Halaman

Belajar Menjadi Entrepreneur Dari Pengusaha Becak (4)

12/11/2011
Belajar Menjadi Entrepreneur Dari Pengusaha Becak (4)


Pelajaran berikutnya dari dari pengusaha (entrepreneur) becak adalah tentang kepemilikan. Mengapa, dalam dua tahun milik Saudara kita Jawa, bermula dari 2 becak, setelah 2 tahun, tetap saja 2 becak? Dan mengapa Saudara kita Tionghoa, dari 2 becak menjadi 12 becak? Selain pemberian nama yang baik, bertindak efektif, juga yang dilakukan oleh pengusaha becak Saudara Tionghoa tersebut adalah cara menyikapi kepemilikan.

Pengusaha becak Saudara kita Jawa, menganggap bahwa kepemilikan becak itu dimiliki secara mutlak, tukang becak tidak boleh memiliki becak, sehingga Tukang becak itu menggunakan dan memelihara becak sewajarnya saja, karena bukan miliknya.Sedangkan pengusaha becak Saudara kita Tionghoa memberikan kesempatan kepada tukang becak dan memberi jalan keluar untuk memiliki becak. Pengusaha becak Saudara kita Tionghoa memiliki becak sejumlah 12 tersebut, sesungguhnya bukan becak miliknya semua, sebagian dari becak itu miliknya tukang becak. Tukang becak tersebut disuruh setor lebih tinggi dari biasanya, tetapi dalam waktu tertentu (misalnya 2 tahun), becak tersebut menjadi milik tukang becak. Karena merasa memiliki, maka tukang becak tersebut menggunakan dan memelihara becak tersebut sebaik mungkin.

Pelajaran yang sangat berharga dari Pengusaha becak Saudara kita Tionghoa adalah tentang kempemilikan. Seringkali kita telah dihinggapi konsep kepemilikan secara mutlak yang tidak dapat diganggu gugat, yang tidak mau berbagi, yang merupakan konsep kepemilikan kaum kapitalis. Dengan konsep kepemilikan secara mutlak tersebut, akhirnya kita memburu harta dengan segala cara, yang menuju ke kerakusan. Kalau bisa tujuh turunan, harta kita tidak akan habis. Jika seperti itu, maka barangkalakalau bahagia hanya sendirian, tetapi kalu jatuh tersungkur juga sendirian. Dengan kepemilikan berbagi, maka kebahagian, kesenangan dan kesusuhan dapat kita menikmati bersama.

Apalagi kalau kita memandang bahwa harta itu hanyalah titipan Tuhan atau amanah Tuhan, yang bermanfaat untuk orang lain, sehingga harta tersebut dapat berbagi dengan orang lain, maka hidup kita akan bahagia selamanya. Allah juga menganjurkan agar harta itu tidak beredar pada orang kaya saja. “Apa saja harta rampasan yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya”(Al Hasyr 7). Bahkan Allah melarang untuk menimbun harta. “Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela. Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya” (Al Humazah 1-3). 


Sumber : msuyanto.com
By M. Suyanto