Halaman

Juragan Batu Alam dari Majalengka

19/10/2011
Juragan Batu Alam dari Majalengka


Mengawali karier sebagai penambang batu, Sudomo atau akrab dipanggil Haji Domo, kini sukses menjadi pengusaha pengolahan batu alam di Majalengka. Ia menyulap bongkahan batu besar menjadi lempengan batu nan unik untuk aksesoris bangunan. Berkat bisnis ini, dalam sebulan Domo bisa mengantongi omzet minimal Rp 100 juta.

Hafid Fuad (Majalengka) ALAM kabupaten Majalengka, Jawa Barat, memang kaya dengan berbagai jenis bahan tambang, salah satunya adalah batu alam. Sebagian warga Majalengka pun memanfaatkan batu alam ini sebagai mata pencaharian (tan penopang kehidupan.

Namun, batu alam berjenis andesit ini akan bernilai ekonomi bila diolah dulu. Setelah diolah, bentuk batu bisa menjadi beraneka rupa dan cocok untuk aksesoris bangunan rumah, gedung, perkantoran, untuk prasasti hingga batu nisan.

Salah satu pemilik ide kreatif mengolah batu alam itu menjadi aksesoris properti adalah Sudomo atau akrab dipanggil Haji Domo. Pria asli Majalengka itu kini sukses berbisnis batu alam olahan itu. Berkat kegigihan dia, produk batu alam tak hanya bisa dinikmati di dalam negeri, namun juga sudah dijual ke Negeri Jiran. Malaysia

Dalam sebulan, pria yang tinggal di Desa Selagedang, Kecamatan Sukohaji, Majalengka itu mampu produksi sebanyak 2.000 meter kubik (m2). Dengan produksi sebanyak itu, Domo pun menjadi satu dari tiga produsen batu alam terbesar di Majalengka.

Dalam sebulan, setidaknya Domo mampu menjual baru alam senilai Rp 100 juta. Tapi, Hu omzet minimal saya" kata Sudomo. S, jak masih muda, Domo mentang sudah ingin menyandarkan masa depannyadengan berbisnis batu alam. Itulah sebabnya, pada 1960-.111 ketika masih duduk di bangku sekolah pertama (SMP) dia rela tak melanjutkan sekolah alias (Imp out. Domo lebih memilih menjadi penambang batu alam ketimbang sekolah seperti teman-teman seusianya.

Jelas, memadi penambang batu alam bukan pekerjaan ringan. Dengan peralatan seadanya, seperti linggis dan palu, Domo berusaha mendapatkan batu alam sebanyak mungkin. Selanjutnya, setiap bongkahan batu alam itu dia jual kepada perajin yang kemudian mengolahnya menjadi lempengan baru atau kerikil. "Saat itu pekerjaan saya memang hanya mengandal-

"Saya memulaibekerja sebagaipenambang batualam dulu," kata Domo.kan tenaga," kenang Domo.
Namun, seiring bertambahnya usia, Domo pun mulai merasa telah menjadi penambang. Ketika itu, dengan modal nekat, Domo memutuskan menjadi perajin batu alam, yakni mengolah batu alam menjadi bentuk lempengan atau menjadi batu templek. Dia memulai usaha itu di sebuah gubuk tak jauh dari rumahnya. "Kedua orang tua saya pesan agar saya membuka usaha itu secara mandiri," terang Domo.

Gubug itu ia beli dari sisatabungan yang dikumpulkan saat masih menjadi penambang. Walaupun gubug itu reot, tapi gubug itulah yang menjadi penentu masa depan Domo. "Di gubug itu saya memahat batu bertahun-tahun," jelasnya

Berkat kegigihan dan. kesabaran, lambat laun pesanan templek itu semakin banyak. Nah, agar bisa berproduksi templek lebih banyak lagi, Domo memutuskan memugar gubug reot itu dan mendirikan bangunan yang Iebih kuat kuat pada 1990-an. Sampai sekarang bekas gubug reog itu telah mei\jadi bangunan permanen yang memadi pabrik pengolahan batu.

Setelah memperbesar pabrik, Domo semakin kebanjiran pesanan. Bahkan, pesanan datang dari luar Majalengka, seperti dari Jakarta, Surabaya dan Bandung. Tak hanya kota-kota, bahkan ada seorang pelanggannya yang menjual kembali batu alam olahan Domo itu ke Malaysia

I muk produksi batu templek, Domo mendapat pasokan bongkahan batu alam dari penambang batu yang tersebar di desa Sukamandi, Cicurug, Cibodas, dan juga dari desa Cipan-ca "Ada banyak desa yang memasok batu di Majalengka," ungkap Dom"

Bongkahan batu itu kemudian diolah menjadi templek, mulai dari ukm.ni terkecai], yakni 10 centimeter (cni) x 10 cnvhingga ukuran terbesar, dengan ukuran 60 cm x 60cm. Soal harga juga beragam, batu ttiiiIlfk yang terkecil dijual seharga Rp 50.000 per keping. Sedangkan untuk batu templek ukuran besar, harganya mencapai Rp 200.000 per keping. "Harga bisa berubah tergantung jumlah pesanan konsumen. Pesan makin banyak, tentu harga juga bisa murah," jelas Domo yang banyak memiliki pelanggan dari kontraktor perumahan itu.

Sumber : Harian Kontan