Halaman

Pasar Batik Klasik Giriloyo Tak Pernah Loyo

27/09/2011
Pasar Batik Klasik Giriloyo Tak Pernah Loyo


Indonesia memiliki banyak ragam jenis batik. Salah satunya adalah batik khas Yogyakarta yang dikenal dengan nama batik tulis Giriloyo. Dengan mengandalkan ilmu yang diperoleh turun temurun, batik Giriloyo mampu menembus pasar. Alhasil, para pembatik di sana bisa memperoleh omzet hingga Rp 35 juta per bulan.

BUDAYA membalik sudah lama mei\jadi sem tradisional di seantero Nusantara. Banyak ragam batik di Tanah Air. Mulai batik yogyakarta dan solo yang legendaris, hingga batik cirebon, batik pekalongan, batik madura, bahkan ada batik papua. Karena itu tak perlu heran kalau UNESCO menempatkan batik sebagai salah satu warisan budaya dunia.

Batik memang unik. Seni batik tak sekadar seni dress pointing, lihat saja motif pada batik yang menggambarkan aneka kehidupan manusia. Mulai balik bermo-i landangan alam hinggamotif-motif klasik lainnya.

Nah, salah satu seni membalik yang mu Iai dicari khalayak adalah batik tulis giriloyo. Sejatinya, batik ini masih berada dalam aliran utama seni batik yogyakarta. Sama seperti batik yogyakarta, batik giriloyo juga mengusung motif-motif parang, panji, sidoasih, keongrenteng, sidomukti, motif bunga, satwa dan lain sebagainya. "Secara keseluruhan batik giriloyo memiliki seratusan motif," ujar Subagyo, pemilik Batik Giri Indah, di Yogyakarta.

Motif-motif batik giriloyo itu tak pernah berubah sejak berabad-abad yang lalu. Para pembatiknya pun mewarisi keahlian membatik secara turun temurun. Demikian juga untuk pembuatan pola batik, hanya bisa dikerjakan oleh orang-orang tertentu. Si pembatik, yang seluruhnya perempuan, tinggal mengikuti pola yang ditentukan tersebut.

Karena motifnya yang khas, batik giriloyo pun punya banyak peminat. Bahkan setelah batik kembali ngelren belakangan ini. batik giriloyo makin dicari pembeli. Lihat saja, dari produksi batik giriloyo ini, Subagyo bisa memperoleh omzet hingga Rp 35 juta per bulan dengan margin sekitar 20%. "Saya menjual dengan harga Rp 300.000 hingga Rp 2 juta per lembar," ujar pria yang menekuni pembuatan batik ini sejak 1992.

Sekadar pengetahuan, satu lembar batik tulis lazimnyaberukuran 2,5 meter persegi. Subagyo sendiri menjual batik hingga ke Jakarta, Semarang, Bandung, Medan, dan Makassar. Untuk menyelesaikan satu motif batik biasanya memerlukan waktu antara satu hingga tiga hari. Saat ini. Subagyo mempekerjakan 15 perajin batik.

Pelaku usaha batik giriloyo lainnya adalah Imarah, pemilik Batik Sri Kuncoro di Bantul, Daerah Istimewa Usaha batik giriloyo ini dijalankansecara turun temurun.Yogyakarta. Imarah menggeluti usaha batik ini sejak lebih 20 tahun lalu. Usaha batik yang kini dijalankan Imarah itu adalah warisan yang sudah berjalan sejak beradab-abad lalu. "Usaha ini telah turun temurun dijalankan oleh keluarga kami," jelasnya.

Menurut Imarah, peminat batik berciri khas motif keraton Yogyakarta ini cukup besar. "Hasil produksi kami biasanya dikirimkan ke Jakarta dan Bali untuk kemudian dijual kepada para wisatawan asing maupun pelancong domestik yang mengagumi batik," tutur perempuan 42 tahun ini.

Imarah menambahkan, batik giriloyo memilikikarakteristik yang khas dan unik ketimbang batik lainnya yaitu corak atau motif yang rumit namun bernuansa klasik. "Motif dan corak itu menggambarkan suasana abad 17, saat batik ini mulai diperkenalkan," ujarnya.

Batik produksi Imarah dijual ke konsumen dengan harga di kisaran Rp 200.000 hingga Rp 1 juta untuk batik dari bahan kain katun. Sedangkan untuk batik dari bahan dasar kain sutera, Imarah melepasnya di atas Rp 1 iui.i per helai.

Meski batik sutera lebih berkesan mewah, namun pelanggan Imarah lebih menyukai batik berbahan katun. Itulah sebabnya, produksi batik Imaroh, 90%berbahan katun.Dengan penjualan sekitar 10-15 kain per bulannya, Imaroh bisa meraih omzet sebesar Rp 15 juta dengan keuntungan hingga 30%. Penjualan Imaroh akan melonjak 30% pada saat musim liburan sekolah atau saat libur hari Idhul Fitri dan libur Natal.

Imaroh optimistis bahwa popularitas batik yang menjadi khas Daerah Istimewa Yogyakarta ini dapat sejajar dengan batik yang sudah mapan seperti halik pekalongan, cirebon, ataupun solo. "Kalau nama balik ini terangkat berarti untuk memasarkan produk batik giriloyo ini akan lebih mudah," harap Imaroh. 


Sumber : Harian Kontan
Ragil Nugroho, Fahriyadi