" Status YM ""
ukm indonesia sukses

5 Hal yang Jangan dilakukan Wirausahawan


Kata orang, wirausahawan adalah kunci kemajuan bangsa. Wirausaha adalah bidang yang memerlukan kemandirian dan ikut memicu peningkatan perputaran modal dan tenaga kerja di suatu negara. Oleh karena itu bidang ini penting sekali dalam perkembangan ekonomi dunia. Bila kamu adalah wirausahawan, James Altucher, seorang penulis sekaligus wirausahawan, dalam bukunya "Choose Yourself", sebagaimana dikutip oleh Infospesial, mengungkapkan adanya 5 hal saling berangkaian yang jangan dilakukan oleh wirausahawan, yaitu: 

1. Terlambat Seorang wirausahawan terkadang harus bertindak sesuai momen yang tepat untuk dapat ‘menunggangi’ momentum. Misalnya dalam situasi lingkungan yang kekurangan air sedangkan ia memiliki koneksi dengan distributor air. Maka akan menguntungkan untuk membuka depo air. Bila air berlimpah atau banyak depo di sekitar, maka tentu saja tidak akan efektif membuka jenis usaha tersebut. 


2. Terlalu fokus pada peningkatan keuntungan Wirausahawan bukan pedagang yang melulu menghitung untung rugi dagangan. Beberapa bisnis mungkin mengharuskan wirausahawan untuk merugi dulu untuk 'membangun posisi'. Contohnya bila kamu orang pertama yang membangun warnet di lingkungan kamu. Mungkin modal besar untuk membangun warnet tidak akan kembali dalam waktu satu dua tahun. Tapi setelah itu mungkin kamu akan menangguk keuntungan. Hal yang sama berlaku pada bisnis startup (online). Seringkali membuka dan me-maintain website menjadikan kamu mengeluarkan biaya terus menerus selama beberapa waktu tertentu. 


3. Salah memperlakukan klien Bagi seorang wirausahawan, pelanggan atau pembeli adalah raja. Apalagi dalam bisnis jasa. Sekali melakukan hal yang tidak disukai klien, maka ini bisa menjadi cacat, karena reputasi bisa ternoda. 


4. Tidak memecahkan permasalahan sendiri Wirausahawan hendaknya menguasai bidang usaha yang ia jalankan. Terlalu percaya pada orang lain atau menyerahkan segala keputusan kepada orang lain akan berakibat buruk pada usaha yang dikembangkan. Beberapa orang bahkan berani menyatakan bahwa usaha itu seperti anak. Harus dirawat dan dibesarkan sendiri. 


5. Tidak menawarkan ide baru Bila kamu bukan yang pertama, jadilah yang terbaik, bila kamu tidak bisa menjadi yang terbaik, jadilah berbeda dalam suatu bidang usaha! Nasihat ini perlu dipegang teguh oleh seorang wirausahawan. Bila terjun dalam bidang yang sudah banyak ‘pemain’-nya, maka tidak adanya faktor pembeda atau ide baru, hanya akan menjadikannya bersaing secara nekat. Ini adalah salah satu pemicu jatuhnya sebuah unit usaha. Bila kamu tertarik menjadi pengusaha, maka perhatikan lima faktor di atas, pertimbangkan agar jangan membuat kesalahan yang ujungnya akan merugikan diri kamu dan bidang usaha yang kamu geluti.


Omzet Ratusan Juta dari Utak-atik Foto Iklan

Anda pasti sering melihat iklan alias pariwara produk yang dimuat di media cetak, atau dalam bentuk baliho dan spanduk. Gambarnya terlihat menyatu dan natural meskipun merupakan hasil penggabungan beberapa gambar atau foto. Nah, penggarapan iklan tersebut melibatkan keahlian digital imaging (DI).

Digital imaging adalah teknik mengolah foto atau visual dua dimensi. Teknik ini bertujuan mempercantik tampilan, menggabungkan beberapa foto, sehingga tampak nyata dan pesan bisa diterima khalayak. Orang yang menggeluti digital imaging disebut DI artist.Teknik yang digunakan berbeda dengan retoucher foto biasa.

Selain mendesain iklan cetak, digital imaging juga merupakan dasar dari pembuatan kalender atau brosur. Proses pengerjaan iklan produk di media cetak selalu diawali dengan pemotretan obyek yang akan diiklankan. Kemudian, foto memasuki proses digital imaging untuk dipadu dengan background dan beberapa gambar pendukung lainnya.

Andrea Marpaung, seorang DI artist asal Jakarta menuturkan, tak sulit menjadi DI artist. "Cukup memiliki software Photoshop di komputernya," ujar lulusan Desain Komunikasi Visual (DKV) Institut Teknologi Bandung ini.

Menurut Andrea, tak ada definisi baku digital imaging. Yang jelas, sifatnya mengolah beberapa foto atau visual dua dimensi menjadi sebuah foto yang menarik, dan terkadang tidak masuk akal dalam dunia nyata. "Namun, seorang DI artist harus memperhatikan kerapihan pengerjaan, supaya foto terlihat natural,"  ungkap perempuan yang sudah menggeluti digital imaging sejak lima tahun silam ini.

Meski demikian, Andrea bilang, seorang DI artist tidak harus mempelajari secara formal. Maklum, sekarang banyak bertebaran informasi mengenai teknis digital imaging di internet.

Melalui Andrea Marpaung Digital Imaging Artist, ia sudah mengerjakan beberapa proyek iklan dari klien-klien besar. "Saya pernah bekerja sama dengan Toyota, Honda, Sharp, Biore, dan sebagainya. Semua untuk tujuan komersil di media cetak," ujarnya.

Untuk menggarap order dari klien, Andrea dibantu dua DI artist lainnya, dan seorang fotografer. Untuk merampungkan sebuah order iklan, ia butuh waktu sekitar lima hari. "Dengan waktu segitu, seorang DI artist bisa lebih teliti untuk mengedit foto, sehingga bisa lebih natural," tutur Andrea.

Pemain lain di Bengkulu, Yudi Ardi Yandi mengaku, sanggup merampungkan proses digital imaging sebuah iklan dalam waktu sehari. Menurutnya, bagian tersulit dari pekerjaan ini justru  mencari ide dan konsep iklan. "Untuk mencari ide, saya suka browsing," beber pria yang sudah menggeluti dunia edit foto sejak 1998 ini.

Makanya, pemilik Mulya Digital Imaging ini berani menjanjikan waktu sekitar tiga hari untuk merampungkan sebuah order dari klien. 

Omzet ratusan juta

Lantaran butuh ketelitian dan ide yang ciamik, tak heran bayaran seorang DI artist terbilang mahal. Apalagi, pengguna jasa mereka biasanya perusahaan-perusahaan besar.

Rata-rata, seorang DI artist mematok tarif puluhan juta rupiah. Namun, Andrea bilang untuk seorang DI artist pemula, rata-rata tarifnya berkisar Rp 3 juta-Rp 10 juta per proyek. "Tapi kalau yang memang jago dan dikenal, tarifnya tentu lebih mahal," ungkapnya.

Ia mengaku, tiap bulan bisa mengantongi Rp 150 juta. "Rata-rata lima-enam proyek per bulan," ungkapnya.

DI artist asal Bandung, Yogi Kusuma pun mengklaim, bisa meraup omzet sekitar Rp 150 juta sebulan.  Sama seperti Andrea, pria yang sudah berprofesi sebagai DI artis sejak 2008 ini mengerjakan berbagai iklan media cetak dari perusahaan ternama. Sebut saja Toshiba, L'oreal dan XL.

Sementara, Yudi yang berdomisili di Bengkulu, hanya mematok tarif mulai dari Rp 40.000 hingga Rp 200.000 per foto. "Saya bisa dapat omzet berkisar Rp 6 juta hingga Rp 10 juta sebulan," ujar lulusan Tekhnik Informatika Universitas Pelita Bangsa ini.

Ia mengaku, untuk di Bengkulu, memang masih banyak tantangan dalam menggeluti usaha ini. Maklum, belum banyak masyarakat yang memahami konsep digital imaging, sehingga usaha ini masih sulit dikembangkan di daerah. "Di daerah, digital imaging belum menjadi tren," ungkapnya.

Sumber : Kompas


News Video Contes : http://bit.ly/13JDtpv

Orang Singapura Cepat Kaya, Ini Rahasianya

Pada survei yang dilakukan oleh Barclays Bank, yang dirilis pekan lalu, terungkap bahwa kekayaan warga Singapura meningkat paling cepat jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya.

Sebagaimana dikutip dari Forbes, Selasa (9/7/2013), survei tersebut dilakukan dengan melibatkan perseorangan dengan kekayaan individu minimal 1,5 juta dollar AS atau sekitar Rp 15 miliar. Jumlah responden yang terlibat dalam survei ini mencapai 2.000 orang yang tersebar di seluruh dunia.

Hasil yang paling menonjol dari survei itu adalah kekayaan warga Singapura naik paling cepat jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Rata-rata orang Singapura hanya butuh waktu 10 tahun untuk menjadi orang dengan kekayaan setidaknya Rp 15 miliar.

Meskipun krisis keuangan melanda berbagai negara di kawasan Eropa dan Amerika Serikat, hal itu tak banyak memengaruhi laju kenaikan kekayaan orang Singapura, yang dalam hal ini naik hingga 50 persen.

Kenaikan tersebut juga erat hubungannya dengan menguatnya bursa saham Singapura. Indeks Straits Times yang naik dua kali lipat pada periode 2008-2013 membuat kekayaan warga negara ini juga melejit. Namun, kondisi tersebut juga membuat sebagian besar kekayaan warga Singapura selalu dibayangi fluktuasi dari lantai bursa.

Dari survei itu, salah satu yang menarik untuk disimak adalah bagaimana orang Singapura membagi uangnya, yang membuat mereka begitu cepat kaya.

Tabungan dan investasi. Ternyata, orang Singapura begitu memprioritaskan untuk menabung dan berinvestasi. Dari seluruh kekayaan yang dimilikinya, sebanyak 61 persen dimasukkan ke bank maupun diinvestasikan ke instrumen pasar modal. Porsi tersebut di bawah alokasi penduduk Hongkong, yang menyisihkan 66 persen kekayaannya untuk ditabung dan diinvestasikan, sedangkan warga China daratan mengalokasikan 58 persen.

"Traveling" dan kegiatan amal. Orang Singapura adalah warga yang selalu disibukkan dengan berbagai aktivitas. Berjalan selalu terburu-buru menjadi pemandangan yang biasa di setiap sudut negara kecil itu. Namun, di balik kesibukannya itu, warga Singapura adalah orang yang senang bepergian dan menghabiskan waktu luang.

Di sisi lain, mereka juga senang menyisihkan sebagian kekayaan untuk kegiatan sosial kendati mereka identik dengan orang yang money oriented. Untuk keperluan berwisata dan mendukung kegiatan amal, orang Singapura menyisihkan 16 persen dari kekayaan mereka.

Mobil dan perhiasan. Dari survei Barclays, diketahui, ternyata orang Singapura tak begitu terobsesi untuk membeli mobil, perhiasan, maupun benda-benda untuk dikoleksi sehingga untuk pos ini, rata-rata orang Singapura hanya mengalokasikan 7 persen dari kekayaannya.

Kondisi ini berbeda dengan warga India yang sangat gemar membeli mobil dan perhiasan sehingga alokasi dana untuk pembelanjaan ini mencapai 17 persen.

Obsesi. Di sisi lain, survei itu juga mengungkapkan cita-cita orang Singapura dengan harta yang mereka miliki itu. Ini agak mengejutkan lantaran orang Singapura sangat ingin melakukan sesuatu yang bisa bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Bahkan, karena itu, mereka punya cita-cita untuk memberikan 50 persen kekayaannya untuk lembaga amal dan 13 persen diwariskan kepada keturunannya.

Bagaimana dengan Anda...?

Entri Populer