" Status YM ""
ukm indonesia sukses

Usaha Tela Belum Sepenuhnya Bantut

                Usaha Tela

Tetapi, ada pewaralaba makanan berbasis ketela yang jumlah agennya menyusut dan membuka usaha baru
PERSAINGAN waralaba berbahan baku ketela kian ketat Makin banyak pengusaha yang melirik singkong sebagai bahan baku utama produk-produk makanannya

Para pemain yang telah ditemui KONTAN pun mengamini tingginya tingkat persaingan usaha kuliner ini. Bahkan, salah satu pemain yang telah empat tahun bergelut di bisnis ini, harus rela kehilangan separuh agennya
Oleh karena itu, mereka melakukan beragam inovasi dan menerapkan strategi bisnis baru. Contohnya mempercepat masa balik modal dan mempercantik penampilan gerobak atau gerai.

Melalui tulisan ini, KONTAN mencoba mengulas perkembangan kemitraan ketela ini dengan membandingkan kon-disinya saat kami pernah meliput mereka dulu.

Tela-Tela

Meski penambahan gerai tak sebanyak tahun-tahun sebelumnya, Tela-Tela tetap menjaring mitra Sejak menawarkan kemitraan pada 2005 hingga 2008, Tela-Tela telah membuka 1.200 gerai. Awal 2011, mereka sudah memiliki 1.800 gerai yang tersebar di seluruh kabupaten di Indonesia. Pertambahan gerai ini berkat upaya Tela-Tela yang tak berhenti melakukan beragam inovasi.

Eko Yulianto, pemilik Tela-Tela, mengatakan, konsep bisnis Tela-Tela sudah berubah lantaran persaingan usaha ini kian ketat. Kini, Eko fokus untuk meningkatkan pendapatan mitra.

Caranya, dengan menggenjot penjualan para mitra. "Jika satu gerai menjual tela 300 bungkus, kami memasang target 500 bungkus bisa terjual," ujar Eko. Padahal, sebelumnya, ia lebih berkonsentrasi untuk menjaring mitra sebanyak-banyaknya lewat pelbagai promosi. Eko mematok target tinggi itu dibarengi dengan penyajian ragam menu yang kian enak di lidah. "Soal kualitas, kami tidak main-main, tidak boleh berkurang dari standar Tela-Tela," tegasnya.

Selain itu, Eko juga mengurangi porsi Tela-Tela yang dijual. Cara ini ternyata jitu. Mitra bisa meraih pendapatan lebih besar. Bila dalam sehari mitra biasa mengantongi pendapatan Rp 300.000, dengan strategi baru mereka bisa meraup omzet Rp 500.000.

Dengan pencapaian omzet yang lebih besar, perkiraan waktu balik modal pun berubah. Sekarang, mitra hanya butuh waktu enam bulan saja untuk kembali modal. Jadi, lebih cepat dari sebelumnya yang sembilan bulan. Eko masih menawarkan dua tipe kemitraan, yakni tipe A seharga Rp 5,5 juta dan tipe B dengan nilai Rp 7 juta. Meskipun nilai investasi awal naik ketimbang sebelumnya, ia optimis, tetap bisa menjaring mitra karena kenaikan ini dibarengi dengan membaiknya manajemen Tela-Tela.

Agar tetap menarik minat konsumen, Tela-Tela juga mempercantik gerobak tempat berjualan. "Pembeli lebih tertarik ketika melihat tampilan yang menarik," kata Eko. Manajemen pun berkomitmen untuk mengganti wajah gerai setiap dua tahun.

Tak lupa, Eko mengutip ongkos renovasi gerobak mulai dari Rp 200.000-Rp 700.000 per gerobak. Tarif tertinggi dipatok untuk gerobak yang hendak ditukar tambah. Tak hanya itu, Tela-Tela juga mengemas promosi melalui sebuah lagu via internet. Eko pun menggandeng produsen kaos oblong terkenal di Yogyakarta untuk membubuhkan nama Tela-Tela diproduk mereka.

Tela Krezz

Beda dengan mitra Tela-Tela yang bertambah, memasuki 2010, jumlah agen Tela Krezz turun separuh. Sejak saat itu sampai Januari 2011, agen Tela Krezz hanya berjumlah 15 agen yang tersebar di Pulau Jawa, Kalimantan, Sumatra, dan Bali.

Padahal, di 2008 hingga 2009, Tela Krezz punya 33agen yang tersebar di 33 kota "Penurunan jumlah agen ini karena mereka tidak melanjutkan kontraknya," ungkap Admini, manajer Tela Krezz Divisi Yogyakarta

Seorang agen terikat kontrak untuk jangka waktu dua tahun di setiap wilayah kabupaten atau kota. Agen berfungsi memasok seluruh kebutuhan gerai. Mereka juga membantu promosi untuk mencapai target penjualan. Pada 2008, Tela Krezz mematok biaya investasi Rp 12 juta untuk jangka waktu dua tahun. Desember 2010, nilai investasi keagenan naik menjadi Rp 18 juta. "Kenaikan ini karena kami mengikuti harga pasar," kata Admini.

Biaya investasi ini rupanya naik terus tiap tahun. Padahal, ketika Tela Krezz baru menawarkan kemitraan pada 2006, biaya investasi agen hanya Rp 5 juta untuk dua tahun.

Menurut Admini, sebuah agen Tela Krezz bisa mengelola hingga 10 mitra Hanya saja, ia tak mengetahui jumlah mitra dan gerai Tela Krezz saat ini. "Kami hanya mengurus agen saja," kilahnya

Ketika KONTAN mengulas Tela Krezz pada Januari 2008, waralaba ketela asal Yogyakarta itu sudah mempunyai 120 gerai hingga akhir 2007. Mereka tersebar di Yogyakarta, Jawa Tengah, Balikpapan, Samarinda, Bontang, Palangkaraya, dan Banjarmasin.

Saat ini, Tela Krezz lebih fokus, menjual produk baru, yakni Tela Krezz Beter Cassa-va Ini produk beku stik singkong. Mereka memasok produk itu ke restoran, cafe, dan pameran. "Ke depan kami berencana mendistribusikan produk ini ke agen-agen kami," ujar Admini.

Umbi Stick

Usaha camilan berbahan baku ketela, talas, dan kentang ini berdiri tahun 2006 di Surabaya, di bawah CV Para-muda Agro Nusantara. Setahun berlalu, tepatnya September 2007, mereka mulai menawarkan kemitraan.

Satu tahun mengusung kemitraan, Umbi Stick hanya punya 7 mitra Nilai investasi-nya ketika itu Rp 3 juta. Di 2008, sudah ada 60 mitra. Nilai investasi pun naik hingga mencapai angka Rp 6 juta. "Sampai sekarang ada 25 agen dan 150 mitra dengan nilai investasi yang masih sama, Rp 6 juta," kata pemilik Umbi Stick Nur Yusuf Samapta

Yusuf pun menyadari, di tengah pertumbuhan jumlah mitra ini, persaingan makin ketat. Peluang yang tak lagi bagus ini juga terlihat dari perubahan masa balik modal Umbi Stick. Bila di awal bermitra, Yusuf menargetkan dua hingaga tiga bulan bisa balik modal. Sekarang, ia mematok jangka waktu empat hingga lima bulan. "Profitnya tidaksebesar dului," tuturnya.

Itu sebabnya, ia membuka waralaba baru Nasi Bakar Keraton. Investasinya lebih kecil dibandingkan Umbi Stick, hanya Rp 4 juta Sejak buka Desember 2010, Yusuf sudah punya 18 mitra. "Banyak yang tadinya ingin bermitra Umbi Stick, lebih tertarik menjadi mitra Nasi Bakar Keraton," katanya Menurut Yusuf, perubahan keinginan ini lantaran mitra menilai Nasi Bakar Keraton punya bumbu sendiri yang tidak sama dengan pemilik usaha nasi bakar lain. Selain itu, "Mereka berpikir bumbu ketela sama saja dengan usaha ketela lain," ujarnya

INFO PASAR SENI LUKIS INDONESIA:http://artkreatif.net/
 

BISNIS THEME ITU MENJANJIKAN


BISNIS THEME

Satu theme bisa dihargai US$ 40. Anda gemar menulis atau mencurahkan unek-unek di WordPress? Coba sekali-kali lihat theme yang Anda gunakan. Siapa tahu itu buatan anak riSgeri ini.Ya, membuat theme WordPress adalah bisnis menjanjikan. Contohnya, Dhimas Ronggobramantyo. Dari bisnis ini, ia bisa menghasilkan Rp 30 juta per bulan.

Padahal, awalnya, lajang kurus berusia 29 tahun yang gemar memakai kaus oblong dan celanajins ini hanya iseng.Dhimas kini menjadi salah satupembuat theme WordPress yang sukses. "Ah, masih banyak yang lebih tinggi," katanya merendah, saat ditemui di perhelatan Word-Camp 2011 di Bandung pekan lalu.

Dhimas berada di urutan ke-34 sebagai pembuat theme WordPress yang paling laris dibeli di Theme-forest, situs yang khusus menjual lcmpltite dan theme.Pria lulusan Teknik Informatika UniversitasDuta Wacana Yogyakarta ini mengaku membuat theme itu sebagai kegiatan sampingan.

Tapi lama-kelamaan justru kerjaan sampingan ini lebih menghasilkan uang ketimbang pekerjaan utamanya.
"Sekarang, ya, yang sampingan ini. Enggak stres, santai, tapi duitnya besar," ujar Director and Project Leader di CV Duwa Webmedia

Solution ini sambil terkekeh. Sulung dari dua bersaudara ini menjelaskan, awal mula berjualan theme, ia tak sengaja menemukan Themeforest milik Envato saat berselancar. Pada Mei 2009, ia iseng-iseng mengunggah beberapa kreasi pesanan klien yang batal dibeli ke situs Themeforest.

Tak disangka, temyata karyanya diterima dan diulas. Padahal saat itu ia baru membuat tlieme dengan HTML dan CSS.Dari hasil karya iseng pertamanya itu, Dhimas menerima USS 300 atau hampir Rp 3 juta. Lantas ia pun membuat tlieme lain dengan lebih serius.

Eksistensinya semakin diakui ketika ia bertemu dengan seseorang yang bisa membuat desain untuk WordPress. Ia pun belajar dan akhir-nya membuat theme sendiri.Pada 2009, rata-rata ia menghasilkan US$ 1.000 per bulan. Tahun lalu, "gajinya" bertambah menjadi tak kurang dari USS 2.000-3.000 per bulan.

Untuk bisa berjualan di Themeforest, kata Dhimas, dibutuhkan perjuangan. Sebab, kini standar yang ditetapkan cukup tinggi. Adapun untuk bisnis modelnya, ia harus berbagi hasil dengan Envato dengan persentase 5050 dari harga yang telah ditentukan.

Jika jumlah theme yang terjual semakin banyak, persentase pembagiannya akan semakin membesar untuknya.
Untuk theme HTML dihargai mulai USS 12,15, dan 20. Sedangkan untuk theme WordPress, harganya mulai USS 25, 30, 35, dan 40 per buah.Meski begitu, Dhimas mengaku . hanya pasrah saat | theme buatannya dicuri atau dibajak orang. "Sering juga. Tapi, ya, enggak bisa diapa-apain lagi."

INFO PASAR SENI LUKIS INDONESIA:http://artkreatif.net/

Sukses Bermitra dengan Pelanggan



Sukses Bermitra dengan Pelanggan

DUNIA pemasaran memiliki evolusinya sendiri. Tahap satu (Marketing1.0) adalah ketika konsumen dipaksa setuju dengan produk yang ditawarkan. Tahap kedua  sedang terjadi saat ini, ketika teknologi informasi memungkinkan konsumen memilih produk terbaik(coti sunter oriented).

Philip Kotler bersama Hermawan Kartajaya dan Iwan Setiawan lantas merumuskan tahap ketiga(marketing3.0) yang mengangkat konsep pemasaran ke tingkatan aspirasi dan semangat yang humanis. Pemasaran tahap ini adalah tentang bagaimana menjadikan dunia sebagai tempat yang lebih baik.

Buku ini bukan cuma mengumbar misi, melainkan juga dilengkapi bab khusus mengenai strategi menjalankan metode markering3.0dan aplikasinya. Cocok untuk dibaca pemasar, tak rumit dipahami masyarakat awam.
Marketing 3.0/Philip Kotler, Hermawan Kartajaya, Iwan Setiawan/Erlangga, 2011/192 halaman. (Sic/M-2)

INFO PASAR SENI LUKIS INDONESIA:http://artkreatif.net/

Entri Populer