Halaman

Daya Saing Indonesia Meningkat Pesat


>>>>>Daya Saing Indonesia Meningkat Pesat

WORLD Economic Forum (WEF) menaikkan daya saing Indonesia di tingkat global atau Global Competitiveness lndex (GCI) tahun lalu dari peringkat 54 menjadi 44 atau sepuluh tingkat. Kecuali China, peringkat Indonesia tersebut lebih tinggi ketimbang negara berkembang lainnya, seperti Brasil, Rusia, dan India.

"Dibandingkan negara yang digongkan dalam kelompok BRIC, Indonesia paling tinggi peringkatnya. Hanya kalah dari China," kata Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, saat jumpa pers terkait penyelenggaraan WEF, di Jakarta, Rabu (8/6).

Menurut Mari, kenaikan peringkat tersebut disebabkan oleh reformasi yang terus berjalan, kebijakan makroekonomi dan tingkat pendidikan yang baik, serta pangsa pasar potensial. Terlepas dari itu, kenaikan peringkat tersebutmenjadi lebih bermakna, lantaran diluncurkan bertepatan dengan penyelenggaran WEF di Asia Tenggara Ke-20 di Jakarta, 12-13 Juni. Perhelatan tersebut bakal diikuti oleh 600 peserta dari 40 negara. "Jumlah peserta meningkat 40 persen ketimbang tahun lalu," kata Mari

Sebanyak 16 perusahaan Indonesia terlibat dalam keanggotaan WEF. Ini meningkat tiga kali lipat ketimbang jumlah perusahaaan Indonesia yang terlibat dalam WEF tahun lalu. Adapun 16 perusahaan Indonesia itu antara lain, Pertamina, BNI, Gunung Sewu, Para Group, SMART, Indika Energy, Agung Podomoro, dan Gadjah Tunggal. "Keanggotaan ini sangat menguntungkan untuk membangun jaringan," kata Mart

Ekonom WEF, Thierry Gei-ger mengatakan saat ini daya saing perekonomian Indonesia meningkat pesat di antara negara-negara anggota G20 yang didukung pertumbuhan kuat beberapa tahun terakhir. "Saat ini Indonesia sebagai salah satu dari 20 negara dengan pertumbuhan tertinggi yang mempunyai pasar potensial kuat disertai peningkatan kelas menengah," ujarnya dalam laporan peningkatan daya saing yang dipublikasikan di Jakarta, Rabu.

Ia menjelaskan daya saing Indonesia membaik, karena pemerintah mulai memiliki standar manajemen fiskal serta menerapkan aturan perpajakan dan meningkatkan standar pendidikan sehingga tingkat pertumbuhan menjadi lebih kompetitif.

Menurut dia, situasi ini menunjukkan Indonesia berada di atas negara-negara berkembang lain seperti Brasil, Afrika Selatan dan India serta mempunyai kemampuan untuk berkembang lebih baik.


"Namun, perekonomian Indonesia masih di bawah Singapura dan Malaysia, di atas Filipina dan Kamboja dan sejajar dengan Thailand serta Vietnam di kawasan Asia Tenggara," ujarnya.

Thierry mengatakan Indonesia masih mempunyai banyak kelemahan yang harus diwaspadai, seperti masalah birokrasi dan hambatan klasik dalam perdagangan seperti infrastruktur yang dapat mengganggu akselerasi pertumbuhan ekonomi di masa mendatang.

"Infrastruktur menjadi permasalahan utama. Pelabuhan, jalan dan rel kereta api dalam kondisi yang kurang baik. Suplai listrik kurang memadai dan penggunaan teknologi informasi masih terbatas. Padahal Indonesia salah satu negara berpenduduk ter-banyak," ujarnya.

Selain itu, layanan kesehatan masih terbatas, kesejahteraan buruh belum terpenuhi dan juga dibutuhkan penguatan layanan birokrasi yang lebih efisien. "Masih ada pungutan liar untuk pelayanan birokrasi, dibutuhkan transparansi dan akuntabilitas untuk hal-hal semacam ini pada proses pembuatan kebijakan," ujarnya.

Namun, secara keseluruhan dari pandangan ekonomi, menurut Thierry, Indone sia sangat berkembang dalam 10 tahun terakhir dan membuktikan mampu bertahan dari ancaman krisis global. "mdonesia tidak boleh berhenti sampai di sini, masih banyak tantangan dan hambatan yang harus dihadapi. Apabila semua dapat dilewati, maka pertumbuhan tinggi dan kuat dapat tercapai," katanya. M Wahyudi


Sumber: Jurnal Nasional