" Status YM ""
ukm indonesia sukses

Kotak Tisu Mendong Laku di Mancanegara

2/11/2011
Greenbusiness
Kotak Tisu Mendong Laku di Mancanegara




Mendong adalah salah satu tumbuhan yang hidup di rawa. Seperti eceng gondok, mendong juga bisa menjadi bahan kerajinan. Meski dari bahan alami, namun sudah terbukti produk berbahan baku mendong seperti kotak tisu mampu menembus pasar ekspor.

SELAIN terlihat cantik setelah dianyam menjadi tikar, mendong juga bisa menjadi kerajinan lain, seperti kotak tisu.Adalah Nyoman Martini Sudarto, salah satu produsen kotak tisu berbahan mendong di Bali. Awalnya, Martini memasarkan kotak tisu buatannya ke hotel-hotel, kemudian merembet ke rumah makan, dan restoran di Bali.

Martini menggeluti pembuatan kotak tisu mendong ini sejak 2001 lalu. Ketika itu, perusahaan travel tempat Martini bekerja bangkrut. Ia pun memutuskan berbisnis kotak tisu daritanaman mendong.Pertama merintis usaha mendong ini, Martini hanya dibantu oleh 15 karyawan yang kebanyakan pemuda dari sekitar rumahnya. Seiring melonjaknya permintaan, ia pun menambah karyawan. Kini, Martini telah mampu memperkerjakan 35 pekerja untuk mengembangkan usahanya

Saban bulan, Martini mampu menjual hingga 1.000 kotak tisu. Dengan harga berkisar sebesar Rp 80.000 hingga Rp 100.000 per buah, Martini pun mampu meraih omzet hingga Rp 120 juta per bulan.

Namun, tak selamanya usaha Martini ini berjalan mulus. Bisnisnya pernah runtuh, saat bom meledak di Bali pada 2004. Ketika itu, omzet Martini langsung melorot tinggal Rp 70 juta per bulan.

Martini memang lebih banyak bermain di pasar ekspor. Kebetulan ketika ia bekerja di perusahaan travel, ada wisatawan dari Belanda yang menyewa jasanya. Kemudian ia bertemu lagi dengan turis Belanda itu pada 2003. "Wisatawan itu yang mengenalkan kotak tisu mendong ke negara-negara di Eropa," kenang Martini. Kini, Martini patut berbangga. Kotak tisu buatannya sudah mejeng di beberapa hotel dan rumah makan di Eropa.

Wisatawan yang mengenalkankotak tisumendong kenegara di Eropa. Hanya saja, kini Martini kesulitan mendapatkan balian baku mendong dari sekitar Bali. Guna memenuhi kebutuhan, Martini harus berburu mendong hingga Jawa Tengah dan Jawa Timur. Bahkan, kesulitan bahan baku itu membuat Martini pernah menolak pesanan.

Selain Nyoman, salah satu pengusaha yang memanfaatkan un jinaii mendong untuk kotak tisu adalah Liem Hauw. Namun Liem telah memulai bisnis ini sejak 1999. Setali tiga uang dengan Martini, kotak tisu mendong buatan Liem juga sudah berhasil menembus pasar Australia dan Amerika Serikat.

Menurut Liem, ia memilih balian baku kayumendong karena kayu tersebut cukup berlimpah di negara ini. Selain pasokannya yang banyak, bahan kayu mendong jugamemiliki teksturnya yangbagus dan juga fleksibel. Liem mendatangkan pasokan mendong dari wilayah Pekalongan dan Yogyakarta. "Saya bisa membutuhkan lembaran mendong hingga mencapai 1.000 meter setiap bulannya," tambah Liem.

Ia menjual berbagai produk dari mendong mulaidari Rp 30.000 hingga Rp 125.000. Untuk pasar Eropa, biasanya Liem hanya mengirim produk kualitas terbaik, hingga harganya lebih mahal. Dalam sebulan Liem mampu menjual hingga 200 kotak tisu, dengan omzet rata-rata berkisar Rp 25 juta setiap bulannya. "Produk kami biasa digunakan hotel mewah di luar negeri," ujar Liem.

Dalam memproduksi kotak tisu mendong ini, Liem melibatkan puluhan perajin. Para perajin ini tersebar di Pekalongan, Yogyakarta, dan Bali. Liem juga menjelaskan tantangan yang harus dihadapinya adalah pembinaan para perajin. Ia ingin, para perajin ini bisa menghasilkan produk kerajinan tangan dengan ketelitian di setiap kotaknya. "Karena saya membidik pasar ekspor, sehingga saya sangat memperhatikan kualitas. Tingkat kerapian, presisi produk dan selalu memperbaharui desain," jelas Liem. 

Sumber: Harian Kontan
Fitri Nur Arifenle, Hafid Fuad


Dulu Kurir, Kini Buka 100.000 Toko

2/11/2011
Dulu Kurir, Kini Buka 100.000 Toko


Dengan modal awal dana hasil meminjam kepada atasan, kini Hengky Setiawan berhasil menjadi atasan dalam bisnis di dunia telekomunikasi. Kini ia sudah menjadi CEO Telesindo Shop.Hengky menceritakan, awalnya dia berkecimpung di dunia telekomunikasi dengan memberanikan diri jual beli ponsel bekas dengan modal pinjaman. "Tahun 1987 (saya) jadi kurir (di toko sparepart mobil). (Selama) tahun 1989-1990, saya memberanikan diri pinjam dari bos (sebesar) Rp 5 juta, (padahal) gaji cuma Rp 75.000. Pinjam duit Rp 5 juta, bos pun kaget," tutur Hengky kepada Kompas.com, di Jakarta, pertengahan bulan Juli lalu.

Ia mengaku kepada bosnya bahwa uang tersebut akan dibelikan handphone bekas. Kemudian ia mengecat ulang casing ponsel tersebut di bengkel mobil tempat dia bekerja. Alhasil, handphone tersebut laku seharga Rp 7 juta, atau lebih dari uang yang dipinjam dari bos-nya.
Dalam mempertahankan bisnisnya ini, ia pun kembali berutang kepada bos-nya tersebut hingga beberapa kali. Selain itu, demi memuluskan penjualan handphone tersebut, ia juga mengiklankan di koran.

Itulah sekelumit perjuangan Hengky yang sekarang sudah menjadi CEO salah satu perusahaan yang berkecimpung di dunia telekomunikasi Indonesia.

Pemain tiga zaman 

Berdasarkan tahun, ia memang telah berkecimpung di bisnis selular minimal dua dasawarsa. Oleh sebab itu, ia pun turut mengalami transisi produk handphone, mulai dari mulai dari NMT (Nordic Mobile Telephone), AMPS (teknologi 1G), dan GSM (teknologi 2G). "Jadi, saya sudah pemain tiga jaman," tambah dia.

Bahkan sebenarnya, kalau dilihat perkembangan teknologi saat ini, ia malah telah berada di generasi ketiga dari handphone dengan teknologi 3G-nya. Eksistensinya dalam industri ini tentu tidak dijalaninya dengan mulus. Seiring dengan karakteristik industri ini yang terus mengalami perubahan teknologi, ia pun membutuhkan dana tambahan untuk mengembangkan usahanya.

Meminjam uang cukup sering dilakukan oleh ayah dengan empat putera ini. Berutang tidak hanya dilakukannya kepada orang lain, orang tua (ibu) pun juga termasuk pihak yang dimintai bantuan dana olehnya. Pinjaman dana kepada ibunya, yang berprofesi sebagai penjahit, tidak serta merta mudah diberikan. Uang diberikan dalam jumlah bertahap dan berbunga. Ia mengaku, bunga tetap dikenakan, karena pada dasarnya ia meminjam untuk modal bisnisnya.

Pinjaman pun pernah ia layangkan kepada bank, khususnya saat ia telah bekerja sama dengan Telkomsel. "Makin hari makin gede (dana yang dibutuhkan). Sudah nggak punya duit lagi, kurang, pinjam ruko, suratnya diagunin ke Bank BCA. Beli ruko dulu Rp 250 juta. Bank nggak percaya kita, (akhirnya) kita cuma dikasih Rp 50 juta doang, (atau) dikasih setengahnya," ujarnya.

Sekitar tahun 1991, atau eranya AMPS, pola binis yang ia lakukan yaitu berjualan nomor telepon, selain handphone. Baru selang beberapa tahun setelahnya, era GSM pun dimulai dengan kehadiran Satelindo. Dengan perusahaan inilah, ia pernah mengalami pahitnya bisnis di industri yang berkaitan erat dengan teknologi ini.

Tepatnya, tahun 1996, ia mendaftarkan diri untuk menjadi dealer resmi Satelindo, dengan nama Satelindo Direct. Waktu itu, ia bersama dengan temannya sebagai mitra, harus mengeluarkan uang senilai Rp 1 miliar untuk mengambil barang. 

Ia pun harus membayar subsidi handset sebesar Rp 350.000 per buah. Ternyata, subsidi tidak kunjung dibayarkan. Ia pun harus menanggung kerugian yang tidak sedikit. Dari kerugian tersebut, harta yang tersisa hanya 20 toko yang akhirnya dibagi rata dengan mitranya itu.

Setelah itu, ia pun bekerja sama dengan Telkomsel, tepatnya pada tahun 1997. Pada saat itulah, Telesindo Shop akhirnya berdiri. Menurutnya, saat itu, produk Telkomsel cukup meledak di pasaran. Harga sebuah nomor bisa mencapai Rp 1 juta. Padahal modalnya hanya Rp 250.000. Dengan keuntungan dari penjualan nomor ini, ia pun terus mengembangkan usahanya dengan menambah tokonya.

Ia mengemukakan ketika Singtel (perusahaan telekomunikasi Singapura) masuk ke dalam Telkomsel, ada perkembangan yang positif yang dihasilkan. Menurutnya, keberadaan Singtel yang membawa pengetahuan mendorong Telesindo untuk berani mempeluas cabang atau gerainya. "Dia (Singtel) ngajarin kita jemput bola. Dia bilang, siapa mau buka 50 gerai, (lalu) saya buka 100 gerai. (Lalu dia bilang) siapa mau buka 100 gerai, (maka) saya buka 200 gerai. Nah itu, saya selalu berbuat lebih dari kompetisi," tuturnya yang mengaku strategi ini sebenarnya telah ia lakukan sejak dulu.

Setelah sukses bekerja sama dengan Telkomsel dengan lima tahun berturut-turut terpilih sebagai best distributor sejak tahun 2006, ia pun mulai masuk ke penjualan handphone buatan Cina pada tahun 2008, yang akhirnya menghasilkan TiPhone (PT Tiphone Mobile Indonesia). Ini merupakan merek handphone ciptaannya sendiri dengan supplier barangnya berasal dari Cina.

Sempat mengalami penjualan yang kurang sukses pada awalnya, kini TiPhone bisa berada di top 5 merek handphone di Indonesia dari 143 yang teregister. Apa yang membuatnya melaju begitu cepat?  Ia pun menjawab, keyakinan!

Ke depannya, Hengky berusaha untuk bertahan di bisnis seluler ini. Mengingat pangsanya masih besar ke depannya. "Telekomunikasi ini lima tahun ke depan masih bagus, (seperti) Singapura (Singtel) sudah mature, (jadi) kunci mereka tumbuh adalah inovasi," tuturnya yang menyebutkan pasar yang sudah tumbuh secara maksimal pun masih bisa berkembang, seperti halnya Singapura dengan jumlah penduduk yang lebih sedikit ketimbang Indonesia.

Terhadap mulai terbukanya pasar di internal ASEAN pada tahun 2015, ia mengatakan tidak akan takut terhadap persaingan dengan pelaku usaha asing. "Nggak (takut). Indonesia ini market yang paling luas, paling besar, dibanding Singapura dan Malaysia," tambah dia.

Sebagai salah satu strateginya, ia menyebutkan, "Kita akan mengikuti market pasar. (Jika) sekarang trennya android dan smartphone (maka) kita ikut. Kalau trennya low-end atau masuk handphone dengan kisaran harga Rp 200.000, (ya) kita ikut. Balik lagi kelima pilar itu," ujarnya yang akan tetap fokus di dunia telekomunikasi ini sembari membuka peluang usaha di bidang lain seperti properti.

Apa itu lima pilar yang katanya sebagai kunci sukses usahanya? Ia mengaku ada lima pilar yang menjadi kunci kesuksesan karirnya. "Memang saya punya prinsip satu adalah keyakinan saya. Pilar kedua adalah harus komit, (diantaranya) komit kepada service center kita, marketing, (hingga) cabang. Pilar ketiga adalah fokus, (pilar) ke-empat adalah inovasi. Kalau kita sudah mentok sini, kita harus inovasi lagi, supaya jangan kita stuck, lima adalah hasilnya," ungkapnya.

Keyakinan baginya teramat penting khususnya dalam memulai usaha. Kalau tidak yakin, lanjut dia, pelaku usaha pun tidak akan sukses. Bahkan, ia mengaku tidak pernah mendapat bekal pendidikan terkait dunia telekomunikasi. "Pendidikan? Nggak ada. Saya selalu belajar baca-baca majalah begini. Kapan saya bisa jadi orang hebat kayak gini, masuk dalam majalah Forbes (dan sejenisnya)," sebutnya.
Lima pilar ini pun tidak hanya ia terapkan pada bisnis atau pekerjaannya. Pilar-pilar tersebut juga diterapkan saat ia menjalani hobinya yang mengkoleksi mobil sedan Mercedes Benz. Alhasil, ia pun berhasil mengkoleksi sejumlah piala dalam perlombaan level nasional. "Jadi beli mobil Mercedes yang cuma Rp 10 juta (dengan kondisi) hancur. Kita bangun lagi sampai sempurna, kayak baru, kayak pabriknya. Nah, itulah komitmen kita," tutur dia.

Dengan pilar tersebut, hobinya pun dapat dijadikan bisnis juga. Ia menyebutkan, ada selisih harga yang cukup jauh ketika membeli mobil tua dengan harga murah kemudian diperbaiki, dengan harga mobil yang dibeli baru dari toko. Kelima pilar ini pun mengantarkannya meraih berbagai penghargaan. "Terakhir, saya juga baru dapat dari Kompas Group, lifetime achievement. itu suatu kebanggaan buat saya," ungkap dia.

Tidak hanya itu, ia juga mendapatkan penghargaan sebagai 10 toko yang berpengaruh di Indonesia pada tahun 2009, dari majalah Techlife. Untuk itu, ia berkeyakinan untuk terus mengembangkan penjualannya. "Kita harus mengembangkan reseller-reseller kita. Hari ini reseller kita masing-masing sudah mempunyai reseller binaan ya, toko-toko. Kita sudah 100.000 toko. akhir-akhir tahun ini kita 300.000," sebut dia, yang juga menyebutkan gerai-gerainya telah tersebar dari Sabang hingga Merauke.

Target tahun 2012, ia mengaku akan membuka lebih dari 1.000 gerai. Bahkan, ia pun berencana akan melakukan penawaran saham perdana (IPO) pada bulan Desember ini. IPO dilakukan demi memperbesar usahanya. "(Bulan) Desember inilah kita sudah go-public. Bulan depanlah kita daftar ke Bapepam-LK, Kita hitung rasio audit kita dulu," kata dia.

Selain ini, ia juga berencana mengakuisisi perusahaan sejenis. Namun, ia belum dapat detailnya seperti apa. Target pribadi lainnya, ia berharap bisa masuk dalam top 10 CEO yang dikeluarkan oleh sebuah majalah dan konsultan riset terkenal dalam waktu terdekat ini. Sebelumnya, ia berhasil masuk dalam jajaran 20 besar dengan berada di posisi ke-19. Posisinya pun melonjak menjadi peringkat ke-11 pada tahun 2010.

Sebagai tambahan kunci kesuksesan, ia pun menyebutkan kebiasaan bangun pagi juga penentu keberhasilan. Kini, hal ini diterapkan bagi keempat anaknya, termasuk kepada anaknya yang masih berusia di bawah lima tahun. 

Sumber : Harian Kompas

Bangku Unik dari Lilitan Potongan Bambu

2/11/2011
Bangku Unik dari Lilitan Potongan Bambu


Produk inovasi lain yang tampil dalam Forum Inovasi Daerah II 2011 di Bandung, Jawa Barat, adalah bangku yang dibuat oleh Sagalakrap. Yang membuatnya unik, kursi tersebut dibuat dari lilitan potongan bambu.

Menurut pantauan, Senin (31/10/2011), permukaan kursi tersebut tetap terasa halus saat mengeluskan telapak tangan. Yang unik, puluhan atau bahkan ratusan bambu yang dililit itu membentuk pola seperti ruas pohon. Permukaannya tidak datar tapi juga menelungkup layaknya cangkir.

Menurut perwakilan dari Sagalakrap, Aryanti Ayu Puspita, kursi tersebut dibuat dengan teknik coiling atau dililit. Caranya, sebilah bambu diserut hingga tipis kemudian dililit hingga membentuk permukaan kursi.
Untuk menopangnya, Sagalakrap menggunakan besi, bambu yang dilaminasi sehingga melengkung rapi, atau batang rotan yang diameternya besar. "Kursi ini cukup kokoh untuk menopang saya," ujar Ayu yang berpostur sedang ini.

Setiap kursi mereka tawarkan dengan harga Rp 1,5 juta. Mereka belum mengekspor barang tersebut mengingat Sagalakrap baru berdiri dalam waktu enam bulan dan masih memperkuat pasar lokal dengan berkeliling dalam pameran. 

Sumber : Harian Kompas


Entri Populer