>>>>Proses Produksi Masih Pakai Alat Sederhana
Proses pembuatan emping dan kecep-rek tak terlalu sulit. Tapi, butuh kesabaran untuk membuatnya. Oleh karena itu, sebagian besar pembuat kedua makanan ringan ini di Kecamatan Menes adalah kaum ibu rumahtangga. Dengan alat sederhana mereka membuat kudapan itu.
MESKI menjadi juragan emping dan keceprek merek Fahri Mandiri yang mempekerjakan 30 karyawan, Eliyah masih turun tangan menggoreng keceprek. Dalam keseharian, perempuan 48 tahun ini selalu berhadapan dengan wajan besar.
Di wajan penuh minyak itulah, Eliyah menggoreng keceprek yang terbuat dari melinjo. Ia dibantu 30 karyawan, semuanya perempuan, dalam proses pembuatan keceprek.
Selain ikut membantu menggoreng, ada karyawan Eliyah yang bertugas menum-buk byi melinjo dan mengupas kulitnya. Sebelum dikupas kulitnya, melinjo harus disangrai terlebih dulu menggunakan pasir. Proses ini untuk memudahkan membuka kulit "Setelah disangrai dan dikupas kulitnya, melinjo didinginkan lima menit lalu di tumbuk
agar gepeng," kata Eliyah.
Alat penumbuk terbuat dari batu, begitu juga dengan alasnya. Setelah terkumpul agak banyak, melinjo yang sudah berbentuk gepeng itu kemudian djgarang atau dipanasi di atas api.
Seperti juga alat penumbuk, alat untuk menggarang yang ada di dapur milik Eliyah juga sangat sederhana. Ia menggunakan kompor berbahan bakar gas dari tabung tiga kilogram dengan kawat halus di atasnya Proses pengasapan ini bertujuan agar kecepreklebih renyah. Setelah itu, keceprek baru digoreng.
Eliyah memakai kayu bakar untuk menggoreng keceprek. "Jangan sampai gosong, keceprek harus sering dibolak-balik," ujarnya sambil mengusap keringat yang bercucuran. Setelah matang, keceprek ditaruh di dalam bak beralas koran. Setelah didiamkan hingga dingin, baru ditaburi garam, penyedap rasa, dan bumbu pedas agar rasanya lebih nikmat. Bumbu pedas berasal dari campuran bawang putih, bawangmerah, cabai, serta gula.
Proses pembuatan bumbu pedas berupa bubuk menggunakan mesin pencampur yang disebut molen. Mesin itu, menurut Eliyah, merupakan bantuan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pandeglang lima tahun lalu, termasuk sebuah mesin pengering dan mesin pres kemasan.
Eliyah menjual keceprek rasa pedas Rp 27.000 per kilogram. Sedang, keceprek biasa ia lego dengan harga yang lebih mahal sedikit, yaitu Rp 28.000 sekilo
Kalau keceprek dijual matang, sebaliknya emping dilego dalam keadaan mentah. Makanya, proses penumbukan biasanya dilakukan di rumah masing-masing karyawan Eliyah yang tak lain adalah tetangga satu kampungnya di Desa Tegal-wangi. Setelah ditumbuk emping dibawa ke rumah Eliyah untuk dikemas. Ia menjual emping mentah Rp 22.000 per kilogram.
Pengemasan dilakukan satu per satu dengan tangan, sebab mesin bantuan pemerintah daerah sudah tak berfungsi lagi. Eliyah kesulitan untuk memperbaiki mesin itu, karena ada suku cadang yang susah ia dapat di daerah Pandeglang.
Proses yang sama dilakukan pengusaha emping dan keceprek lain di Desa Alaswangi, Sarmian. Dengan bantuan 25 pekerja, dia memproduksi 600 kilo emping dan 200 kilo keceprek sebulan. Tetapi, sampai saat ini belum pernah mendapat bantuan mesin dari pemerintah daerah.
Proses pembuatan emping dan kecep-rek tak terlalu sulit. Tapi, butuh kesabaran untuk membuatnya. Oleh karena itu, sebagian besar pembuat kedua makanan ringan ini di Kecamatan Menes adalah kaum ibu rumahtangga. Dengan alat sederhana mereka membuat kudapan itu.
MESKI menjadi juragan emping dan keceprek merek Fahri Mandiri yang mempekerjakan 30 karyawan, Eliyah masih turun tangan menggoreng keceprek. Dalam keseharian, perempuan 48 tahun ini selalu berhadapan dengan wajan besar.
Di wajan penuh minyak itulah, Eliyah menggoreng keceprek yang terbuat dari melinjo. Ia dibantu 30 karyawan, semuanya perempuan, dalam proses pembuatan keceprek.
Selain ikut membantu menggoreng, ada karyawan Eliyah yang bertugas menum-buk byi melinjo dan mengupas kulitnya. Sebelum dikupas kulitnya, melinjo harus disangrai terlebih dulu menggunakan pasir. Proses ini untuk memudahkan membuka kulit "Setelah disangrai dan dikupas kulitnya, melinjo didinginkan lima menit lalu di tumbuk
agar gepeng," kata Eliyah.
Alat penumbuk terbuat dari batu, begitu juga dengan alasnya. Setelah terkumpul agak banyak, melinjo yang sudah berbentuk gepeng itu kemudian djgarang atau dipanasi di atas api.
Seperti juga alat penumbuk, alat untuk menggarang yang ada di dapur milik Eliyah juga sangat sederhana. Ia menggunakan kompor berbahan bakar gas dari tabung tiga kilogram dengan kawat halus di atasnya Proses pengasapan ini bertujuan agar kecepreklebih renyah. Setelah itu, keceprek baru digoreng.
Eliyah memakai kayu bakar untuk menggoreng keceprek. "Jangan sampai gosong, keceprek harus sering dibolak-balik," ujarnya sambil mengusap keringat yang bercucuran. Setelah matang, keceprek ditaruh di dalam bak beralas koran. Setelah didiamkan hingga dingin, baru ditaburi garam, penyedap rasa, dan bumbu pedas agar rasanya lebih nikmat. Bumbu pedas berasal dari campuran bawang putih, bawangmerah, cabai, serta gula.
Proses pembuatan bumbu pedas berupa bubuk menggunakan mesin pencampur yang disebut molen. Mesin itu, menurut Eliyah, merupakan bantuan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pandeglang lima tahun lalu, termasuk sebuah mesin pengering dan mesin pres kemasan.
Eliyah menjual keceprek rasa pedas Rp 27.000 per kilogram. Sedang, keceprek biasa ia lego dengan harga yang lebih mahal sedikit, yaitu Rp 28.000 sekilo
Kalau keceprek dijual matang, sebaliknya emping dilego dalam keadaan mentah. Makanya, proses penumbukan biasanya dilakukan di rumah masing-masing karyawan Eliyah yang tak lain adalah tetangga satu kampungnya di Desa Tegal-wangi. Setelah ditumbuk emping dibawa ke rumah Eliyah untuk dikemas. Ia menjual emping mentah Rp 22.000 per kilogram.
Pengemasan dilakukan satu per satu dengan tangan, sebab mesin bantuan pemerintah daerah sudah tak berfungsi lagi. Eliyah kesulitan untuk memperbaiki mesin itu, karena ada suku cadang yang susah ia dapat di daerah Pandeglang.
Proses yang sama dilakukan pengusaha emping dan keceprek lain di Desa Alaswangi, Sarmian. Dengan bantuan 25 pekerja, dia memproduksi 600 kilo emping dan 200 kilo keceprek sebulan. Tetapi, sampai saat ini belum pernah mendapat bantuan mesin dari pemerintah daerah.
Sumber : Harian Kontan
Gloria Natalia (Pandeglang)