Halaman

Usaha pariwisata akan dipermudah

JAKARTA Pemerintah berjanji pendirian usaha di bidang pariwisata akan jauh lebih mudah, didukung oleh ketentuan dalam UU Kepariwisataan No. 10/2009.Dalam UU tersebut, penyelenggaraan usaha pariwisata cukup menggunakan tanda daftar usaha, tidak lewat sistem perizinan seperti yang berlaku selama ini.

Sapta Nirwandar, Dirjen Pemasaran Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, mengatakan pembentukan usaha di bidang pariwisata akan lebih cepat, karena pemilik usaha tidak perlu meminta perizinan, tetapi cukup dengan mendaftarkan usahanya.

"Pasti lebih mudah, tidak berbelit-belit, tidak ada high cost [biaya tinggi] dan lebih transparan," katanya kepada Bisnis, belum lama ini.Namun, Wakil Ke- i tua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) DKI Jakarta Rudiana mengatakan hingga setahun sejak UU Kepariwisataan tersebut diundangkan, pelaku usaha belum melihat perbedaan dalam penyelenggaraan kegiatan usaha kepariwisataan.

Dalam UU Kepariwisataan No. 10/2009 disebutkan untuk dapat menyelenggarakan usaha pariwisata, pengusaha pariwisata wajib mendaftarkan usahanya terlebih dahulu kepada pemerintah atau pemerintah daerah."Namun, sampai saat ini masih pakai sistem yang lama (sistem perizinan], bukan dengan tanda daftar usaha. Kalau melihat UU-nya, dengan dihapuskannya sistem perizinan itu, seharusnya lebih mudah. Namun, sampai sekarang kami tidak tahu bagaimana sistemnya dengan tanda daftar usaha, syarat-syaratnya seperti apa?" katanya.

Adapun, Sapta menyebutkan aturan pelaksana dari UU tersebut sedang disiapkan. "Ini sedang dipersiapkan." UU memang menyebutkan ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran usaha itu akan diatur dengan peraturan menteri.

Rudiana berharap pemerintah segera mengeluarkan aturan yang rinci mengenai tanda daftar usaha tersebut, sehingga akan memberikan dampak positif pada pengembangan sektor tersebut.Dia mengingatkan agar sistem tanda daftar usaha tidak sekadar perubahan nama dari sistem perizinan yang berlaku sebelumnya.

"Jangan sampai berganti sampul saja. Izin sudah tidak ada, tapi harus tanda daftar, liu semua akan tergantung dari peraturan menteri, yang ujung-ujungnya akan tergantung pada daerah masing-masing yang akan mengeluarkan peraturan daerah," katanya.

Tumpah-tindih aturan

Apabila peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah pada akhirnya tetap mempersulit pengembangan usaha pariwisata, menurut Rudiana, penghapusan sistem perizinan dalam UU Kepariwisataan tidak akan memberikan dampak apa pun bagi sektor pariwisata nasional. "Kalau sampai peraturannya masih tumpang-tindih, apa bedanya dengan aturan sebelumnya?"

Mengacu pada UU Kepariwisataan, jenis-jenis usaha di bidang pariwisata antara lain pengadaan dan pengelolaan kawasan wisata, jasa transportasi wisata, jasa perjalanan wisata, penyediaan akomodasi, jasa informasi pariwisata, jasa konsultan pariwisata, dan lainnya.

Beberapa waktu lalu, Direktur Pengembangan Potensi Daerah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Wiediami menyebutkan penanaman modal bidang pariwisata yang tercatat di BKPM hanya dalam bentuk pembangunan hotel dan restoran.Pada 2008, total nilai investasi di dua sektor tersebut tercatat Rpl ,7 triliun untuk 25 proyek, turun dibandingkan dengan Rp 1,96 triliun pada tahun sebelumnya