bagian kelapa dapat dimanfaatkan. Bagian dalamnya bisa dimakan. Bagian lain dapat dibuat menjadi barang kerajinan. Bahkan produk kerajinan asal sabut itu dapat diekspor, tentu setelah melalui proses pengolahan.
Salah satu daerah yang dikenal sebagai penghasil produk kerajinan sabut adalah Kebumen. Dengan label Akas yang merupakan singkatan dari aneka kerajinan asal sabut, Darda, 40, bisa mengembangkan usahanya yang tidak hanya dikenal di dalam negeri saja. Merek tersebut, katanya, sudah mendapatkan hak paten melalui proses yang difasilitasi oleh pemerintah.
Di dalam negeri, proses produksi kerajinannya pun diperhatikan oleh pemerintah. Pada awal tahun ini, pihaknya mendapatkan penghargaan dari Kementerian Perindustrian sebagai usaha Ecogreen Industry Award untuk kelompok industri skala kecil. Pemberian penghargaan tersebut baru yang pertama kali dilakukan oleh Kementerian Perindustrian.
Penghargaan lainnya pun datang dari luar negeri. Kualitas mutunya sudah diakui di Eropa. Produknya juga mendapatkan penghargaan Cemari, salah satu sandar mutu dari Eropa. "Kami mengolah sabut kelapa tanpa menggunakan balian kimia. Semua ramah lingkungan yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan dan tidak ada yang terbuang percuma," katanya.
Dengan terjun sebagai perajin sabut kelapa dia menginginkan Kebumen menjadi pusat kerajinan produk dari kelapa. "Saya ingin Kebumen terkenal sebagai pusat kerajinan kelapa yang mengolah mulai dari akar sampai daun kelapa ," kata Darda, salah seorang perajin sabut asal daerah tersebut. Kalau orang membutuhkan produk yang terbuat dari kelapa, katanya, maka pusatnya terdapat di Kebumen, Jawa Tengah. Berbagai jenis produk dibuatnya. Sedikitnya terdapat 50 item produk antara lain keset, tali, pot, rubberi-zed mir, net, pupuk organik, dan lain-lain.
Pemasaran produknya sampai ke daerah-daerah di Sumatra, Kalimantan, Pulau Jawa, Bali, sampai Irian. Dia menjualnya dalam jumlah partai besar dan tidak mempunyai toko untuk eceran, karena di daerah tersebut juga banyak perajin sabut kelapa lainnya. Pihaknya juga menerima pesanan baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri.
Selain memasarkan di dalam negeri, dia juga melayani permintaan dari luar negeri. Sekitar 20% dari produksinya untuk diekspor ke Malaysia, Hong Kong, dan beberapa negara lain. Produk dari sabut kelapa itu, katanya, di luar negeri digunakan untuk pembuatan jalan yang berfungsi agar bagian aspal jalan tidak bergerak waktu dilalui oleh kendaraan yang berat. Kegunaan lainnya dari produk sabut bagus untuk menahan erosi, dan untuk media budi daya rumput laut, serta tali tambang.i--u.ii! 38, istri Darda, mengatakan ekspornya belum dilakukan secara langsung. Mereka melalui perantara terutama untuk menembus ke Malaysia, Korea Selatan, AS, dan China.
Adapun, kisaran harga keset mencapai Rp3.500-Rpl50.000 per meter persegi. Dalam 1 bulan, kata Siswati, menggunakan bahan baku sebanyak sekitar 34 ton. Dia mengakui tidak kekurangan bahan baku, Uarena di daerahnya banyak pohon kelapa. Kalau musim kemarau, dia membeli ke daerah tetangga di Banjarnegara dan Ciamis.
Sejak 1977 Usaha tersebut tidaklah langsung seperti itu. Namun, dia sudah menjalaninya sejak 1997. Awalnya, kenang Darda, orangtuanya sudah bekerja sebagai perajin sabut kelapa, tetapi masih dilakukan secara manual yang direndam. Anak keempat dari 10 bersaudara itu pun tertarik untuk melanjutkan usaha orangtuanya, tetapi dilakukan lebih maju dari orangtuanya.
Namun setelah tamat STM, dia tidak lanjut terjun melanjutkan usaha ayahnya dan juga tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, tapi bekerja untuk mencari pengalaman. Dia hijrah ke Malaysia untuk bekerja selama enam tahun. "Saya bekerja untuk mengumpulkan modal, sambil belajar," kenang Darda. etelah terkumpul uang untuk modal usaha dan mempunyai pengalaman, dia pulang ke daerah asalnya untuk melanjutkan usaha orangtuanya.
Dari pengalaman yang telah didapatkannya di negeri jiran itu, dia mulai mengembangkan usaha sabut kelapa itu. Pengolahan sabutnya sudah dilakukannya dengan menggunakan mesin, meskipun menggunakan mesin yang masih sederhana, yang penting hasilnya. Dia mulai usaha pada 1997. Dari situ, tenaga kerjanya pun mulai bertambah. Sekarang sudah mencapai sekitar 169 orang. Kebanyakan mereka mengerjakan penganyaman serat kelapa itu di rumah dengan sistem borongan. Darda telah membuka lapangan pekerjaan bagi lingkungannya.
Adapun, pengerjaan dari sabut kelapa itu dilakukan di rumah masing-masing, sehingga Darda dapal membuka lowongan pekerjaan bagi warga di sekitarnya. Dia melakukan sistem borongan. Bahan sabut yang sudah diproses dan digiling itu dikerjakan oleh penduduk sekitarnya untuk berbagai produk kerajinan. Dia mengklaim pengolahan produk dari sabut ini ramah lingkungan. Tidak ada yang menjadi limbah, semuanya terpakai untuk berbagai keperluan. "Saya ingin menjadikan Kebumen sebagai pusat kerajinan dari kelapa," ujar Darda yang sekarang diperkirakan omzetnya mencapai Rp!50 juta per bulan.