ilmu kelainan ia bisa bercerita banyak tentang objek laut yang ingin difllmkannya
Setelah usai kuliah danpulang ke Tanah Air, Cahyo kemudian mendirikan production house (PH) bernama Indonesia Explorer. Lewat PH itu. ia mengumpulkan berbagai stock shot yang kemudian dollarnya kepada sebuah perusahaan penyuplai gambar film di Bristol, Inggris. Pembeli lilin tersebut berani membayar hingga USS 500 per menit. "Harga tersebut bisa naik 10 hingga 20 kali lipat jika gambarnya disukai konsumen," terang Cahyo.
Cahyo menjelaskan jika permintaan untuk stock shotnya merata pada berbagai objek yang diambilnya, ia mempunyai gambar film mulai dari karang laut di Indonesia hingga berbagai jenis hiu.
Tidak jarang banyak pengalaman menegangkan yang ia alami selama pengambilan gambar tersebut Saldh satunya ialah saat peralatan kameranya harus lenyap oleh serangan ikan Wu di perairan Nabire. "Peralatan yang lenyap tersebut seharga Rp 150 juta," kenang Cahyo.
Kini ia lebih sibuk menggarap program Teroka di Kompas TV, sehingga pendapatannya dari menjual gambar film pun mulai tersendat. Selain itu ia pun mengaku harus memperbaharui peralatan kameranya mengikuti teknologi digital yang sedang laris. "Kalau sedang akt if memproduksi film, pendapatan saya bisa di atas Kp 100 juta per bulan," Ujar Cahyo.
Sukses Gabungkan Kesenangan dan Pendapatan
Pengalaman membantu penelitian di Wakatobi membuat Cahyo Alkantana yakin film dokumenter laut bisa menjadi sandaran hidup. Apalagi, ia juga paham bahwa film-film dokumenter juga punya pasar di luar negeri yang sangat besar. Terbukti, karya-karnya kini juga laris di negeri orang. Kini Cahyo dipercaya menggaap program Teroka di Kompas TV.
KEGIATAN bertualang dialam bebas tak hanya hobi yang menguras isi kantong. Hobi berpetualangjuga bisa menjadi sandaran hidup. Tak percaya? Lihatlah pengalaman Cahyo Alkantana. Dia t?rbiJang sosok yang sukses menggabung ke-e nangan dan pendapatan Melalui hobi menyelam dan membuat film dokumeni. i tentang kehidupan alam, (lahyosukses mendulang rupiah.
Memang Cahyo layak mendapatkan apresiasi. Dia membuktikan, berhasil menggabungkan pengalaman sebagai pcngelana alam dengan ilmu di tingkat iukioi.il di bidang kelautan, i al ivo Aikan tana bercerita,db......mang hobi bertualangsejak kecil. Apalagi saal masih aktif sebagai ai lil silat di Yogyakarta. Kegemarannya tersebut terus berlanjut hingga di bangku kuliah pada tahun 1984. Ketika duduk sebagai mahasiswa jurusan arsitektur di Fakltas Teknik i niversitas Atmajaya, Yogyakarta, iaakni di kegiatan pecinta alam dikampusnya. "Saya jadi ketua Mapala Atmajaya selama lima tahun, ujar Cahyo.
Perjalanan hobinya semakin cerah, ketika pada 1989 ia mendapat kesempatan menjadi pendamping tim penelitian I Iperation Walla-cea di Kepulauan Wakatobi, baik di darat ataupun di laut.
Dalam penelitian itu, pria berdarah biru itu menemukan Pulau Hoga yang kemudian dijadikan basebagi para penelitihingga kini. "Saat kami ke sana, belum ada yang mengetahui keindahan kepulauan tersebut," terang i aliyo.
Selama delapan tahun mendampingi imi penelitian, ia mendapatkan pengalaman yang menjadi pintu sukses baginya. Karena di situlah pria kelahiran 1965 ini berkesempatan bertemu para ahli dari bermacam ilmu, baik ahli pembuatan film dokumenter ataupun ilmuwan kelautan.
Sineas yang baikharus punya ilmupendukung agarhasilkan karyayang maksimal. Dari mereka inilah Cahyo mendalami ilmu dokumenter. Tak hanya itu, ia juga mendapat beasiswa hingga program S3 di Inggris. "Saya mengambil jurusan ilmu kelautan untuk mendukung karier saya/ ujar Cahyo.
Cahyo memang sengaja kuliah ilmu kelautan karena terinspirasi dari para pembuat film dokumenter profesional yang ia temui. Ia mendapatkan pelajaran, sineas yang baik harus mempunyai ibnu pendukung agar menghasilkan karya yang ma ksm iai Dengan belajar ilmu kelainan ia bisa bercerita banyak tentang objek laut yang ingin difllmkannya
Setelah usai kuliah danpulang ke Tanah Air, Cahyo kemudian mendirikan production house (PH) bernama Indonesia Explorer. Lewat PH itu. ia mengumpulkan berbagai stock shot yang kemudian dollarnya kepada sebuah perusahaan penyuplai gambar film di Bristol, Inggris. Pembeli lilin tersebut berani membayar hingga USS 500 per menit. "Harga tersebut bisa naik 10 hingga 20 kali lipat jika gambarnya disukai konsumen," terang Cahyo.
Cahyo menjelaskan jika permintaan untuk stock shotnya merata pada berbagai objek yang diambilnya, ia mempunyai gambar film mulai dari karang laut di Indonesia hingga berbagai jenis hiu.
Tidak jarang banyak pengalaman menegangkan yang ia alami selama pengambilan gambar tersebut Saldh satunya ialah saat peralatan kameranya harus lenyap oleh serangan ikan Wu di perairan Nabire. "Peralatan yang lenyap tersebut seharga Rp 150 juta," kenang Cahyo.
Kini ia lebih sibuk menggarap program Teroka di Kompas TV, sehingga pendapatannya dari menjual gambar film pun mulai tersendat. Selain itu ia pun mengaku harus memperbaharui peralatan kameranya mengikuti teknologi digital yang sedang laris. "Kalau sedang akt if memproduksi film, pendapatan saya bisa di atas Kp 100 juta per bulan," Ujar Cahyo.
Sumber : Harian Kontan
Hafid Fuad