" Status YM ""
ukm indonesia sukses: Meraup Untung di Tanahabang

Meraup Untung di Tanahabang

31/10/2011
Meraup Untung di Tanahabang


Rasanya kita tak perlu keberatan jika Malaysia berencana meniru konsep Pasar Tanah Abang-dalam logat Betawi disebut Tenabang Pusat grosir terbesar di Asia Tenggara ini diyakini punya daya magis yang dahsyat, memang. Entah kekuatan macam apa yang mampu menyihir para pedagang-terutama garmen - untuk tinggal dan memutar uangnya di kawasan padat ini sejak zaman kolonial di abad ke-18.

Masuk akal kalau para pengusaha di negeri jiran itu hendak menjiplak. Tanah Abang kini dikenal sebagai kiblat perdagangan busana muslim dunia. Duit yang diputar para pedagang garmen yang tumplek di kawasan padat ini sedikitnya Rp 200 miliar sehari. Jika ada yang perlu kita sarankan agar tak mereka kopi tampaknya sistem pengelolaannya.

Belakangan terungkap bahwa kontrak kerja sama yang diteken PD Pasar Jaya, perusahaan milik Provinsi DKI Jakarta yang empunya Tenabang, dengan pihak swasta temyata berat sebelah. Direktur Utama PD Pasar Jaya Djangga Lubis menyadari kontrak yang diteken para pendahulunya temyata merugikan korporasi sedikitnya Rp 300 miliar sejak 2008 sampai 2010. Aparat hukum seharusnya menyelidiki siapa saja yang bertanggung jawab atas kerugian ini. Kalau temyata ada unsur kongkalikong, suap, atau korupsi, mereka harus dihukum.

Sudah tepat ketika Djangga akhirnya menghentikan kerja sama dengan perusahaan swasta tadi PT Priama-naya Djan International. Korporasi ini membangun kembali Blok A Tenabang sehabis terbakar pada 2003, dengan sistem build, operate, and transfer, setelah mengalahkan dua peminat lain. Pasar grosir ini sejak 2007 dikelola PT Priamanaya Kelola, di bawah bendera Pria-manaya Group, perusahaan milik Djan Faridz, anggota Dewan Perwakilan Daerah yang baru saja diangkat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Menteri Perumahan Rakyat. Pengoperasian Blok A versi baru ini dilakukan saat Gubernur Jakarta dijabat Sutiyoso.

Temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan menyebutkan kongsi itu punya banyak kelemahan sehingga merugikan Pasar Jaya. Salah satu klausul perjanjian menyebutkan Blok A akan diserahkan ke Pasar Jaya jika penjualan kios telah mencapai 95 persen. Faktanya, Priamanaya mematok harga jual per kios terlampau mahal, sehingga para pedagang cenderung menyewa. Walhasil, target itu mustahil tercapai. Sampai kiamat pun rasanya susah Blok A berpindah tangan ke Pasar Jaya.

Kalau Djangga Lubis berkukuh-dan sikap inilah yang seharusnya dia lakukan-itu berarti Priamanaya harus segera menyerahkan kunci pengelolaan Pasar Tenabang kepada Pasar Jaya. Tak usah takut meski Djan Faridz kini menjadi orang berkuasa.Toh, Priamanaya sudah untung besar. Dari total kios yang terjual, perusahaan itu sudah menerimasetidaknya Rp 1,45 triliun. Angka ini sudah melampaui biaya pembangunan gedung sebagaimana diplot perusahaan itu, yang memperkirakan nilai proyeknya Rp 917,5 miliar. Artinya, Priamanaya sudah balik modal.

Djan memang punya dua opsi. Ia boleh terus bekerja sama, tapi mengikuti skema perbaikan kontrak yang saling menguntungkan, atau menyerahkan sama sekali kunci pengelolaan Blok A. Biarlah kontrak diteruskan perusahaan lain, asalkan memenuhi persyaratan winwin Pasar Jaya Pilihan kedua jauh lebih penting secara etik. Meski Djan sudah melepaskan posisi resminya di perusahaan itu sejak menjadi politikus, sesungguhnya dialah pengendali bisnis gurih ini. Sebagai menteri, guna mencegah terjadinya konflik kepentingan, sebaiknyalah dia dan perusahaannya mundur dari Tenabang.

Sumber: Harian Neraca

Entri Populer